Jimin pun mendekat dengan mimik wajah yang kurang menyenangkan, "Sudah berapa kali aku katakan, jangan berhubungan dengan orang ini! Kau masih saja melawan perkataanku?!"

Jisoo segera bangkit memeluk kakaknya, "Oppa, maafkan aku. Aku hanya meminta bantuan padanya untuk mendaftarkanku sekolah di SMA VICTORY, selebihnya aku tidak–"

"Apa kau bilang?! Jadi orang yang membantumu adalah orang ini? Kenapa? Kenapa kau melakukan semua ini Jisoo?! Dia adalah orang yang membuat ayah kita meninggal!"

"Aku ... aku tidak punya pilihan lain, hanya dia yang bisa membantuku."

"Jimin, jangan salahkan adikmu. Dia hanya–"

"Aku tidak ingin mendengar suaramu!" Sentak Jimin, "Tuan Joon, jangan mendekati keluargaku, mengerti?!" Sesaat kemudian bibir Jimin tertawa, "Ayah dan anak sama saja. Sama-sama membuat hidupku tertekan. Apa kau tahu apa yang telah dilakukan putrimu padaku? Dia sering menghinaku, menyebutku parasit dan banyak hal lagi! Jika mengetahui bahwa ayahnya adalah seorang pembunuh, entahlah apa yang akan terjadi setelahnya... oh Mr. Joon...."

Ucapan Jimin merupakan suatu kutukan bagi Joon, ia sangat menyayangi putri tunggalnya itu. Ia tidak ingin apabila Jennie tahu bahwa ayahnya yang telah membuat ayah kandung Jimin meninggal karena sebuah insiden kecelakaan.

"Jimin-ah, aku mohon jangan katakan apapun pada putriku. Aku akan melakukan apapun yang kau inginkan asal ... Jennie tidak mengetahuinya."

"Entahlah ... aku akan memikirkannya." Ucap Jimin, lalu ia menggenggam tangan Jisoo, menuntun adiknya itu agar mengikuti langkahnya. Supaya adiknya ini tidak lagi berurusan dengan seseorang yang sangat ia benci.

Saat mereka sudah jauh dari sisi Joon, Jimin kembali memfokuskan dirinya pada adiknya. "Apa dia menyakitimu? Tidak kan? Aku melihatmu menangis."

Jisoo menggelengkan kepala pelan, tetapi Jimin tidak sebodoh itu. Ia tahu adiknya itu berbohong, "Apa yang dia lakukan padamu?!"

"Tidak ada." Jawab Jisoo lagi, datar. "Jangan membahasnya lagi, aku mohon."

Dengan segera Jimin memeluk tubuh adiknya yang semakin menggigil, "Teman-teman sudah menunggu, baiknya kita pulang."

Jisoo pun mengangguk sambil merekatkan tubuhnya itu pada kakaknya.

Dalam setiap langkah kakinya, bayang-bayang sang ayah muncul dengan sendirinya. Jimin masih ingat saat dimana orang yang telah menabrak ayahnya hingga meninggal itu bebas dari jeratan hukum.

Sampai sekarang ia masih tidak mengerti mengapa ibunya memaafkan kesalahan orang itu, yang membuatnya jengkel adalah mengapa orang itu selalu muncul menemui Jisoo, mengusik hidupnya bahkan bersikap seolah-olah bahwa ia adalah ayah kandung Jisoo.

Jimin sama sekali tidak menyukai belas kasihnya, sedikit pun.

Aku akan membalasnya, aku bersumpah!

Tiba-tiba saja, pikiran Jimin tertuju pada Jennie. Sepertinya gadis itulah yang akan menjadi sasaran empuk baginya.

__________

Seokjin kembali dengan membawa berbagai macam makanan, saat sampai di sana Jisoo sudah tidak ada.

"Jisoo?"

"Jisoo-"

Seokjin menghela napas panjang,
"Apakah aku terlalu lama?" Lelaki itu pun mendaratkan pantatnya di atas pasir, "Apa mungkin dia sudah pulang?"

ATTENTIONTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon