[ Prologue ]

399 34 16
                                    


reupload


Deru napas memburu keluar dari rongga dada lelaki dengan jubah hitam serta pedang yang telah berlumuran darah kental. Aroma anyir menyeruak dari area yang hanya diterangi oleh sinar rembulan. Cuaca malam ini cukup cerah, tidak hujan, sehingga tanpa bantuan penerangan apapun, lelaki tadi masih bisa melihat orang yang sangat ia benci tergeletak tak berdaya di bawah kakinya.

"Terima kasih, Jeffrien..." Ia mengambil napas berat, "hari ini kau sudah membuktikan kalau kau memang kakakku."

Lelaki tadi berjongkok. Mencoba menatap lebih dekat, seseorang yang ia panggil Jeffrien. "Seorang kakak seharusnya mengalah dengan sang adik, 'kan?"

"Saat ini kau sudah memenuhi tanggung jawabmu sebagai kakak dengan sedikit memberikan hal kecil yang seharusnya milikmu kepadaku." Dia tersenyum puas.

"Terima kasih sekali lagi. Hari ini akan selalu aku kenang, karena..." Lelaki tadi beranjak, kembali ke posisi semula, "...aku berhasil membunuhmu, ah sangat kejam sekali menggunakan kata itu, aku tidak membunuhmu. Kau yang menyerahkan hidupmu kepadaku."

"Sekarang, duniamu sudah berakhir, Kak. Nikmatilah keindahan surga, dan tunggu aku di sana, ya? Sampai jumpa kakakku tercinta, Jeffrien."

Ia kembali berjongkok demi mengusap kepala sang kakak dengan lembut, serta tak lupa kembali menusuk perut lelaki yang telah terenggut nyawanya dengan pedang miliknya, sebelum akhirnya ia beranjak dan pergi meninggalkan tempat itu sesegera mungkin. Mentari akan terbit sebentar lagi, pasti besok seluruh kerajaan akan berbondong-bondong mencari keberadaan Pangeran Mahkota tercinta mereka.

Dia harus segera pulang, agar nantinya tidak ada yang mencurigainya, dan kemudian berpikir bahwa Sang Pangeran Mahkota terbunuh oleh binatang buas.

Ya, dirinya harus segera pergi. Sekarang juga. Perlahan mentari mulai menampakkan dirinya. Lelaki berjubah itu lantas menunggangi kudanya dan melaju pesat menuju kerajaan. Hingga, ketika dirinya telah sampai di pertengahan hutan yang menuju ke kerajaan ia teringat sesuatu.

"Jubahku ada darah." Kemudian ia melirik pedangnya juga, "Pedangku juga."

Ia menarik tali pada kuda yang ia tunggangi dan membuat laju kuda sedikit lebih lamban hingga akhirnya berhenti. Dengan gesit ia melepas jubah hingga menyisakan kemeja putih di dalamnya.

Nasib baik sedang memihak kepadanya. Sekitar sepuluh meter dari tempat lelaki itu berdiri terdapat sebuah perapian. Ia berlari menuju ke sana dengan membawa jubah yang telah ia lipat sembarangan.

Suasana yang masih sepi, hanya ada beberapa suara dari serigala yang cukup jauh namun masih dapat ia dengar, membuat lelaki yang masih memiliki kekerabatan dengan Pangeran Jeffrien menyunggingkan senyum licik.

"Huh, Jeffrien, kau hanyalah penghalang dari hidupku. Sekarang ceritanya telah kembali ke semula. Hanya aku yang akan mengisi singgasana, bukan dirimu."

Ia membakar jubah serta pedang ke dalam perapian. Senyum licik masih terpatri dalam wajah rupawan miliknya. Sedangkan bibirnya menyunggingkan senyum, kedua matanya tanpa ia sadari meneteskan buliran air mata.

Tidak. Ia tak boleh menangis. Ini adalah sebuah tindakan yang tepat. Neiura harus menjadi miliknya, ia harus menjadi raja selanjutnya.


**


"Yang Mulia! Yang Mulia!"

Raja George Ehlert mengentikan sejenak aktivitas membacanya dan mengernyitkan dahi ketika para pengawalnya membawa Panglima Herlen ke ruangan pribadi miliknya.

The Seven Princes of HellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang