1#detik waktu

22 12 3
                                    

Disini aku terdiam, begitu terpuruk dengan keadaan yang semakin menyedihkan. Mataku menatap lekat jam dinding dirumah sakit yang terus berdetak setiap detiknya, seperti sengaja berdetak untuk menunggu kapan kiranya aku akan pergi dari sini. Namun detakan itu tak berirama dengan suara jantung yang terdengar dari alat pemantau disamping ranjang.

Kedua mataku perlahan beralih menatap nanar ketika pemuda yang sedang tidur dengan posisi duduk didepanku ini terasa bergerak. terus saja mengeratkan gengaman telapak tangan kiriku, Seperti takut kalau aku akan kabur saja dari hadapannya. Padahal ia tau betul kalau aku bahkan tak mungkin bisa meninggalkan tempat ini barang sejengkalpun. Ya dia sangat tau itu

Kau memang makhluk paling menyebalkan yang perna aku temui dibumi, egois sekali sikapmu ini hingga membuat air mataku lagi dan lagi mengalir membasahi bantal. Yang dasarnya memang tak perna kering sejak kedatanganmu.

Kenapa kau datang disaat nafasku hanya tinggal hitungan jam? Kenapa meninggalkan pernikahanmu? Kau bodoh! Benar-benar bodoh! Kenapa harus menjadi polisi jika bodoh seperti ini? Kenapa bercita-cita menjadi penjaga kedamaian jika kau bahkan tak bisa membuatku tetap berada disini? Disisimu.

Kenapa baru sekarang? Kenapa? Apa otakmu masih ada pada tempatnya? Kau taukan kalau sekarang aku tak lagi membutuhkanmu.

pulanglah... Aku mohon.

Lanjutkan pernikahanmu, pernikahan kalian, pernikahan yang direstui semua orang. Orang tuamu. Jangan beratkan aku lagi dengan dosa lain.

Tuhan memang benar-benar sesayang ini denganmu. Ia telah berbaik hati menyingkirkan benalu sepertiku. Kenapa kau malah berbalik arah? Apa yang salah darimu atau harapkan dariku?

Sial. Melihatmu selemah ini membuat tubuhku ikut-ikut lemah. Ah aku ini memang seperti ini kan?

Kucoba menekan daerah jantung dengan tangan kiri yang terpasang infus untuk menahan rasa sakit didada. sebisa mungkin meringkuk kecil agar tak mengeluarkan suara berisik. Takut sekali aku ini kalau kau sampai terbangun barang sedetik saja.

Aku sudah terlalu lemah untuk melihat air mata yang sebelumnya tak perna jatuh itu kembali membasahi wajahmu seperti tadi pagi.

Kau lelaki. Kau seorang polisi. Tegarlah, jangan sepertiku. Tolong Jangan lemah pak. Aku ini tak layak untuk kau tangisi. Aku tak layak lagi, bahkan untuk berdiri tegak atau sekedar melempar senyum pura-pura padamu. Sungguh aku tak layak.

Tapi tolonglah beri izin kepadaku untuk yang terakhir kalinya mengingat lagi bagaimana kisah kita berdua dapat terjalin. Bagaimana jalan kehidupanku sebelum dan sesudah mengenalmu juga bagaimana aku mulai jatuh lagi, cinta terhadap seorang pemimpi seperti dirimu.

AKU (Benci TUHAN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang