01 : Asap Pembakaran

Start from the beginning
                                    

Ketika jiwa yang hidup meninggalkan tubuhnya. Tubuh itu mati. Tetapi jiwa tetap hidup. Ia tidak mati. Menetap dalam ruang waktu yang tak terbatas dalam ukuran. Itu merupakan satu esensi. Seluruh mahluk di dunia memiliki jiwanya sendiri.

Lalu bagaimana dengan dia?

Hutan itu didekap sunyi. Sementara udara beraroma debu dan asap pembakaran menggantung di atas tanah. Aroma kematian yang naik dari permukaan tanah hitam legam. Di atas sana, hamparan angkasa malam tersaput gumpalan hitam, di mana sang rembulan berlayar dari balik awan-awan yang memencar.

Seorang pria berpakaian hitam berdiri sendirian dalam kebekuan, dan detik berikutnya, kedua kakinya yang gemetar jatuh berlutut di tanah berdebu. Dia mendongak sekilas pada rembulan, menatapnya, seakan melihat pantulan wajahnya di sana. Pucat dan lelah.

Dengan jubah terkoyak dan helaian rambut melekat di satu sisi wajah, dia mengedarkan pandangan ke serata kegelapan. Matanya memerah dan terluka. Memohon dan pasrah.

"Yang Mulia!"

Suaranya menggema di seluruh lembah, memantul, dan perlahan menghilang.

"Yang Mulia, apa kau bisa mendengarku?"

Senyap tak menjawab. Kepak sayap kelelawar menggelepar. Ditingkahi kaok burung gagak di balik rimbun dedaunan. Mata-mata mereka berkilau ganas, menatap pria itu penuh kebencian.

"Yang Mulia!"

Sekian detik terulur dalam keheningan yang mencekam, suara gema tawa tiba-tiba melayang di udara terbawa angin musim gugur. Tawa panjang bernada pahit, tajam menyayat kesunyian. Pria berjubah hitam terkesiap. Serpih dedaunan hangus beriak, serangga menghentikan nyanyiannya, dan hembusan angin seakan mengambang penuh keraguan. Pria itu menahan napas.

"Kau masih hidup?" suaranya kali ini dialiri getar harapan.

Tawa menakutkan itu perlahan memudar, berganti gema suara. Dingin, tenang, penuh wibawa, dan kejam. Suara yang sanggup memukul jantungnya.

"Aku tidak hidup, tidak juga mati. Aku hanya ... berada di sini."

Sepuluh tahun kemudian

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Sepuluh tahun kemudian

Pagi yang berkabut di gunung Qingshan, Li Lian Hua akhirnya mendengar kabar baik dari salah seorang prajurit yang mengawal perjalanan sulit mencari bunga langka Wangchuan. Mereka tengah berlomba mencari obat mujarab untuk penyakit kaisar yang tak kunjung sembuh dalam waktu yang cukup lama. Tabib terbaik di seluruh negeri telah dikerahkan, dan hasilnya belum memuaskan. Seorang ahli pengobatan yang hebat menemukan resep ramuan langka yang diracik dari bunga ajaib bernama Wangchuan. Meramu obat itu tidak mudah, dan mencari bunga Wangchuan lebih sulit lagi.

𝐅𝐨𝐫𝐞𝐬𝐭 𝐨𝐟 𝐈𝐥𝐮𝐬𝐬𝐢𝐨𝐧 (𝐅𝐞𝐢𝐡𝐮𝐚) Where stories live. Discover now