a new world

3 0 0
                                    

Hari itu aku kaget bukan main, ketika ada seorang laki-laki yg belum lama ku kenal mengajak ku menikah. Dia adalah teman kerjaku, teman yg baru ku kenal kurang lebih enam bulan.

Aku adalah anak pertama dari orang tua yang tidak utuh. Aku adalah kakak dari seorang adik perempuan yg umurnya enam tahun lebih muda dariku. Aku adalah mahasiswi semester akhir waktu itu. Aku juga seorang karyawan sebuah perusahaan ekspedisi waktu itu.

Tak ingin menjalani kehidupan rumah tangga yang gagal, aku sangat selektif memilih calon suamiku kala itu. Waktu itu, aku masih memiliki kekasih, kami menjalani hubungan sekitar dua tahun atau lebih aku lupa tepatnya. Aku memutuskan mengakhiri hubunganku dengannya, karna kurasa hubungan kita tidak bisa diteruskan ke tahap selanjutnya karna suatu alasan. Dan saat itu juga, aku belajar menjadi perempuan lebih baik karna jujur, aku mengharapkan laki-laki baik datang padaku dan menjadi imamku kelak.

Sejak awal aku bekerja di perusahaan ini, aku mulai memperhatikan dia. Dia sosok yg sangat sederhana, tidak neko-neko dan apa adanya. Setelah diperhatikan dia lebih ke cupu, ups. Bukan tipe ku waktu itu. Lambat laun kami mulai berteman, kian hari aku makin memperhatikan tingkah lakunya. Rajin ibadah, tidak pernah berkata kasar, legowo, baik dan perhatian. Ku gali semua tentangnya dari dirinya dan dari sekitarnya. Beberapa kali kami jalan-jalan bersama, mampir ke tempat sanak saudaranya dan kuperhatikan setiap detil keluarganya. Tapi kami hanyalah teman biasa. Kami hanya teman kerja biasa waktu itu.

Seiring berjalanya waktu, makin hari kami makin dekat. Apalagi dialah yg membantu tugas akhir kuliah ku hingga ACC dan lulus sidang. Dia jugalah yang datang menemaniku saat wisuda. Entahlah, kami bisa sedekat itu dengan alur cerita yg sangat singkat.

Setelah lulus dan wisuda, kita bepergian lagi, lagi-lagi aku diajak mampir ke rumah sanak saudaranya lagi. Tepat waktu itu malam tahun baru. Tidak disangka, aku menghabiskan malam tahun baru waktu itu denganya. Buatku, dia masih orang asing, karna kita memang belum lama kenal.

Malam itu, saat kita jalan-jalan mencari cemilan, tiba-tiba dia mengatakan sesuatu yg membuatku kaget seumur hidup, "kamu mau gak kalo aku ajak nikah deket-deket ini?"
Spechles. Aku hanya menjawab, "hah, kapan?", "kalo bisa sebelum puasa" katanya. Puasa waktu itu sekitar bulan agustus. Dan kami cuma punya waktu sekitar enam bulan sebelum puasa. Akhirnya aku memutuskan untuk membicarakan ini dengan ibu.

Setelah berunding dengan ibu, ibu menyerahkan keputusan ini padaku. Akhirnya aku memutuskan, aku akan mengiyakan ajakan nikahnya. Tidak butuh waktu lama, pertengahan bulan januari kami mengadakan lamaran. Beberapa hari setelah itu, kita memutuskan tanggal nikah. Secepat dan semudah itu Allah merencanakan pernikahan kami.

Akhirnya pada bulan April tanggal 15 2018 kami menikah. Persiapan yg singkat, hanya sekitar tiga bulan dari tanggal kami melakukan lamaran. Acara berjalan dengan lancar, semua berakhir dengan bahagia. Hingga kini aku tidak merasa pilihanku salah. Bahkan aku bersyukur, Allah datangkan dia dalam hidupku.

Sekarang kami sudah hampir tiga tahun menjalani pernikahan. Kami sudah dikaruniai seorang anak perempuan yg pintar dan menggemaskan. Dan juga kami baru saja diberikan kebahagiaan lainnya, kami akan memiliki anak kedua sembilan bulan ke depan.

Menjalani pernikahan memang tidak seindah feed di instagram. Masalah dalam rumah tangga tidak mungkin bisa di sharing dalam sosial media. Menikah tidak sesederhana tinggal berdua bersama selamanya. Dalam pernikahan ada dua keluarga dan kita dituntut untuk memahami dan mengerti dua keluarga itu. Belum lagi setelah menikah kita akan memiliki keturunan, perselisihan tak dapat dihidarkan. Aku tidak bisa lagi lari saat ada masalah dalam hubungan kami. Karna kami serumah bahkan kami tidur pun bersama. Saat bertengkar aku tidak bisa lagi meluapkan emosiku dengan menggebu-gebu. Diantara kami harus mengalah salah satu, entah dia atau kadang aku. Dalam menikah tidak ada lagi ego tinggi yang diutamakan. Tapi tulus memaafkan dan meminta maaf adalah jalan keluar semua masalah.

Aku harus sadar, dia adalah imamku. Laki-laki yg harus aku hormati dan aku turuti semua peraturannya. Dia adalah ayah dari anak-anakku. Semua keputusanku harus melibatkan pendapatnya.
Masih banyak suka duka dalam pernikahan ini. Hari ini kurasa cukup sampai sini ceritanya. Semoga ada waktu senggang lainnya untuk meneruskan cerita ini. Terima kasih :)

a new worldحيث تعيش القصص. اكتشف الآن