kenyataan

7.3K 246 3
                                    

Elvira

Ini seperti mimpi bagiku, bagaimana tidak secara bersamaan sakit dan bahagia itu menimpaku. Aku masih tidak bisa terima jika dia yang benar-benar ku cintai kini telah meninggalkanku sendirian, yang lebih menyakitkan lagi adalah dia pergi setelah aku sah menjadi istrinya. Tidak ada yang lebih menyakitkan dari ini, sekalipun maut datang padaku sekarang juga.

Aku tahu aku kini egois tidak mau mengihlaskan dia, tentu saja aku tidak akan bisa ikhlas dengan keadaan seperti ini. Fardan Ali Syahbi, pria pertama dalam hidupku yang mengajariku arti cinta. Membawaku menikmati indahnya warna-warni kehidupan. Dan berakhir dengan penderitaan dan sakit hati.

"Vira, Mami mohon nak ayo makan. Sejak seminggu yang lalu kau hanya makan dua kali saja." Apa sekarang aku harus perduli dengan makanan-makanan yang bahkan tidak membuatku baik-baik saja.

"Vira tidak lapar Mi, Vira hanya ingin istirahat," aku menarik selimut menutupi tubuhku.

Ya aku sekarang tinggal dengan orangtuaku. Awalnya aku tidak ingin tinggal disini tetapi kejadian seminggu yang lalu membuatku harus kembali kerumah Mami sama Papi.

Flassback

Aku duduk di taman depan rumah Fardan, berharap pagi itu aku akan sanggup memulai hidup ku yang baru tanpa adanya Fardan di kehidupanku lagi. Berharap aku bisa menerima kenyataan jika aku sekarang seorang randa muda yang di tinggal mati oleh suaminya.

Menengadah menatap langit yang mulai membiru, berharap kehidupanku secerah mentari pagi. Memejamkan mata berharap ini sebuah mimpi, dia tidak benar-benar pergi dari hidupku. Dan dia akan mengecup keningku seperti kebiasaannya ketika aku membuka mataku.
"Hmm jeung, kalian tahu tidak jeung Talia kehilangan putranya saat menantunya menginjakkan kaki pertama kali di rumah setelah pesta pernikahannya," Aku berusaha menutup telinga seolah-olah kata-kata itu tak pernah aku dengar.
"Iya jeung, dan itu menunjukkan jika wanita itu bukan wanita baik. Kalau kata ibu mertuaku sih itu namanya pembawa sial. Dan kalian tahu jeung wanita seperti itu tidak layak di jadikan istri," suara lainpun ikut menyahut.
"Iya jeung, kalau aku sih takut memiliki menantu seperti itu." Suara lain lagi. Aku membuka mata perlahan dan menatap ke tiga wanita itu sendu.

Tahukah kalian jika aku tidak pernah mengharapkan hal seperti ini terjadi padaku? dan tahukah kalian jika aku juga ingin bahagia?
"Lihat jeung, bukannya mikir dia malah menatap kita," aku tergugu di tempatku.
"Memangnya apa yang bisa di lakukan wanita yang kehilangan suami bahkan sebelum dia menjadi ibu. Dia tidak akan tahu seperti apa penderitaan yang di alami oleh Talia," aku kesal.
"Apa kalian semua berpikir jika aku menginginkan ini? Asal kalian tahu aku tidak pernah menginginkan menjadi penyebab kesedihan orang lain maupun diriku sendiri," aku tidak tahan lagi mendengar ocehan mereka.
"Berharaplah anak perempuan kalian memiliki nasib lebih baik dariku." Aku berlari memasuki rumah Fardan.
"Vira kamu kenapa nak?" Itu suara Mama Talia, aku terus berlari ke kamar Fardan.

Ku ambil Iphone ku menekan nomor Mami, tersambung. "Mami jemput Vira sekarang," aku langsung menekan akhiri sebelum Mami menjawab telphone ku. Ku kemasi semua barang-barangku dan duduk di atas tempat tidur.

Aku kembali menangis, hatiku sakit. Bahkan rasanya aku tidak bisa lagi berdiri diatas kakiku sendiri. Apakah mereka tidak memikirkan jika anak mereka yang mengalami yang ku alami? Apakah mereka tidak punya hati barang sedikit saja.
"Sayang apa yang terjadi?" Mami menangkup kedua pipiku.
"Vira lebih baik tinggal dengan Mami, karena Vira hanya akan menyebabkan Mama Talia sedih. Vira yang sial Mi, Fardan pergi karena kesialan yang Vira miliki," aku memeluk ibuku dengan erat.
"Mama tidak pernah berpikir demikian sayang, Mama tahu. Tuhan lebih sayang dengan anak Mama, itu sebabnya dia pergi," aku menatap Mama sedih.
"Tapi orang lain mengatakan pada Vira, kalau Vira hanya akan membuat Mama semakin sedih. Vira akan kembali dengan Mami, karena Vira sekarang bukan tanggungjawab Mama lagi," ujarku untuk tetap bisa kembali pada keluargaku.
"Tetapi, apa Vira tidak mau tinggal untuk beberapa hari lagi sayang?" Tanya Mama Talia lagi. Aku menggeleng keras, aku tidak sanggup jika tiap hari harus mendengar semua ocehan-ocehan wanita itu.
"Baiklah, tetapi Mama mohon jangan pernah lupakan Mama sayang," ujar Mama Talia, aku hanya mengangguk.
"Kalau begitu kami permisi jeung. Kami sekeluarga meminta maaf yang sebesar-besarnya jeung," Aku memeluk lengan Mami erat. Mama Talia mengecup keningku sebelum aku dan Mami benar-benar pergi.

Senandung Doa CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang