Love is not Simple [part 2]

3.1K 56 1
                                    

"meski kau yang membuatku menangis, namun kau pula lah yang membuatku tersenyum"

---o0o---

Fahza VOP
Samar-samar aku mendengar adzan shubuh menggelitik indra pendengareanku, seperti biasa aku segera bangkit dan berniat segera pergi mengambil air wudhu, tapi kali ini ada yang terasa berbeda, aku tertegun melihat sesosok manusia tengah tidur dengan nyenyaknya di ranjang yang biasa aku tempati, malam tadi, dan malam-malam selanjutnya aku lebih memilih tidur di sofa, bukan karna aku merelakan ranjang ku di bajak oleh pria bodoh ini, tapi aku lebih memilih mengalah ketimbang harus berebut tempat tidur, Seorang tuan muda mana mungkin rela tubuhnya harus tidur di sebuah sofa yang akan membuat seluruh badannya terasa sakit. Atau mungkin malah yang lebih parah adalah harus berbagi tempat tidur dengan pria itu,
Komitmenku sudah bulat, aku tak akan membiarkan ia menyentuhku, apalagi dalam situasi seperti ini, tak ada cinta di antara kita, dan sebuah nafsu terlalu konyol jika aku harus menggadaikan harta paling berharga dalam hidupku, yang ku jaga sebisa mungkin untuk orang yang ku cintai.
Mungkin boleh saja aku bersedia menikah dengannya, tapi bukan berarti ia bisa melakukan apa saja yang ia suka, termasuk memuaskan nafsunya,
Bukankah jika aku menuruti sebuah nafsu, itu malah akan memperburuk keadaan, dan nafsu itu begitu halus, menelusup begitu mudah, sangat tipis perbandingannya dengan cinta.
Perlahan aku menghampiri pria itu, ahhh... maksudku suamiku, sedikit menggoyangkan bahunya agar terbangun dari mimpi indahnya.
“Mas... udah shubuh, bangun...” ia masih diam, tak ada reaksi yang ia tunjukan,
“Mas... Mas Wildan bangun, udah shubuh mas, aku mau berjamaah di mushola” kembali ku goyangkan bahunya.
Ia sedikit menggeliat, sedikit membuka matanya, tapi tak berlangsung lama, karna setelah itu kembali terpejam..
“hmm....” suara seraknya terdengar begitu parau, sarat rasa kantuk masih mendominasi.
“udah adzan shubuh, ayo kita ikut berjamaah ke mushola”
“hmmm....” ia hanya menganggukan kepalanya yang masih menempel di bantal.
Aku segera beranjak dan berbaik ke arah kamar mandi, membasuh muka dan segera mengambil air wudhu. Setelah selesai aku kembali ke kamar dan mendapatinya kembali tertidur..
“ya!!! Mas Wildan, ayo bangun.. sholat dulu, udah itu tidurnya boleh di lanjutin” ucapku menghampirinya.
Ia menghela nafas berat sebelum matanya terbuka sempurna dan beranjak dari tidurnya, melawatiku dan menghilang ke kamar mandi. Aku sedikit menyunggingkan bibirku, tingkahnya terlihat lucu.
“tunggu aku” ucapnya sebelum ia benar2 menutup pintu kamar mandi.
Aku segera mengambil mukena dan memakainya, tak lupa aku juga menyiapkan baju kokok untuknya, segera ia pakai baju itu dan mengambil sajadah, kami keluar dari dalam kamar secara bersamaan, ruangan rumah sudah sepi, mungkin yang lain sudah terlebih dahulu pergi ke mushola yang berada tak jauh dari rumah, hanya terhalang beberapa rumah saja.
Beruntung kami belum terlambat dan masih bisa mengikuti sholat berjamaah ini.
--000---
“lah pengantin baru Kenapa ikut berjamahaah, emang kalian gak capek semalem??” tanya ibu sambil tersenyum penuh arti, aneh, memangnya kenapa kalo pengantin baru ikut berjamaah, apa salah?? Batinku. kami tengah berjalan pulang menuju rumah setelah sholat tadi.
“emangnya kenapa??? Gak boleh yah kalo pengantin baru mau sholat berjamaah di mushola??” tanyaku,menyuarakan hatiku,
“bukan begitu, hanya saja, mengingat kegiatan kalian semalam apa tidak capek??”
“enggak biasa aja, bangun tidur, capeknya udah ilang kok bu...” ucapku jujur, yah... sekalipun kemarin sangat lelah, tapi setelah dibawa tidur capek itu hilang dengan sendirinya.
“ah..... yah,,yah..yah... ibu juga ngerti, maklum pengantin baru itu semangatnya masih menggebu-gebu, dulu waktu ibu masih pengantin baru juga gitu, gak pernah ngerasa capek, malah yang ada selalu semangat”
Lah ini ibu ngomong apaan sih makin aneh, semangat menggebu-gebu, gak pernah capek, selalu semangat. Ya Allah aku rasa ibu ngira semalem aku sama mas Wildan ngelakuin yang “iya-iya”.
Aku melihat ayah mengulum senyumnya, Aish... kenapa orang tua ku jadi aneh begini. Sementara itu Mas Wildan hanya bisa menunduk, apa dia masih ngantuk?? =_=”
“ihh... ayah sama ibu sama aja” sungutku, dan jalan mendahui mereka,

----000---
Pagi ini adalah hari pertama ku menjadi seorang istri, tadi setelah sholat subuh ibu menyuruhku menyiapkan sarapan untuk Mas Wildan, menyuruhku untuk melayani suamiku sebaik mungkin, di tambah pagi ini ibu dan ayah akan pergi keluar kota selama beberapa hari, mengantar sanak saudara yang kemarin datang di acara pernikahanku,
Menu hari ini aku menyiapkan hal yang paling sederhana, nasi goreng dan segelas susu hangat. Aku berharap ia menyukainya.
“sedang apa?” sebuah suara mengagetkan ku, aku membalikan badan dan mendapati ia tengah berjalan menghampiriku.
“pagi ini sarapan nasi goreng. Oke” ucapku semangat.
“hmm.... tak masalah” ia mengendikan bahunya, “ahh... berapa kau masukan cabainya??”tanyanya
“delapan, cukupkan??”jawabku sambil mulai memasukan bumbu.
“delapan??? Apa itu akan terasa pedas??”
“hmm... malah sangat pedas” ucapku mantap, yah aku bukanlah gadis yang tahan pedas, sebenarnya tadi aku hanya ingin memasukan dua cabai saja, tapi karna aku tau Mas Wildan menyukai pedas aku menambahkan takaran cabainya.
“aish.... dimana cabainya, aku ingin tambah” ia berjalan ke arah kulkas. Dan mengambil beberapa buah cabai lagi,
Tunggu ini bukan beberapa, tapi ini hampir satu genggeman tangan ku...
“Ya!!! Kenapa cabainya banyak sekali... kau ingin mati di hari pertamamu menjadi seorang suami hah?”sungutku memarahinya “taruh lagi di tempat semula” lanjutku
“kau ini, ini hanya sedikit, aku suka pedas Fahza”
“tapi ini masih pagi Tuan wildan”
“tapi aku ingin yang pedas” ia merajuk seperti anak kecil, bibirnya ia majukan, terus mendumel.
“akan aku tambah tapi tak sebanyak itu” ucapku tegas, aku hanya tak ingin mengambil resiko, menjadi tersangka utama jika terjadi apa-apa dengan pria satu ini, bagaimana jika besok beredar surat kabar, “seorang CEO muda meninggal dunia di hari pertamanya menjadi suami karna keracunan makanan, dan penyebabnya adalah sang istri yang terlalu banyak memasukan cabai di makanan sang suami” begitu kira-kira isinya.
Cukup ini terlalu berlebihan,dan imajinasiku mulai liar berfikir yang tidak-tidak. intinya aku hanya tidak ingin mendapat masalah dengan pria itu.
Setelah itu, dia hanya duduk di meja makan sambil mengawasiku, mungkin ia takut aku akan membohoginya, tapi tatapanya itu membuatku sedikit risih.
Setelah sedikit berjibaku dengan pekerjaanku ini, Dua buah piring nasi goreng sudah ada di genggaman tanganku, aku menyerahkan piring yang ada di sebelah kanan, yang ku pastikan itu sangat pedas, karna aku menambah sekitar sepuluh capai lagi, sesuai permintaannya.
Sementara piring yang kini hanya ada di genggamannku masih dalam tarap normal, sekalipun aku harus bertarung dengan rasa pedas, tau begini sekalian saja aku pakai dua capai sebelumnya.

---000----
Wildan VOP
Hari ini tepat seminggu setelah kami menikah kegiataku sehari-hari disini cukup terasa berbeda, dimana sekarang aku selalu sholat shubuh berjamaah di mushola dekat rumah, setiap pagi bercengkrama dengan para tetangga disekitar rumah kami , sementara “istriku” sibuk dengan pekerjaannya mengurus dapur.
Yah!! Kemampuannya dalam hal memasak tidak diraguan, ia pintar mengolah bahan makanan menjadi apapun.
Bukankah ini terlihat seperti sebuah pernikahan normal lainnya, tak akan ada yang mengira jika pernikahan ini hanyalah kedok kami yang ingin membahagiakan kedua orang tua masing-masing. Yah!! Terlihat seperti sepasang pengantin yang harmonis bukan..
Sebenarnya ia bukan tipe gadis yang terlalu mendramatisir keadaan, atau gadis yang aku bayangkan selama ini kaku dan sulit di ajak bicara, tapi ini malah sebaliknya ia malah sangat sulit untuk berhenti bicara, apalagi jika berdebat denganku, mudah tersenyum dan bersikap layaknya sebagai teman.
Teman!!! Yah.. aku rasa sekarang hubungan kami seperti teman, sekalipun status kami lebih dari itu, tapi kurasa seperti ini lebih baik. Menganggap hubungan kami sebagai teman, dan kurasa berteman dengan nya tidaklah buruk, ia mudah di ajak diskusi dan seorang pendengar yang baik.
Seminggu ini aku sama sekali mengambil cuti dari kantor dan menghabiskan waktu luangku hanya di dalam rumah, sekalipun begitu aku sama sekali tidak benar-benar meninggalkan pekerjaanku, karna sekali-kali aku tetap mengecek laporan yang dikirimkan sekertarisku, sementara gadis itu sudah memulai aktifitasnya mengajar dua hari yang lalu.
Aku baru tau ia adalah seorang pengajar di salah satu sekolah SMA, karna sebelumnya yang aku tau dia hanyalah seorang gadis yang sibuk mengurus butiknya.
Dan aku memutuskan hari ini mulai kembali bekerja di kantor, merasa tak enak hati terlalu lama mengambil cuti, sekalipun itu perusahaan milik keluargaku.

---000---
Sedikit risih ketika para karyawan banyak yang memperhatikanku, dan memberikn ucapan selamat atas pernikahan ku, bahkan sebagian dari mereka melihatku dengan tatapan iri.
Cukup lega setelah memasuki ruang kerja ku, aku sedikit melonggarkan dasi yang terasa sangat mencekik kerongkongan. Terdengar suara pintu terbuka dan mendapati Ryan tersenyum kearahku dengan tatapan menggoda, dasar sekertaris kurang ajar.
“apa liat-liat??” ucapku santai. Yah dia sahabat baik ku saat kuliah, dan sekarang bekerja menjadi sekertaris pribadiku,
“wah... aura pengantin baru itu memang beda yah?”
Aku hanya berdecak kesal dan lebih memilih memfokuskan pandanganku pada tumpukan kertas di hadapanku.
Ia berjalan menghampiriku, dan menjatuhkan tubuhnya tepat pada sebuah kursi. “bagaimana rasanya, coba ceritakan padaku, bukankah itu kegiatan yang sangat mengasyikan?”
“rasa?? Kegiatan?? maksudmu apa??”
“ahh.... pura-pura gak ngerti lagi”
Yaikz... aku tau maksudmu Ryan nugraha, malah sangat tau, kau itu adalah pria dengan tingkat kemesuman yang mesti di waspadai.
“udah sana kerja, ini bukan waktunya bergosip”
“heyy.... kau mulai main rahasia-rahasiaan denganku” ucapnya santai “apa perlu ku ajari beberapa variasi bercinta, ini sudah aku coba dengan istriku”
Aku menatap garang kearahnya, pagi-pagi begini dia membahas masalah bercinta, apa dia tidak tau bahkan kami tidur tidak seranjang, yah karna dia tidur di sofa.
“tidak perlu, aku punya gaya sendiri” jawaban macam apa ini, aku merutuki sendiri mulutku yang berbicara di luar kontrol.
“tapi aku lebih berpengalaman, jika kau merasa bosan dengan variasi gaya mu, aku siap memberikan solusi”
Aku menatapnya sejenak, menyunggingkan senyum mematikan ciri khas ku “pagi-pagi seperti ini apa kau tertarik jika aku memecat seorang karyawan yang sedikit mengganggu??”
Ia sedikit bergidik “ wah setelah menikah kau bertambah menyeramkan tuan Wildan”
“jadi, berhati-hatilah tuan Ryan” ku lemparkan seringan pembunuhku ke arahnya.
“ah... tapi sebelum kau menikah kau seperti begitu tertekan dengan gadis itu, aku malah membayangkan gadis macam apa yang kau nikahi, tapi setelah melihatnya di pernikahanmu, ternyata kau menikahi salah seorang bidadari.”ucapnya antusias, bahkan tatapannya begitu menjijikan ketika ia mengatakan “bidadari”
“pantas saja orang tuamu sangat menginginkannya menjadi menantu di keluarga kalian, selain cantik, sepertinya keyakinan pada agamanya kuat juga.” Tambahnya lagi.
“apa kau berfikir seperti itu?”
“hmm.... terlihat sexy dengan keanggunannya. dan aku pastikan gadis itu sangat lemah lembut bukan???”
Lemah lembut??? Mungkin... semua perlakuannya selama ini memang sangat baik, layaknya seorang istri yang melayani suaminya, ia juga menepati janjinya tak mencampuri urusan pribadiku, apalagi dengen Aulia.
Aulia?? Yah, aku hampir melupakan gadis itu, Sepulang dari kantor aku berniat menemuinya, gadis itu pasti merasa sangat terpuruk setelah melihatku seminggu yang lalu menyandang status suami orang lain.

---000---
Author VOP
Wildan memasuki salah satu apartemen mewah yang selama ini sering ia kunjungi, itu adalah apartemen yang ia belikan untuk gadisnya, Aulia, gadis beruntung itu, yang sangat Wildan cintai, tapi cinta mereka terhalang restu orang tuanya.
Mencari sosok wanita yang beberapa minggu ini ia rindukan, meskipun sebelum menikah ia telah mengatakan pada gadis itu, dan mereka membuat kesepakatan tak akan mengakhiri hubungan mereka karna mereka saling mencintai.
Sebenarnya bagi aulia, Wildan adalah tambang emas nya, ia sama sekali tak pernah berniat meninggalkan pria itu, sekalipun ia akan terpikat lelaki lain, karna wildan selalu memenuhi semua keinginannya, ia tak memungkiri pesona seorang Wildan.
Menjadi sebuah kebanggaan baginya menyandang status sebagai kekasih pria itu, sebelum pada akhirnya ia harus mendapat tamparan keras bahwa keluarga pria itu telah menjodohkannya dengan wanita lain.
“bagaimana pernikahanmu, apa begitu bahagia?” tanya aulia ketika ia tau bahwa wildan memasuki apartemennya,
Posisinya nya kini tengah duduk di depan televisi sambil memangku satu kakinya di kaki yang lain. Sedang tangannya menggenggam segelas wine.
“kenapa tiba-tiba mematikan ponsel seminggu ini? apa kau mencoba menghindariku?” tanya wildan penuh penekanana.
“kau masih bertanya? Wanita mana yang rela melihat kekasihnya menikah dengan wanita lain hah” kini suaranya terdengar lebih tinggi.
“bukankah kita sudah pernah membahasnya, ini hanya 6 bulan, dan itu tidak lama, setelah 6 bulan itu aku akan menjadi milik mu seutuhnya”
“bagaimana jika dalam 6 bulan, kau malah mencintai gadis itu?”
Wildan mengela nafas“dan itu tidak mungkin” kini aulia tak bergeming, ia hanya memilih terdiam, lelaki yang ia cintai, yang selalu ada disampingnya kapanpun ia mau harus rela di bagi dengan orang lain, dan egonya tak menghendaki bahwa apa yang ia miliki harus dimiliki orang lain pula termasuk berbagi kekasihnya Wildan.
“sudah berapa kali aku bilang, jangan konsumsi minuman seperti ini”wildan meraih gelas yang ada di genggaman gadisnya itu, gadis itu malah terisak, kebiasaan buruknya ketika ia sedih adalah dengan mengkonsumsi minuman beralkohol itu.
“aku membencimu, kau membuat hidupku hancur Mas, aku tak bisa hidup tanpamu...” aulia merangsek masuk dalam pelukan wildan, mencari sandarannya selama ini. dada bidang yang selalu ia rindukan.
Tangan wildan bergerak dan mengelus punggun kekasihnya itu. Mencoba memberikan kekuatan yang ia punya, sekalipun sebenarnya ia juga sama tak memiliki kekuatan menghadapinya, melihat kenyataan bahwa ia telah menyakiti hati gadis yang ia cintai.
“kau hanya perlu bersabar, dan aku akan kembali”
“kau harus berjanji” tegas Aulia. “hmm...” dan di saut dengan anggukan Wildan.

---000----
Dengan langkah gontai wildan memasuki pekarangn rumah, ia masih memikirkan gadisnya yang tadi ia temui dengan keadaan kacau.
Saat membuka pintu kamarnya, ia mendapati Fahza baru saja selesai melaksanakan sholat isya. Dan gadis itu menolehkan pandangannya kearah pintu dan mendapati suaminya dengan keadan yang cukup kacau.
“apa terjadi sesuatu di hari pertamammu kembali bekerja?” tanya Fahza menghampiri Wildan yang masih betah berdiri di ambang pintu
“6 bulan apa itu waktu yang lama?” Wildan malah bertanya dan mengabaikan pertanyaan Fahza barusan.
“6 bulan?? Yah... jika kita melewatinya dengan penuh keikhlasan maka semuanya akan terasa cepat, tapi ketika di lewati dengan kesedihan maka akan terasa lambat”
Seketika Wildan memandang Fahza tepat di manik matanya. “jadi intinya, tergantung orang itu menyikapi dirinya sendiri, apa mau terasa waktu itu berjalan lambat ataukah cepat” tambah Fahza.
Fahza meraih tangan wildan berniat mengambil tas kerja suaminya itu, “ada masalah dengan kekasihmu?? Yakinkan gadis itu, 6 bulan bukan waktu yang lama” seolah Fahza mengerti maksud pertanyaan aneh suaminya itu, 6 bulan, yah perjanjian mereka bukankah hanya 6 bulan.

----0000----

Fahza VOP
Setelah tadi menyuruhya mandi membersihkan badan, aku memilih membuatkann teh hangat untuknya, kuharap minuman ini bisa lebih membuatnya sedikit melupakan bebannya. Aku melirik jarum jam dan masih menunjukan pukul 8 malam, apa pria itu sudah makan? Ini kali pertamanya bekerja setelah kami menikah.
Clekk..... pintu kamar terbuka dan aku mendapati dia mengeringkan rambutnya, langsung saja ku sodorkan minumam ini tepat di depan wajahnya.
“Minum ini” titahku
“Nanti saja, aku tidak haus”
“Ayo minum saja, Aku jamin setelah minum ini kau akan lebih baik” ucapku menjanjikan.
“cihh... mana bisa seperti itu, aku sedang tidak mood bercanda”
“siapa bilang aku bercanda? Kau tau aku membuat ini dengan penuh perasaan, dan aku yakin semua hal yang kita lakukan dengan melibatkan perasaan pasti akan terasa lebih nikmat, ayo coba”
“mmm....ternyata hobimu itu selain membaca dan menonton drama korea, adalah memaksa orang lain”
“eyyy...... itu demi kebaikanmu juga, jangan tunjukan wajah memelasmu seperti itu lagi di hadapanku, kau membuatku takut tuan Wildan” yah!! Aku memang merasa kurang nyaman saat melihat wajahnya beberapa menit yang lalu.
Ia hanya terdiam sambil menyeruput teh hangt itu,
“bagaimana?? Mendingan??” tanyaku antusias, tapi yang ditanya hanya diam, malah tak memberikan respon, aku sedikit memukul lengannya, menunjukan rasa kesalku,
Dia malah tersenyum dan menyeruput teh itu lagi hingga habis. “rasanya tidak terlalu buruk”
“bilang saja kau haus, pura-pura bilang tidak lagi”
Ia mengacak rambutku, dan melempar senyuma nya, dan kembali menyerahkan gelas kosong itu ketanganku, “terimakasih” ujarnya sambil berlalu di hadapanku.
Sial!!! sepertinya hal yang paling harus aku waspadai adalah ketika ia tersenyum. Ya Allah kenapa senyumnya bisa semenawan itu. Haiks.... aku segera menggeleng-gelengkan kepala ku... ini gila.. yah, aku yakin ini gila...
“Fahza, kau kenapa” suara pria itu membuyarkan lamunanku.
“Ah.... tidak” ucapku kaku “Ah... Mas, kau sudah makan malam?? Perlu aku siapkan??”
Ia hanya menggelengkan kepalanya, “tadi sebelum pulang aku sudah makan”
“oh... syukur, baguslah kalau begitu” ucapku lirih dan kembali keluar kamar, untuk meletakan gelas kotor ini ke dapur.

--000---
“Apa kau sudah tidur” suara mas Wildan membuyarkan lamunanku, sekarang aku tengah bersiap dengan posisiku, menutup seluruh tubuh dengan selimut, cuaca akhir-akhir ini mulai dingin, yah!!! Wajar sekarang telah memasuki Musim penghujan
“belum”
“ayah sama ibu kapan pulang??” tanyanya.
“entahlah, mereka bilang sekitar dua bulanan, ingin menikmati suasana kampung halaman mungkin.” Ucapku, aku sendiri aneh kenapa tiba-tiba ayah dan ibu malah berniat tinggal lebih lama di garut, padahal bukankah niat awal mereka hanya ingin mengantar sanak keluarga.
“bukankah kita yang pengantin baru, kenapa malah mereka yang berbulan madu?” ucapnya lirih, dan aku hanya bisa terkekeh,
“memangnya buat apa kita bulan madu?? Menghabiskan uang saja, dan bukankah bulan madu itu hanya untuk pasangan suami istri”
Ia memiringkan posisi tubuhnya menghadap kearahku, dan hal sama telah aku lakukan sejak tadi.
“kau pikir kita ini apa? Bukan suami istri?”
“maksudnya suami istri yang sebenarnya”
“memangnya kita bercanda” pria ini kenapa seolah tengah menggodaku dengan lelucon konyolnya
“Ya!!! Berhenti bicara tuan Wildan, aku ngantuk” sungutku sambil membalikan posisi tubuh memunggunginya. Dan kini tubuhku tepat menghapap sandaran sofa.
Pria itu kenapa hobi sekali berdebat dengan ku, aku kira dulu pria itu dingin dan sulit di ajak berkomunikasi, ternyata aku salah besar, dia malah sangat pintar dalam berkomunikasi. Aku bahkan terkadang pusing melihat tingkahnya yang seperti itu, membuatku terlihat bodoh saja.
“Fahza” aku memilih diam saat dia mencoba memanggil namaku
“Fahzaaa....” tak usah di jawab, batinku
“Istri ku....” ooh.... dia bilang apa istriku... menggelikan
“baiklah Nyonya Wildan, jika kau masih tetap tak menjawab, aku akan menggotongmu tidur di ranjang ini.”
Aku segera menggidikan bahuku, bagun dari posisi tidurku, dan menghadap kearahnya
“ada apa Tuan Wildan??” tanyaku mencoba menahan emosi, ya tuhan pria ini memang benar-benar berbahaya
“ aku hanya memastikan malam ini kau tak mengenakan Daster beruang mu itu lagi, jika sampai itu terjadi, aku akan melucuti dengan tanganku sendiri.”
Bluss...... ya Allah, sepertinya pipiku sudah seperti kepiting rebus...
Hilang sudah kesabaranku ini, aku ingin segera maju dan merangsek tubuhnya hingga babak belur.
“arrgghh..... kau belum pernah merasakan di gencet lemari buku?” ucapku lemah namun penuh penekanan
“hahaha... maaf.. maaf... tadi aku hanya bercanda” ujarnya santai.
Aku sudah memeluk bantal dan selimutku dengan susah payah menuju pintu kamar..
“hey... kau mau kemana??”
“tidur di luar” ucapku tegas. Hah.... ini pertama kalinya aku tidur di luar kamarku sendiri, dasar bajak laut jelek....

---000---
Wildan POV
Aku masih mencoba meredam tawaku karna melihat wajah lucunya, saat aku bilang akan melucuti pakaiannya jika ia mengenakan Daster. Sementara sebelumnya aku tau tadi ia mengenakan piayama yang cukup tebal, mungkin udara malam ini cukup dingin.
Sebenarnya aku menyukai ia mengenakan pakaian apapun, termasuk Daster bonekanya itu, satu model dengan berbeda motif warna, dasar kekanakan...
Sepertinya itu adalah pakaian favoritnya sehari-hari saat di rumah.
“hey.... kau mau kemana??? Tanyaku saat melihatnya berjalan dengan susah payah membawa bantal dan selimut dipelukannya.
“tidur di luar” jawabnya singkat, dan selanjutnya aku hanya mendengar suara pintu kamar tertutup dengan sedikit kasar, apa dia marah??
Aku segera menyusulnya keluar dan mendapati ia tengah mencari posisi tidur di ruang tengah...
“masuk”
“tidak mau”
“udara malam ini dingin, kau ingin sakit hah??”
“terserah” ia sudah menutupi tubuhnya dengan selimut dengan posisi menghadap sandaran sofa.
“Fahza....” ucapku lirih seperti tengah mencoba membujuk anak kecil
Respon yang ia berikan malah hanya gelengan kepala dari balik selimutnya.
“baiklah jika kau tak ingin tidur di kamar aku akan menemanimu tidur disini” dan sedetik itu pula aku mengambil tempat pada sofa yang sama dengannya, meskipun itu hanya sedikit
“KYakkkkk!!!!!!!” aish.... jeritannya keras sekali, dan Bukkkk......
Gadis itu sukses menendang tubuhku hingga jatuh kelantai dan sialnya kepalaku terkena pinggiran meja, pasti esok wajahku yang tampan ini akan cacat sedikit.
Sepertinya ia terkejut dengan perbuatannya, karna dalam seperkian detik ia segera menghampiriku.
“sakit???”
“Menurutmu....” ucapku di lirihkan, hmm... sekalian saja ku kerjai kau gadis samson...
“Maaf....” ujarnya lirih sambil tangan menggantung di udara, berniat hendak melihat memarku.
“Aish kau ini benar-benar wanita apa transgenre, kenapa tenagamu kuat sekali??”
Dia memukul lenganku, “berlebihan... aku minta maaf, aku tidak sengaja”
“Dasar gadis samson... kau harus tanggung jawab, besok pria tampan di bumi ini akan berkurang satu karna salah satu dari mereka ada yang mengalami cedera”
“Ooh.... kenapa kau narsis sekali jadi manusia bajak laut jelek”
Aku membulatkan mataku saat dia mengatakan aku bajak laut jelek...
“bajak laut jelek kau bilang, siapa bajak laut jelk itu hah??”
“tentu saja kau siapa lagi”
“aish,,, kau keterlaluan gadis samson”

-----0000-----
Author POV
Fahza mengambil baskom dalam air, mulai mengompres memar di wajah wildan, sedikit menekan pada memarnya agar tidak membengkak.
Dengan telaten tangan itu mengobati luka yang sebenarnya tidak terlalu parah, tapi karna luka itu berada pada orang yang sedikit berlebihan dengan masalah penampilannya, jadilah Fahza harus rela risih dengan mengobati luka ringan itu
“oke selesai.....”
“kau yakin???”
“hmm.... insyaAllah besok lukanya sudah hilang, jadi PRIA TAMPAN di bumi ini gak akan berkurang” sindir Fahza
Fahza hendak berdiri ketika lengan wildan mencegahnya.
“kenapa? Masih ada yang sakit?”
“mm...” wildan hanya bisa mengganggukan kepalanya
Hal itu membuat Fahza menggurungkan niatnya untuk beranjak pergi, ia kembali dan mengamati wajah wildan, tapi sialnya ia malah terpesona dengan tatapan wildan yang tiba-tiba saja menembus kornea matanya.
Sedikit kehilangan kendali dengan tatapan itu hingga ia tersadar dengan lamunannya sendiri
“sebelah mana??” tanya Fahza mencoba menetralkan detak jantungnya.
“disini...” sebelah tangan Fahza di sentuh Wildan dan meletakannya di dada bidang miliknya.
“disini terlalu sakit..” ulang Wildan lebih menekan tangan Fahza pada dada bidangnya.
Fahza hanya bergeming, tak tau harus berkata apa, tangan nya bergetar ketika kulit tangan mereka bersentuhan,
Fahza dapat memastikan selama hidupnya hanya tangan wildanlah yang pernah menggenggamnya seperti ini, karna sejak dulu ia tak pernah mengijinkan siapapun menyentuhnya sedikitpun kecuali bersalaman, itupun pengecualin untuk orang yang telah dekat dengannya karna sebuah etika sopan santun.
“kenapa ini semua harus terjadi, menjalani sebuah pernikahan yang tidak kita kehendaki??”wildan seolah bertanya pada dirinya sendiri.
“apa ini adil?? Ketika semua orang bahagia dengan orang yang mereka cintai, tapi itu tidak berlaku bagi kita? Bahkan untuk sebuah pembenaran atas cintapun kita seolah salah” lanjutnya.
“Keinginanku cukup sederhana, aku hanya ingin hidup bahagia dengannya Fahza, membangun keluarga kecil dengan wanita yang aku cintai, menatapnya sebagai objek yang pertama kulihat ketika bangun tidur, memulai aktifitas dengan kecupan cinta, bukan seperti ini, selalu tertekan dan tak memiliki keteguhan dalam hati. Malah aku terlihat seperti pria tidak berguna karna membiarkannya menangis sendiri” Fahza hanya terdiam mendengar semua keluh kesah suaminya.
Tanpa ia sadari sebagian hatinya menjerit melihat kesedihan yang ada di hadapannya kini, ia merasa telah menjadi wanita paling jahat di muka bumi, karna telah berani dengan lancangnya memisahkan dua manusia yang saling mencintai.
“ketika kau bisa meneguhkan hatinya, maka aku yakin semuanya akan baik-baik saja Mas” ujar Fahza mencoba menguatkan Wildan. “semua ada waktunya, yakinlah apa yang tengah kita jalani ini adalah salah satu ujian untuk kita dapat hidup bahagia dimasa yang akan datang”
Fahza merutuki dirinya sendiri, seolah ia adalah orang yang paling mengerti situasi ini, seolah semua berjalan dengan baik, sementara kenyataanya hatinya tak bisa semudah itu menerima kenyataan ini, terlebih hatinya yang mulai bimbing dengan keteguhan hatinya. Apa ia mulai terpesona dengan suaminya sendiri.
Ya Allah, apakaha aku mencintai suamiku sendiri.... jika benar, apakah ini salah???

----0000---
Gadis itu masih betah dengan pikirannya sendiri tanpa memedulikan orang sekitar yang mulai memperhatikannya, kini ia tengah berada di ruang guru, menyalakan laptopnya, matanya memang tertuju pada layar di depannya tapi seolah terhalang oleh fikirannya sendiri, sehingga tatapan itu terlihat kosong.
Terus memikirkan apa yang di ucapkan Wildan semalam, ia mulai mengerti apa yang dirasakan suaminya itu, selama ini ia merasa hanya dirinya lah yang merasa tersakiti, tapi kini ia tau ada yang lebih tersakiti lagi, yaitu sepasang kekasih yang tanpa sengaja ia pisahkan.
Sementara itu sepasang mata tak henti memandang kearah dirinya, seolah memperhatikan gerak gerik gadis yang selama ini ia sukai, sebenarnya gadis itu mengetahui perasaannya, tapi bunga itu telah layu sebelum ia mengembang.
Haikal, salah seorang guru bahasa di sekolah yang sama dengan Fahza dimana mereka mengajar, sebelum Fahza memutuskan menikah dengan wildan, banyak yang menyukai kedekatan mereka berdua, bahkan hampir semua guru dan murid berharap mereka bisa melanjutkan hubungan itu kejenjang yang lebih serius.
Sekalipun perasaan Fahza pada haikal hanyalah sebatas teman, tapi ia tak menampik perasaan haikal kepadanya, ia selalu tersenyum ramah pada pria itu sekalipun ia tak memiliki perasaan lebih. Bukankah perasaan adalah hak murni milik seseorang, tak pernah dapat ia paksakan sedikitpun, seharusnya malah ia bersyukur karna itu bukti masih banyak orang yang menyayangi dirinya.
“ehm....” Haikal menghampiri meja Fahza, sedikit mengejutkan dengan dehemannya.
“melamun??” tanya haikal sedikit canggung. Fahza hanya tersenyum dibarengi dengan gelengan kepalanya, senyum yang selalu ia tunjukan pada siapapun, yang dapat meyakinkan siapapun bahwa senyum itu adalah bukti ia tak memiliki kesedihan.
“tapi dari tadi kenapa terlihat malah melamun??”
“palingan juga lagi mikirin suaminya” ucap Shinta, salah satu guru yang seumuran dengan Fahza.
Haikal sedikit kesal mendapati kenyataan gadis yang selama ini ia sukai telah menjadi milik orang lain, tapi ia tak dapat menampik kenyataan itu “pantas saja” kilah haikal menutupi perasaannya.
“siapa yang bilang lagi mikirin suaminya, dih bu Shinta sok tau nih” jawab Fahza dengan tetap mengumbar senyumnya,
“sekalipun gak ada yang bilang, tapi di dahimu itu tertulis dengan jelas, RADITYA WILDAN ANGGARA” jawab sinta tak mau kalah
“oh yah.... tapi kenapa yang aku lihat malah di dahi bu Shinta ada HAIKAL ALAMSYAH” goda Fahza, dan bluss.... seketika pipi temben seorang Shinta menunjukan semburat merah.
Yah!!! Selama ini semua orang di sekolah mengetahui ketertarikan Shinta pada Haikal. Hanya saja Haikal lebih tertarik pada gadis yang kini telah memiliki suami itu
“udah sana bu, kalo suka itu harus cepet di utaraain, nanti di sambar orang loh, nyesel kan??” jleb... kata-kata Fahza seperti sebuah pukulan keras bagi Haikal, yah jika saja saat itu ia lebih cepat mengatakan rasa sukanya, mungkin hal ini bisa di hindari, pernikahan Fahza.
“lah... kenapa malah saya yang di godain ini, pak Ilham, ayo bantu saya”
“lah kenapa bawa-bawa saya” Ilham salah satu guru Ekonomi di sana pun jadi sasaran selanjutnya.
Seketika itu pula gelak tawa memenuhi ruangan

---000---
Wildan POV
From: Aulia
“Sayang..... temani aku belanja, hari ini aku bosan di rumah”
Aku kembali membaca pesan yang dikirimkan aulia beberapa saat yang lalu. Sedikit tersenyum dengan pesan yang baru aku terima ini.
to : Aulia
“Tunggu aku, setengah jam lagi aku jemput”
Aku bergegas merapihkan semua berkas yang sedari tadi membuat kepalaku sedikit pusing, langsung menyambar jas dan sembari berjalan mengenakannya, ku raih kunci mobil yang sedari tadi tergeletak di ujung meja, hari ini aku akan membuatmu bahagia Aulia.
Dan sekarang aku telah berada di halaman apartemen Aulia, tenyata dia telah berada di sana, buru-buru aku turun dari mobil audi hitamku, memberikan sedikit kecupan di pipinya, menyalurkan rasa rindu beberapa hari ini. dia segera bergelayut manja di lenganku dan berjalan beriringan membuka pintu penumpang.
Segera ku pacukan audi hitamku kepusat perbelanjaan yang berada di kota ini.
Hari ini benar-benar menyenangkan, seharian ini aku tak henti-hentinya tertawa dengan aulia, menemaninya memilih pakaian model terbaru musim ini, sepatu, dan segala hal kebutuhan nya, untuk biaya yang aku keluarkan aku tak pernah memedulikannya, selagi dia bahagia maka aku pun bahagia.
Saat gadis itu tengah asik memilih barang-barang yang ia sukai, pandanganku terhenti ketika melihat baju Tidur, yang lebih pantas aku sebut Daster dengan motif beruang tergantung di salah satu pusat perbelanjaan. Seketika ingatanku melayang pada gadis yang beberapa hari belakangan ini mengisi hariku dengan hobinya yang memakai Daster di sekitar pandanganku. Aku sedikit tersenyum mengingatnya, sepertinya membelikan Dia baju itu tak ada salahnya. Aku menghampiri counter yang menjual baju itu, meminta pada pelayan toko untuk membungkus semua Baju itu dengan berbagai motif warna, aku membawanya ke kasir dan segera membayarnya.
Tanpa terasa hari telah menginjak malam, dan kebersamaan ku dengan nya harus berakhir. Sedikit merasa tidak rela memang, tapi aku yakin toh besok aku akan kembali bertemu dengannya, sedikit bersyukur hubunganku dengannya mulai membaik.
Drrtt.. Drttt....
Ponsel ku bergetar, dan saat aku lihat ternyata itu telphon dari ummy.
“Assalamuaikum ummy”
“Wa’alaikum salam, gimana kabar kamu Nak??”
“Alhamdulillah sehat ummy, ummy sendiri gimana sehat?”
“Alhamdulillah, menantuku bagaimana apa dia juga sehat?” aku menatap jendela kamar Aulia, menantu, aku berharap yang ia tanyakan sebagai menantu adalah aulia,
“Hmm... alhamdulillah dia sehat ummy. “
“Syukurlah, besok sepulang kerja ajak dia kemari, Ummy dan Abby ingin bertemu”
“insyaAllah Ummy, besok Wildan dan Fahza kesana”
“Ummy tunggu. Assalamualaikum”
“wa’alaikumsalam ummy”
Tutt..tut....
Aku masih menggenggam ponselku dan tetap memandang kearah kamar Aulia, ini tak akan lama, hanya butuh sedikit waktu.

----000---
Author POV
“kenapa lama sekali”
“Hari ini aku pergi keluar dengan Wildan, cukup membosankan, akhir-akhir ini ia lebih mementingkan gadis kampungannya itu”
Pria itu menyeringai penuh arti, “sekalipun dia telah menikah tapi dia tetap berada di sampingmu kan?”
“yah... karna kami saling mencintai”
“mencintai uangnya lebih tepat” ralah pria itu
“uang yang utama, dan cinta selanjutnya” ucap aulia santai.
“ingin bersenang-senang?” tanya pria itu
“kenapa tidak?” goda Aulia dengan mengerlingkan matanya.
“malam ini akan menjadi malam yang panjang sayang” sedikit memberikan kecupan di bibir wanita itu.
“lets go”

---000----
Cukup larut saat Wildan memasuki pekarangan rumahnya, ia beranjak ke arah dapur untuk mengambil air minum, saat matanya menatap hidangan makan malam masih utuh, apa gadis itu sengaja memasak untuknya lagi?
Dengan ringan, ia melangkah memasuki kamarnya, berniat memberikan barang yang tadi ia belikan, namun sedikit aneh karna tak mendapati istrinya ada di dalam kamar itu.
“Fahza, apa kau di dalam” wildan berusaha mengetuk pintu kamar mandi, mengira jika Fahza berada di dalamnya, namun tak ada jawaban, perlahan ia membuka pintu itu dan tak mendapati siapun di dalamnya.
Apa ia di balkon? Pikirnya saat ini, matanya mengedarkan pandangan kearah balkon tapi nihil, ia tak menemukan gadis itu.
“Kemana perginya gadis itu??”
Ia beranjak kekamar mandi, segera mengguyur tubuhnya dengan air hangat, cuaca malam ini kembali terasa dingin, bahkan hingga meresap ketulang.
Tak butuh waktu lama agar ia bisa menyelesaikan kegiatan membersihkan dirinya, karna selang beberapa saat ia telah mengganti pakaiannya,
Masih sama dengan sebelumnya, ia tak mendapati gadis itu di dalam kamar, Wildan mencoba mencarinya ke berbagai ruangan, sama sekali ia tak mendapati gadis itu, hingga akhirnya ia melawati ruangan mushola kecil yang ada di rumah itu, dan mendapati sebuah tubuh mungil tengah menelungkup.
“apa itu Fahza” fikirnya.....
Masalahnya selama gadis ini menikah dengannya, ia jarang melihat gadis ini berada di ruangan itu, karna ketika ia sholat pasti selalu di dalam kamarnya.
Wildan mendekati tubuh mungil itu, mendapati seorang gadis yang tengah tertidur lelap dengan diselimuti oleh mukena, dengan posisinya sekarang ini, ia dapat melihat dengan jelas paras si pemilik wajah ini, yah selama ini, wildan memang tak memiliki kesempatan memandang lebih lama gadis di hadapannya ini, bukan karna ia tak mau, hanya saja, si pemilik paras ini terlalu pintar memalingkan wajahnya.
Sedikit tersenyum karna dia bisa melihat gadis itu dengan mata terpejam, seperti bidadari yang kehilangan arah, wajah putih mulus nya terasa halus di tangan wildan, kala ia menyentuh dengan punggung tangannya.
“apa benar gadis ini adalah istrik?” batin wildan dalam hati.
Mata dengan dihiasi bulu lentiknya, hidung mancung, serta bibir mungilnya, perpaduan ciptaan tuhan yang begitu indah.
“kenapa kau terlalu terlihat tegar Fahza?” tanyanya dalam diam, ia tau gadis ini sama sulitnya dengan dirinya, hanya saja, gadis ini tak pernah menunjukan kesedihanya sedikitpun di hadapannya.
Wildan mengangkat tubuh Fahza dengan membopongnya, tidak terlalu sulit, karna tubuh mungil Fahza yang mudah ia angkat, membawanya kedalam kamar dan membaringkannya di ranjang.

Love is not SimpleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang