Tetapi semua dugaannya itu terpatahkan. Dan sekarang dia tidak tahu harus melakukan apa. Semua keputusannya menjadi serba salah.

Air mata Hye Kyo semakin banyak keluar saat mendengar isakan anak laki-lakinya tersebut. Seketika langit-langit ruangan itu dipenuhi oleh suara isak tangis.

"Sebenarnya..." Hye Kyo kembali membuka suaranya. Sedikit lebih tenang, hanya menyisakan air mata yang tidak pernah berhenti keluar.

"Eomma mengetahuinya saat tidak sengaja melihat berita dan selebaran yang dibagikan oleh pihak kepolisian. Lebih tepatnya setelah satu minggu Lalice tinggal di rumah ini. Awalnya eomma mengira jika itu hanya kebetulan dan cucu Kim Raejun dan Lalice hanya sekedar mirip."

"Namun, setelah menyedikinya lebih jauh. Ternyata semua itu memang benar. Lokasi terjadinya kecelakaan itu bersebrangan dengan lokasi tempat eomma bertemu dengan Lalice. Jaraknya kurang dari satu kilometer." Hye Kyo menjeda ucapannya sejenak. Teringat kembali dengan kejadian sepuluh tahun yang lalu, saat dia bertemu dengan Lalice untuk pertama kalinya.

"Hanya saja, masalahnya terletak pada Lalice yang mengalami amnesia. Eomma sudah berusaha untuk mengembalikan ingatannya dengan bertanya ke rekan dokter ahli syaraf atau dokter physicology, sayangnya jawaban mereka sama. Sangat kecil sekali kemungkinan untuk mengembalikan ingatan pasien yang mengalami amnesia. Dari banyak kasus di dunia, sebagian besar penderita amnesia memilih untuk menjalani kehidupan baru dengan ingatan baru mereka."

Yunhyeong menyeka matanya dengan kasar. Meski sedang menangis, tetapi dia tetap mendengarkan penjelasan Hye Kyo dengan baik. Apa yang dikatakan oleh ibunya lagi-lagi benar. Hanya saja itu tidak membantu mereka dari masalah yang rumit ini.

"Oleh karena itu eomma tidak--"

Prang!

Dari arah luar ruangan terdengar suara vas bunga yang pecah. Hye Kyo dan Yunhyeong saling tatap, lantas segera beranjak keluar.

Yunhyeong membuka pintu ruang kerja Hye Kyo yang tidak ditutup dengan rapat. Sebuah vas yang terpajang di sebuah meja dekat pintu ruangan sudah tidak berbentuk lagi di atas lantai.

Dari ujung matanya Yunhyeong menangkap sosok seseorang yang tengah berlari menjauh, menuju tangga. Jantungnya terasa seperti terlepas begitu saja saat mengetahui jika sosok yang tengah berlari itu adalah Lalice.

"Lalice-ya..." Lirih Yunhyeong yang membuat Hye Kyo ikut menolehkan kepalanya. Seketika wanita itu mematung di tempat.

"Lalice-ya!" Teriak Yunhyeong langsung mengejar Lalice sebelum dia kehilangan jejak. Hye Kyo yang tersadar segera mengikuti dari belakang.

"Lalice-ya! Geuman!" Yunhyeong kembali berteriak ketika Lalice berhasil lolos keluar rumah.

Teriakan Yunhyeong tidak dihiraukan oleh Lalice. Gadis berponi itu tetap berlari sambil menutup kedua telinganya. Semua suara percakapan Hye Kyo dan Yunhyeong tadi, terus terngiang-ngiang di dalam kepalanya. Dia menyesal karena telah mendengarkannya.

Lalice tidak tahu kenapa dia berlari menjauh dari ibu dan kakak laki-laki angkatnya itu, kakinya secara spontan bergerak begitu saja. Dia juga tidak tahu kenapa dia harus merasa sesak dan sedih saat mengetahui kebenarannya. Bukankah itu yang dia inginkan?

Pikiran dan perasaannya semakin bertambah kacau. Sehingga perbuatannya tidak sinkron dengan keinginannya.

Dengan berurai air mata, Lalice berlari meninggalkan rumahnya yang satu lingkungan dengan panti asuhan.

"Lalice-ya! Eomma mohon berhentilah!" Giliran Hye Kyo yang berteriak, sedikit tertinggal jauh dibelakang.

Rahang Yunhyeong terkatup kuat ketika menyadari jika mereka telah sampai di jalan raya, bukan lagi jalanan kecil yang sepi dilalui oleh kendaraan. Yunhyeong mengumpat dalam hati karena Lalice yang entah kenapa bisa berlari begitu cepat.

Memory (DISCONTINUED)Where stories live. Discover now