ACT - II : You Are Precious

615 139 8
                                    

⚠️ADA SEDIKIT PERUBAHAN DI PART SEBELUMNYA⚠️
















Sakura sedang memutar otak. Rasanya di kepalanya terlalu banyak beban yang harus dipikirkan dan diselesaikan.

Menjadi seorang yang merupakan penanggung jawab di rumah tidaklah mudah. Apalagi Ayahnya itu semaunya. Tidak bekerja namun memaksa Sakura untuk bekerja dan putus kuliah.

Menyebalkan? Tentu saja. Tetapi itu adalah orang tua Sakura.

Ibunya sudah meninggal semenjak beberapa tahun yang lalu karena sakit yang dideritanya secara diam-diam. Ibunya bukanlah orang yang pemarah, beliau lebih memilih untuk diam ketimbang meluapkan emosinya.

Sesekali Sakura melirik ke arah arloji di tangan kirinya, sebentar lagi waktunya untuk bekerja. Pekerjaan Sakura untuk siang hari adalah menjadi guru les piano, sedangkan saat malam hari, dia akan bekerja di sebuh kafe menjadi salah satu anggota pianis.

Perlu diingat bahwasannya seorang pemusik dianggap sangat berharga di kotanya, oleh sebab itu gaji yang diberikan termasuk lumayan. Pun bakat yang Sakura miliki itu termasuk sangat baik.

Sakura menghabiskan waktunya bekerja menjadi guru les piano dengan baik. Anak didiknya berterima kasih sekali karena sudah mengajarinya dan Sakura senang akan hal itu. Terkadang Sakura sendiri bingung, kenapa orang lain lebih menghargai dirinya dari pada keluarganya sendiri. Padahal keluarga adalah manusia yang paling dekat dengan kita.

Tak terasa hari sudah hampir malam, Sakura melajukan sepeda motor yang dia beli dengan usahanya sendiri walaupun hanya motor bekas. Selagi itu masih berfungsi dengan baik, kenapa tidak?

Jalanan begitu ramai, langit-langit berwarna oranye menghiasi sore hari itu. Senyuman Sakura mengembang hanya karena melihat semesta berwarna oranye yang kini tengah menghiasi bumi. Sakura berandai-andai jika dirinya akan bebas nanti dari Ayahnya. Hidup seorang diri dengan damai dan tentram.

Sakura kembali lagi ke realita, dirinya sudah sampai di parkiran kafe tempat pekerjaannya malam ini. Syukurnya, kafe tidak selalu ada tampil musik seperti ini, biasanya hanya akan dilaksanakan mulah dari hari kamis sampai sabtu.

Senyuman Sakura mengembang melihat salah satu teman yang berbeda tiga tahun darinya, "Hai Eunbi, nggak pulang?"

Eunbi membalas balik senyuman Sakura tadi, "Sebentar lagi, sekitar jam tujuh."

Sakura melirik ke arah arlojinya, itu sudah pukul enam lewat lima belas menit, "Oh begitu..., hati-hati di jalan."

"Iya. Lo semangat ya tampil malam ini."

Sakura mengangguk. Kemudian Sakura berjalan menuju ke atas panggung. Dirinya duduk di atas kursi, lalu dia menaruh tasnya di samping piano. Pengunjung belum berdatangan, alhasil dia berlatih dahulu sebentar. Memastikan jika dia nanti bermain dengan baik saat tampil.

Jarinya dengan lihai menyentuh tuts piano. siapa saja akan menatapnya kagim karena permainan Sakura yang luar biasa. Itulah yang disebut bakat. Juga Sakura punya keyboard di rumahnya. Lagi dan lagi dia beli sendiri.

Tak lama, Eunbi pamit pada Sakura karena waktunya untuk pulang. Keadaan kafe masih belum terlalu ramai, malah bisa dihitung pakai jari.

Sakura ingin keluar sebentar karena ponselnya yang ada di dalam tas begertar. Sakura izin untuk keluar melalui pintu belakang. Bagian belakang kafenya ini salah satu yang terseram bagi sebagian besar pegawai kafe yang bekerja di sana karena mereka pernah beberapa kali melihat penampakan.

Tertera sebuah nomor telfon yang tidak dikenalinya. Sakura pikir itu Ayahnya, tetapi ternyata bukan. Baru saja Sakura ingin masuk ke dalam kafe, ponselnya bergetar lagi. Masih dengan nomor yang sama. Alhasil Sakura menjawabnya karena dia sedikit kesal dan juga penasaran.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 27, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

twelve film | izoneWhere stories live. Discover now