7

1.5K 244 8
                                    

(Name) sangat takut sekarang.

"Kau manager fukurodani kan? Siapa namamu?"

"A-aah, itu--"

"Kudengar kau masih kelas 1 ya? Boleh tukaran nomor tidak?"

(Name) menelan ludah. Tadi ia hanya berjalan santai, tiba-tiba ia di hadang oleh dua lelaki dari klub lain. Yang satu botak dan yang satu lagi punk. (Name) menoleh ke kanan dan kiri, berusaha mencari pertolongan.

"Enaknya! Fukurodani punya 3 manager sekarang, sedangkan kami? Tidak ada sama sekali!" Kesal si rambut punk.

"Ahahaha, itu nasib kalian tahu!"

'Oh Tuhan, selamat kan lah hambamu yang imut ini,' batin (Name).

"M-maaf, tapi aku harus pergi," ucap (Name).

"Oh! Dia berbicara!"

"Suaranya indah sekali! Apakah kau bidadari?"

"Hiii!" (Name) memekik kecil karena dua orang tadi semakin mendekatinya.

"Ayo, ikut kami ke nekoma dan jadi manager!"

"Tidak! Lebih baik ia ke karasuno saja!"

"Sialan, kalian kan sudah punya 2 manager!"

"Tidak apa-apa! Dia bisa jadi temannya Yachi-san!"

"Tidak! Aku tidak terima!"

Kaki (Name) bergetar, ia benar-benar tak tahu bagaimana cara untuk kabur dari dua orang di depannya ini.

'a-apa aku pura-pura pingsan saja ya?' (Name) mulai berpikir yang aneh-aneh.

Tiba-tiba sebuah tangan mendekapnya dari belakang. Sontak (Name) kaget dan menolehkan kepalanya. Akaashi, cowok dengan mata abu kebiruan itu mendekapnya erat dengan tatapan datar.

"Maaf, tapi ia dipanggil oleh Suzumeda-san, manager kami yang lain," ucap Akaashi.

"S-souka, silahkan,"

Akaashi melepaskan dekapannya, lalu menggandeng lengan (Name) untuk menjauh dari dua pria tadi. (Name) menghela nafas lega. Akhirnya ia bebas.

"Arigatou Akaashi-san," ujar (Name).

"Bukan apa-apa, harusnya kau bisa kabur dari mereka," sahut Akaashi tanpa menolehkan kepalanya.

"Mau bagaimana lagi, semenjak diputusin, aku jadi sedikit trauma berdekatan dengan cowok,"

Akaashi menolehkan kepalanya kali ini.

"Tapi kenapa kau baik-baik saja kalau dekat dengan ku?" Tanya Akaashi.

"Eh? Akaashi-san kan berbeda dengan cowok lain, makanya aku bisa nyaman," jawab (Name).

Akaashi berhenti melangkah. Ia memandang ke arah (Name) penuh arti. Sayang, (Name) tidak mengerti arti tatapan itu. (Name) memiringkan kepalanya bingung.

"Begitu," Akaashi kembali menatap ke depan dan mulai melangkah kembali. Tangannya masih menggenggam erat lengan mungil milik (Name).

"Ah, sampai sini saja Akaashi-san, aku akan menemui Kaori-san sendiri," ucap (Name) beberapa saat kemudian. Ia sedikit canggung kalau orang melihatnya bergandengan dengan Akaashi.

Akaashi menatap (Name) dalam. Yang ditatap hanya berkedip tidak mengerti. Akaashi menghela nafas, lalu mengacak surai putih milik (Name).

"Lain kali kalau kau terjebak seperti tadi, panggil saja namaku. Aku pasti akan datang," ujar Akaashi.

"Ahahaha, memangnya Akaashi-san itu hero?" Kekeh (Name).

"Yah, khusus untukmu saja," gumam Akaashi pelan.

"Eh? Tadi Akaashi-san bilang apa?"

"Bukan apa-apa, sampai nanti,"

"Oh, sampai nanti!"

(Name) melambai ke arah Akaashi. Lalu ia berlari menuju Kaori yang sedang melipat handuk-handuk kecil. Kaori tersenyum ke arah (Name).

"Yo (Name)-chan, kau habis dari mana?" Tanya Kaori begitu (Name) sampai disisinya.

"Habis mengelilingi gym," jawab (Name) sambil duduk.

"Oooh," tanggap Kaori. Handuk yang ia lipat sudah rapi semua. Tangannya pun kini beralih pada rambut (Name). Mengelus surai putih itu.

"Kaori-san tadi memanggilku ya?" Tanya (Name). Kening Kaori berkerut.

"Tidak, kenapa aku harus memanggilmu?"

"Eh? Yang benar?"

"Benar kok, kau kan sudah menyelesaikan semua tugasmu, untuk apa aku memanggilmu?"

Kali ini (Name) yang mengerutkan keningnya.

'jadi, tadi Akaashi-san bohong padaku? Kenapa?'

𝐁𝐨𝐫𝐢𝐧𝐠 ✔︎Where stories live. Discover now