Epilogue: White Shilouette

Start from the beginning
                                    

"Bantal kehamilan itu ... benar-benar ide yang luar biasa," ujar Jungkook lagi, "bagaimana bisa kau memikkirkan hal-hal semacam ini?" Dia meletakkan selembar lapisan *fondant yang sudah dipersiapkan ke dalam piring khusus, lalu bersiap membentuknya dengan sebilah pisau kecil selagi Taehyung masih berdiri memerhatikan di sisi seberang counter.

(*lapisan tipis yang padat dan manis berbentuk lembaran yang biasanya digunakan untuk menghias kue)

Untuk menjawab pertanyaan Jungkook, Taehyung mengangkat bahu, "Hanya merasa itu memang hal yang harusnya dilakukan," jawabnya.

Gerakan tangan Jungkook terhenti. Pisau dekoratif khusus kue yang sedang digenggamnya hanya menggantung di atas permukaan fondant. Taehyung tidak pernah benar-benar mengalami bagaimana rasanya mendampingi wanita yang dicintainya melalui masa kehamilan dengan baik, suatu hal yang bagi Jungkook teramat membahagiakan. Dia pikir, mungkin alam bawah sadar pria itu masih merindukannya. Laki-laki mana yang memikirkan bantal tidur untuk kehamilan? Belum lagi di hadapannya, pandangan Taehyung mendadak kosong. Pria itu menatap kue yang sedang Jungkook hias, tapi dengan sorot yang terlihat hampa.

"Pernah memikirkan untuk memiliki bayi lagi?"

Lamunan Taehyung terputus. "Maaf, apa?"

"Tuan Ahn, kau terlihat siap untuk memiliki bayi lagi."

Taehyung terperanjat. Selama lima detik dia hanya menatap Jungkook tanpa sanggup memberi balasan.

"Maaf kalau perkataanku sedikit lancang dan terlalu mencampuri urusan pribadimu," sebut Jungkook lagi. Dia menyelimuti kue dengan lapisan fondant yang sudah dibentuknya sedemikan rupa, lalu beralih pada mangkuk berisi semacam cairan berwarna biru tua yang terlihat kental.

"Tidak, tidak. Aku tidak keberatan sama sekali," ujar Taehyung.

"Jadi?"

Taehyung mendesah berat. "Ya, aku siap untuk memiliki bayi lagi. Maksudku, siapa yang tidak mau memiliki anak secemerlang Kaito?"

Jungkook tersenyum dengan dengkusan yang pelan. Dua tangannya cekatan menuangkan lapisan kental itu pada kue hingga membuat permukaannya mengilap. "Dia sudah delapan tahun, mulai memasuki fase pencarian jati diri, dan itu sedikit membuatku pusing. Dia banyak bertanya--selalu banyak bertanya. Jawaban apa pun yang kuberi tidak pernah membuatnya puas. Anak itu tumbuh menjadi pribadi yang jauh lebih kritis dibanding anak-anak seusianya."

Jungkook menggeleng-geleng kecil sambil tertawa pelan, dan itu membuat pria di hadapannya tersenyum hangat. Taehyung teringat pada perdebatan kecilnya dengan Jimin tentang kemungkinan sosok yang menjadi ibu Kaito. Saat itu, dia lega bukan main ketika mengetahui bahwa Kaito adalah anak Jungkook bersama Marin. Namun di sisi lain, sebagian kecil dirinya ingin situasi menjadi sebaliknya.

Taehyung merasakan hatinya perih. Dia merindukan kehadiran seorang bayi lagi.

Tuan Ahn?

"Tuan Ahn?"

Taehyung terlepas lagi dari lamunannya. Suara Jungkook yang ternyata sudah memanggilnya berkali-kali lekas menyadarkannya.

"Y-ya?" jawab Taehyung terbata.

"Bagaimana? Kau suka?"

Pandangan Taehyung jatuh pada sebulatan besar kue yang sudah dihias oleh lapisan mengilap seperti lukisan galaksi. Berwarna biru tua dengan bias hitam keunguan, juga titik-titik putih bak bintang yang tersebar di langit.

"Bagaimana caramu melakukannya secepat itu?" tanya Taehyung takjub.

"Aku tidak melakukannya dengan cepat, kau yang sepertinya meninggalkan bumi sedikit lama," goda Jungkook.

The Scar We Choose ✔Where stories live. Discover now