Part 2

2.3K 127 3
                                    

"Aku pergi dulu yaa,," pamit Aya pada Ditya. "Makasih banget ya buat semalem. Kamu udah ngajak aku jalan-jalan,"

"Iya, Ay. Hati-hati yaa,," Ditya menarik Aya ke dalam pelukannya. Masih sedikit tak rela melepas kepergian Aya.

"Aku cuman pergi ke Bandung Dit, bukan ke Afrika," sela Aya yang merasa sesak dalam pelukan hangat Ditya.

"Maaf," kata Ditya seraya melepaskan pelukannya. Aya tersenyum. Kemudian mengecup singkat pipi kiri Ditya.

"I will miss you everyday, Dit,"

"Me too," balas Ditya. Aya tersenyum tipis melihat kekecewaan di mata Ditya. Tak mudah baginya untuk meninggalkan Ditya tanpa ada kejelasan bagaimana hubungan mereka sekarang. Tapi dengan Ditya bersikap seperti ini pun sudah membuatnya merasa melayang.

"Aku pergi yaa,," setelah memeluk Ditya sebentar, Aya melangkah masuk ke dalam mobilnya, dimana kedua orang tuanya sudah menunggu.

Ditya hanya memandang mobil itu dengan tatapan nanar. Benar-benar tak rela gadis yang selama setahun ini ada di dekatnya, kini menjauh dari sisinya.

*****

'Kamu Lagi apa, Sayang..?'

Aya segera membalas sms dari Ditya begitu ia selesai membacanya.

'Lagi mikirin kamu. Aku kangen banget sama kamu. Padahal baru 2 hari gak liat kamu. Miss you is killing me slowly, Dit.'

Aya tersenyum sendiri membaca pesan yang ia ketik. Betapa saat ini ia rindu melihat senyum Ditya, mendengar tawanya, melihat matanya. Ia rindu pelukannya. Juga rindu pada tangan Ditya yang dengan jahilnya selalu mengacak-acak rambutnya.

'Me too. Aku juga kangen banget sama kamu, Sayang...'

Sayang... Semenjak Aya pindah ke Bandung, Ditya memberinya panggilan sayang. Senang sekaligus menyesakkan. Kalau saja hubungan mereka jelas, mungkin takkan ada keraguan dalam hati Aya. Tapi bagaimana pun, Ditya masih tak yakin dengan perasaannya. Tapi untuk sementara ini, Aya akan menikmatinya.

'Ya, Sayang. Aku pengen ketemu kamu. Kalo aja aku gak pindah, mungkin kalo aku masih di Jakata, kita lagi bareng-bareng sekarang.'

Di tempat lain, Ditya membaca pesan Aya dengan senyum miris. Kemudian jarinya menari lincah di atas keypad.

'Jangan mikirin itu. Kamu kuliah aja yang bener. Cukup kamu perlu tahu, aku sayang kamu.'

"Dit,, jalan yuuuk..!!" ajak salah seorang temannya.

"Kemana..?" tanya Ditya tepat ketika ponselnya berbunyi.

"Nongkrong di rumah gue," jawab temannya itu. Sementara Ditya asyik dengan ponselnya, membaca sms dari Aya.

'Tunggu aku yaaa... Kamu harus janji untuk selalu nunggu aku. Karena aku selalu sayang sama kamu. Nunggu kamu untuk bener-bener yakin sama aku. Jadi kamu juga harus nunggu aku.'

"Ayo, Dit..!!" seru teman-temannya lagi.

"Oke.." timpal Ditya seraya bergegas menyusul teman-temannya tanpa sempat membalas sms Aya.

*****

"Sayang, lagi apa kamu..?" tanya Ditya memulai pembicaraannya dengan Aya di telepon.

"Baru aja selese ngerjain tugas nih, Sayang. Maaf yaa aku gak bales sms kamu dari tadi. Sibuk banget soalnya..."

"Iya, aku ngerti kok. Pasti cape.. Apa mau langsung bobo aja..?" tanya Ditya penuh perhatian. Aya tersenyum senang mendengar kekhawatiran dari nada bicara Ditya.

"Gak apa-apa kok, Dit. Aku pengen ngobrol sama kamu. Aku kangen banget sama kamu. Kalo aja di kampus gak lagi sibuk-sibuknya, aku pasti udah ke Jakarta buat nemuin kamu, Sayang," kata Aya manja. Sementara Ditya tersenyum mendegar Aya merajuk.

"Biar aku aja yang ke situ," sela Ditya.

"Beneran..?!" seru Aya setengah menjerit.

"Kalo aku udah gak sibuk lagi tapi. Hahahaha," timpal Ditya sembari tertawa. Puas dengan reaksi yang dia dengar dari Aya. Sementara Aya memberenggut kesal.

"Jahat..!! Aku kan ngarepin banget ketemu sama kamu. Tapi kamunya malah gitu," suara Aya makin melemah. Tanpa bisa ia tahan, ia terisak di tengah ucapannya.

"Ay, kamu nangis..??" tanya Ditya panik. Aya tak menjawab. Yang ada malah Aya terisak makin hebat. Makin membuat Ditya panik dan tak enak hati telah membuat Aya menangis.

"Jangan nangis donk, Sayang... Please....!!!" kata Ditya dengan nada memelas.

"Abis kamunya gitu.. Hiks,, hiks... Aku lagi serius malah d.becandain gitu," ujar Aya yang masih terisak.

"Maaf,," sesal Ditya. "Aku kan gak pengen omongan kita berat banget, jadi aku sedikit becanda biar kamu ketawa. Tapi kamu malah nangis gini,"

"Aku rapuh tau. Aku terlalu lemah kalo itu menyangkut kamu," kata Aya yang membuat Ditya agak takut jika membuat gadis itu kecewa atau marah.

"Iya, maafin aku yaa... Aku gak lagi-lagi deh ngerjain kamu. Jadi jangan nangis lagi yaa... Aku paling gak bisa liat cewek nangis, apalagi yang aku sayang..." katanya tulus. Aya tersenyum dalam tanginya. Kini tangisnya adalah tangis bahagia.

"Iya, aku udah gak nangis kok," sahut Aya dengan nada penuh semangat. "Makasih ya, Sayang,"

"Untuk apa..?" tanya Ditya heran. Padahal ia sudah membuat Aya menangis.

"For everything. For all you've done for me, Dit.."

*****

Luka TermanisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang