Hukummu terlalu lemah, Pak!

96 2 0
                                    

Suara langkah kaki yang diseret terdengar menggema di ruangan yang berisikan wartawan dari berbagai media. Mereka semua berbisik-bisik saat seorang tahanan berusia tujuh belas tahun masuk dengan kondisi mengenaskan. Rambutnya sudah tak terbentuk lagi karena saking lamanya tidak keramas. Kakinya dirantai dan tangannya diborgol.

Di kanan dan kiri tahanan tersebut, terdapat dua orang petugas kemanan yang mengiringinya.

"Duduklah, sebentar lagi hakim akan masuk." Tahanan itu mengangguk, mengacungkan tangan sebagai kode minta dilepas dari borgol yang terlalu sempit.

Perutgas itu mengangguk, melepaskan borgol dengan hati teriris. Bagaimana bisa seorang gadis berusia tujuh belas tahun harus menjadi seorang tahanan? Tapi, sudah menjadi tugasnya untuk menangkap yang bersalah. Hatinya dituntut untuk mati dan tidak memiliki belas kasih.

"Aku tahu Anda sedih. Tidak perlu menutupinya," ucap gadis itu dengan senyum. Bibir keringnya terlihat pecah-pecah saat tersenyum. Petugas keamanan itu mengangguk, meninggalkan gadis itu bersama rekannya yang satu lagi.

Gadis itu menghela napas, melirik ke seberang kursinya dan menatap penuh kebencian ke arah orang yang membuatnya harus masuk ke dalam jeruji besi. Tak lama setelahnya, seorang hakim masuk bersama dua jaksa lainnya. Duduk di kursi kebanggaan mereka dan mengetukkan palu pertanda sidang akan dimulai.

Setelah pembukaan yang tidak terlalu penting, akhirnya hakim membacakan sebuah surat tuntuan yang diajukan pada gadis berusia tujuh belas tahun itu.

"Terdakwa Oceanica de Jallapea di tuntut oleh Tuan Berico de Frandixo atas pelanggaran kontak kerja yang telah disetujui oleh terdakwa. Karena hal itu, menurut undang-undang hukum Jellapia pasal lima belas ayat satu a, terdakwa mendapat hukuman seratus kali cambukan, denda sebesar lima ratus tujuh belas huangil, dan lima belas tahun kurungan penjara."

Gadis yang dipanggil Oceanica itu terdiam. Matanya menatap penuh remeh ke arah hakim dan dua jaksa yang menghampiri. Dia kemudian melirik orang yang menuntutnya, Tuan Berico.

Dia tidak memiliki pengacara untuk membelanya. Berbeda dengan Tuan Berico yang menggandeng pengacara terhebat negri Jellapia. Dia menghela napas. Tidak apa dia tidak memiliki pengacara, dia sendiri yang akan membela dirinya sendiri.

"Izin hamba memberi pembelaan, Yang Mulia Hakim," ucapnya dengan lantang.

Dua jaksa dan seluruh penonton terkejut akan keberaniannya. Karena selama ini, tidak ada tersangka yang berani berbicara usai dibacakan hukumannya. Hakim berusia setengah abad itu mengangguk, mempersilakan.

"Izin membela diri. Hamba memiliki alasan untuk melanggar kontrak kerja sama antara Hamba dengan Tuan Berico. Tolong dengarkan rekaman ini."

Oceanica melepas kalung kristal yang menggantung di lehernya. Memberikannya kepada jaksa yang mendekat.

"Kalung itu berisi tentang rekaman percakapan antara Hamba dan Tuan Berico tempo hari lalu. Alasan mengapa Hamba melanggar kontrak kerja sama."

Saat rekaman tersebut diputar, seluruh penonton dan wartwan terkejut setengah mati. Pasalnya, rekaman tersebut memutar percakapan tidak senonoh antara Oceanica dan Tuan Berico. Seketika penonton langsung menahan kesal dalam hati dan mengumpat pada Tuan Berico yang bisa-bisanya hampir melakukan hal yang tidak senonoh pada Oceanica.

"Itu tidak benar, Yang Mulia," sela Tuan Berico dengan marah. "Rekaman itu palsu."

"Palsu? Perbuatan Anda di depan medialah yang palsu, Tuan. Anda berlagak seperti orang yang tidak memiliki dosa, namun nyatanya Anda sangat bejat. Apa perlu saya datangkan korban lain dari kebejatan Anda?"

"Jangan memutar balikkan fakta. Kau yang lebih dulu bersalah karena telah melanggar kontrak."

"Diam! Apa kalian berdua tidak menghargai keberadaan Yang Mulia Hakim?" marah Jaksa yang berada di sisi kiri Hakim.

Oceanica dan Tuan Berico terdiam, sementara Hakim malah menyeringai.

"Melihat kelakuan kaliam membuatku memikirkan satu hal. Kesopanan kalian membuatku muak."

Oceanica mengernyit, menatap tajam sang hakim yang balas menatapnya kejam. "Terdakwa Oceanica, hukuman Anda saya tambah karema kelakuan Anda yang tidak sopan di ruang sidang. Hukuman Anda bertambah menjadi dua puluh tahun kurungan penjara, seratus lima puluh kali cambukan, dan denda lima ratus tujuh belas huangil. Keputusan tidak bisa diganggu gugat."

Tak.

Tak.

Tak.

Palu pengadilan dipukul sebanyak tiga kali, menutup persidangan yang membuat para penonton di ruangan marah besar. Sementara Oceanica hanya terdiam dan menyeringai. Dua petugas yang tadi membawanya segera mendekat dan kembali memborgol Oceanica.

"Tunggu sebentar," pinta Oceanica. Kedua petugas itu mengangguk. Membiarkan Oceanica berdiri dan menatap hakim dengan berani.

"Hukum Anda terlalu lemah, Pak Hakim. Anda terlalu mengagungkan jabatan hingga Anda lupa siapa yang memberi Anda jabatan. Anda membuat hukum untuk rakyat kecil seperti saya, namun tidak dengan kalangan atas yang bisa menjejali mulut Anda dengan uang. Ingat perkataan rakyat kecil ini baik-baik, Pak Hakim. Roda kehidupan akan selalu berputar. Jika suatu saat nanti Anda jatuh ke posisi terendah, ingat, ada saya yang akan menertawakan Anda untuk pertama kali."

Usai mengatakan hal itu, Oceanica diseret oleh dua petugas keamanan tadi. Meninggalkan ruang sidang yang sudah dalam keadaan panas.

"Bisa tolong pelan-pelan? Kakiku tidak sepanjang kalian. Langkahku pendek sekali."

Petugas keamanan itu tersenyum, melambatkan langkah untuk Oceanica.

***

Usai persidangan yang panas itu, rakyat negara Jellapia langsung mengadakan petisi untuk menjatuhkan Hakim dan Tuan Berico. Menuntut keadilan bagi rakyat kecil seperti Oceanica.

Sementara itu, Oceanica tengah terbaring kesakitan setelah mendapat pukulan cambuk sebanyak seratus lima puluh kali.

"Tolong pelan-pelan. Tubuhnya terlalu lemah." Dokter yang menangani Oceanica mengangguk. Dia menghela napas, prihatin dengan kondisi tubuh Oceanica.

Gadis cantik yang malang.

"D-dok, boleh aku duduk s-sejenak? Ada yang ingin aku bicarakan."

Dokter tersebut mengangguk, membantu Oceanica untuk duduk.

"Petugas Fei," panggil Oceanica dengan lemah. Perugas tersebut mendekat ke ranjang Oceanica. Meraih tangan gadis tersebut yang sudah kurus seperti tulang berbalut kulit.

"Aku ingin menitipkan sesuatu. Jika aku sudah tiada namun dua orang itu bisa mendapat hukuman mereka, tolong buat mereka menyesal dengan menunjukkan identitasku sebenarnya. Buat mereka semakib menderita."

"Pasti. Aku akan melakukannnya untukmu."

Oceanica menghembuskan napas lega. Tersenyum lemah dan mulai menutup matanya.

Petugas Fei langsung panik, mengecek nadi dan napas gadis tujuh belas tahun itu. Tidak ada. Gadis itu sudah meninggal.

Berita meninggalnya Oceanica, semakin membuat rakyat Jellapia marah. Unjuk rasa terjadi di depan istana negara. Rakyat meminta pengadilan tentang Oceanica.

Hal itu tentu membuat raja beserta ratu kebingungan sendiri.

"Rakyat masih unjuk rasa tentang kematian Oceanica."

"Aku tahu," jawab raja lesu. "Sebenarnya siapa Oceanica sebenarnya? Bukankah dia hanya rakyat biasa?"

"Oceanica bukan rakyat biasa, Yang Mulia Raja," sahut petugas Fei yang tiba-tiba muncul dari balik pintu.

Petugas Fei menunduk hormat. "Oceanica bukan rakyat biasa. Dia adalah pahlawan bagi rakyat Anda Yang Mulia. Karena dia, rakyat tidak merasakan yang namanya ancaman dari bandit."

"Maksudmu, dia yang membuat rakyatku merasa aman? Dia yang selama ini memberantas para bandit?"

Petugas Fei mengangguk, sementara raja dan ratu langsung mengetatkan rahang.

"Panggil Adipati Jeremy, suruh dia untuk memenggal kepala Hakim Agung dan Tuan Berico detik ini juga.

Selesai.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 03, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Hukummu terlalu lemah, Pak!Where stories live. Discover now