Sebuah Kenyataan

41.3K 1.5K 95
                                    

"HAMIL???" Teriakku dan Bang Dipta bersamaan. Oke, sebenarnya lebih tepat aku yang berteriak, Bang Dipta hanya bertanya dengan sangat terkejut yang termasuk pelan dibanding teriakanku. Yah, siapa yang tidak akan terkejut kalau tahu, Bundanya atau Ibu mertuanya yang berumur 39 tahun tiba-tiba mengabarimu bahwa dia hamil alias tekdung alias pregnant. Intinya salah satu sperma Ayah yang sudah berumur 50 tahun dengan isengnya masih kuat untuk mengadu kekuatan dan melewati semua rintangan yang ada dengan hasil akhir membuahi sel telur Bunda. Bagian paling menyebalkan adalah itu semua terjadi ketika aku sudah berumur 20 tahun dan baru 5 hari menikah dengan pria pujaanku. Adakah yang bisa membayangkannya? Oh dear ... Karena jujur aku benar-benar tidak bisa membayangkan hal tersebut sampai saat ini.

"Ta ... Ta-pi, Bun. Bunda kan sudah hampir 40 tahun? Bagaimana mungkin ..." Ucapanku segera terhenti saat melihat mata Ayah yang sudah melotot ke arahku. Memangnya apa yang salah dengan ucapanku. Aku kan hanya mengatakan kebenaran. Memang untuk wanita seumur Bunda seharusnya kan kecil kemungkinan hamil lagi. Namun kenapa justru kemungkinan kecil itulah yang saat ini terjadi. Dan kuulangi lagi, kenapa juga semua ini terjadi setelah aku berumur 20 tahun dan baru 5 hari menikah dengan pria pujaanku. Oh tolong jangan pernah bosan dengan kata-kataku tersebut. Karena aku sengaja mengatakannya berulang-ulang untuk mengingatkan diriku bahwa ini semua tidak nyata. TIDAK!

"Sya, umur Bunda kan baru 39 tahun. Belum 40 lah. Masih lama." Jawab Bunda dengan rona di wajahnya yang memerah, terlihat malu-malu.

Oke, jangan salahkan kalau saat ini aku benar-benar bengong, melongo dengan mulut menganga lebar karena ucapan Bunda dan tingkah beliau yang malu-malu. Sejak kapan Bunda merasa baru berumur 39 tahun dan masih lama untuk mencapai 40 tahun? Karena yang kuingat -sebelum aku menikah dengan Bang Dipta- beliau selalu berkata 'Aduh Sya, umur Bunda sudah 39 tahun, sudah waktunya Bunda nimang cucu', jangan lupa garis bawahi bahkan kalau perlu cetak tebal kata 'sudah'. Kalian tahu kan bedanya kata 'baru' yang barusan Bunda ucapkan dengan kata 'sudah' yang biasanya beliau ucapkan. Jelas-jelas kedua kata tersebut berbeda makna. Aku benar-benar tidak mengerti kenapa hanya dalam beberapa hari Bunda berubah begini. Serius?

"Bundaaaaaaa ..." Erangku gemas. Sumpah unyu! Aku speechless sekarang.

"Bunda yakin kalau ha-mil? Udah tes?" Tanyaku masih belum mau percaya kalau Bunda benar-benar hamil. Kulihat Bunda menjawab pertanyaanku dengan anggukan malu-malu, Ayah di sampingnya tersenyum dengan sangat lebar yang kurasa kebanggaan karena ternyata beliau masih bisa menghamili istrinya. Argh! Ada apa dengan Ayah dan Bunda sebenarnya? Kenapa tingkah mereka saat ini sangat menggelikan?

"Berapa kali?" Tanyaku mencoba tetap mencari celah membuktikan bahwa semua ini hanya ilusi. Lagipula setahuku tes kehamilan dengan testpack paling tidak membutuhkan beberapa kali tes dengan alat testpack yang berbeda merek. Jadi kalau Bunda baru tes satu kali aku akan membelikan Bunda testpack 10 buah lagi dengan merek berbeda, dan semoga saja nantinya semua itu menghasilkan hasil yang sama, negatif.

"Eh, berapa kali apanya?" Orang yang sedari tadi tidak bersuara di sampingku -Bang Dipta- akhirnya bersuara, tetapi dengan pemilihan waktu yang benar-benar salah. Dan apa juga maksudnya bertanya berapa kali apanya, sedang ke mana sih pikiran pria yang satu ini. Dengan kesal kulirik tajam suamiku itu, yang membuatnya segera terdiam dan menunduk seolah menepis debu yang ada di celananya.

Untung saja Ayah mengerti pertanyaanku -tidak seperti suamiku-, "Tiga buah testpack dengan merek yang berbeda. Ayah yang beli di apotik di depan komplek."

Tapi testpack keakuratannya belum 100% kan? Jadi wajar saja kan kalau misalnya saat ini aku masih belum bisa mempercayai hasil tes Bunda tersebut. Coba pikir saja, dari dulu aku selalu menginginkan seorang adik. Hampir setiap bulan merengek ke Ayah atau Bunda untuk memberikanku adik, tapi kenyataannya nihil. Sampai akhirnya pada umur 17 tahun aku menyerah karena berpikir Bunda sudah tidak mungkin untuk hamil. Lalu kenapa semua itu harus berubah sekarang? Di saat seharusnya aku yang memberikan mereka adik bayi -cucu mereka-.

MOM(ME)Where stories live. Discover now