Chapter 2

354 74 25
                                    

Army just received a not-so-good news this evening. So, get well really soon, Jimin. We've been missing you a lot :')))

 We've been missing you a lot :')))

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

-

Kata orang, dunia itu hanya selebar daun kelor.

Seandainya itu benar, bisa bayangkan sesempit apa Jakarta? Jari kelingking mungkin lebih panjang.

Kesannya konyol, ya? Tapi, kalau dipikir-pikir, mungkin ada benarnya. Entah dunia yang sempit, atau realita yang senang mempermainkan manusia dalam pertemuan-pertemuan bernama "kebetulan".

Now I'm sound like a high person. Percayalah, nggak. It takes money to get high, and I'm not into it. Punya uang pas-pasan ternyata ada untungnya. Sempitnya Jakarta membuat kita bisa menemukan banyak hal dalam kebetulan. Sayangnya dalam kasusku, kebetulannya nggak bagus-bagus banget. Karena yang kutemukan justru masa lalu dalam wujud seorang Aryan Dewa Karunanidi.

Sebelum aku bekerja di Abreviasi, aku sudah mengenalnya lebih dulu. Bukan sebagai graphic designer, melainkan sebagai kakak tingkat di UKM yang sama: fotografi.

Alasanku bergabung sebenarnya nggak lebih dari terseret oleh para senior yang super ambisius saat perekrutan. Pengalamanku dengan kamera nol besar, kecuali kamera ponsel QWERTY masuk dalam hitungan. Bisa dibilang aku terjebak awalnya, hingga aku cukup menikmati satu semester yang kuhabiskan di sana.

Seenggaknya, awalnya kupikir begitu.

Dari semua kakak tingkat di UKM fotografi, bisa dibilang Aryan yang paling ramah. Dia juga yang mulai mengenalkanku pada keajaiban lensa. Aku yang awalnya merasa tersesat, perlahan mulai merasa fotografi mungkin bisa untuk semua orang, termasuk diriku.

"Setiap detik itu punya cerita, Mil," kata Aryan sewaktu kami hunting foto di Kebun Raya Bogor. Nggak kusadari dia berhasil memotretku dengan polaroid camera, lantas menyodorkan hasilnya padaku. "Sisanya tergantung cara kamu mengabadikan momennya."

Komentar itu memberikan motivasi ganjil, membuatku mulai memotret apa saja, kemudian mencantumkannya di blog pribadiku. Sebuah keisengan yang lama-lama kunikmati. Nggak jarang, aku mengirim hasil jepretanku pada Aryan, kemudian dia akan membalas dengan masukan-masukan, laman berisi referensi fotografi, atau ajakan untuk pergi photo hunting berdua saat weekend.

Hal itu boleh saja sederhana, tapi berkesan bagiku. Aryan seperti uluran tangan yang membuatku keluar dari kubangan, gerbang untuk mulai berinteraksi lebih jauh. Setelah di bangku sekolah aku merasa hanya punya satu teman yang kebetulan tetanggaku, kali ini aku bisa memasukkan nama baru dalam daftar pertemanan.

Kukira begitu, sampai obrolan para "tetua" UKM nggak sengaja kudengar.

"Lo sama Mila udah sedekat apa sih?" Itu kalimat pembukanya.

Nggak lama, suara santai Aryan terdengar. "Yah, biasa aja sih."

"Lo berniat nyambar?"

"Nyambar gimana maksudnya?"

Love, But Don't Say The Word [On-Hold]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora