Chapter 16

109 25 7
                                    

Dengan berat hati Jiyong menghubungi Kiko. Mengatakan pada gadis itu ia harus kembali lebih cepat.

Ya, ia pergi meninggalkan Kiko dan membawa Dara ke penthouse miliknya. Hanya beberapa orang yang mengetahui tempatnya ini. Dan hanya beberapa orang yang ia biarkan masuk kesana.

Tempat itu bahkan menjadi tempat persembunyiannya jika ia ingin sendiri. Dan bukan tanpa alasan ia membawa Sandara yang kini tergeletak tak sadarkan diri diatas kasurnya, ia hanya tak tahu kemana lagi ia harus membawa Sandara.

Dengan identitas yang dimiliki keduanya, mereka tak akan bisa dengan mudah menyewa kamar hotel bukan? Akan menjadi bencana jika para wartawan menangkap fotonya bersama Sandara memasuki hotel dimalam hari dan keluar keesokan harinya.

Meskipun yang ia lakukan saat ini tak menjamin akan terhindarnya mereka dari rumor, tapi setidaknya mereka aman dari cctv. Keberadaannya di tempat ini akan lebih aman dibanding diluar sana.

Jiyong melirik Sandara yang masih meracau sesekali dalam tidurnya. Entah apa yang membuat gadis itu kehilangan sisi kerennya, tapi Jiyong cukup terhibur melihat sisi liar Sandara di club malam beberapa waktu lalu.

---

Sandara membuka matanya, kepalanya benar-benar terasa berat dan ia merasa bodoh telah melakukan hal diluar batas semalam. Matanya mengerjap sekali lagi, menjernihkan netra coklatnya yang masih buram akibat terlalu lama tertidur. Dimana ia berada sekarang?

Ia tak begitu ingat siapa yang membawanya pulang, tapi ia merasa ia aman semalam sebelum semuanya hitam dan ia hilang kesadaran.

"Kau sudah bangun?" tanya seseorang.

Sandara melirik pria yang baru masuk dengan nampan di tangannya. Senyumnya muncul walau hanya segaris, "Terimakasih telah membawaku pulang, maaf semalam kau harus bertemu dengan sisiku yang lain."

Jiyong mengangkat bahunya acuh, "Aku sedikit terhibur dengan sisimu yang satunya meskipun itu sedikit membuatku trauma," jelas Jiyong membuat Sandara tersenyum geli. "Makanlah, lalu minum obatnya, aku harus kembali ke Yang Pallace sebelum ke kantor. Kau bisa gunakan bajuku jika kau ingin mandi, kamar mandi ada disebelah sana," lanjutnya.

Sandara tersenyum kecil sekali lagi, Jiyong benar-benar sosok teman yang diidamkan oleh banyak wanita. Jika saja ia tak begitu cinta pada Minho mungkin ia akan jatuh hati pada pria didepannya ini. "Sekali lagi terimakasih, aku akan pergi setelah sarapan dan berganti pakaian."

Jiyong mengangguk, "Take your time, jika kau masih membutuhkan waktu sendiri, tinggalah semaumu. Tempat ini aman," ujarnya.

Sandara mengangguk pelan, ia diam sejenak membiarkan Jiyong menyimpan sarapan paginya dan beranjak mendekati pintu keluar, "Apakah kau akan kembali?" tanya Dara.

Jiyong berbalik dengan kerutan di keningnya, "Kau ingin aku kembali kemari?" tanya Jiyong.

Sandara menundukkan kepalanya, apakah ia menginginkan Jiyong disampingnya?

"Kau ingin aku menemanimu, lagi, malam ini?" tanya Jiyong.

Ucapan pria itu terdengar aneh namun itu yang Dara inginkan dari Jiyong. Apakah ini hal yang salah? Mereka bahkan tak begitu dekat. Ia juga belum memutuskan hubungannya dengan Minho. Bukankah ini salah?

"Aku akan kembali kemari jika kau ingin, kau ingin aku membawa makan malam untuk kita?" tanya Jiyong.

Sandara mendongak, tak ada suara yang keluar dari mulutnya. Kata "Kita" membuatnya tertegun. Pantaskah ada kata itu diantara keduanya?

"Jangan terlalu di fikirkan, bukankah kita ini teman? Aku tahu kau memiliki masalah dan kau ingin ada seseorang yang mendengarkan masalahmu. Anggap saja aku teman wanitamu, dan kau sedang sleepover disini."

Sandara tersenyum kecil sekali lagi sebelum kepalanya mengangguk. Ya, seperti sepasang teman wanita. Jiyong benar, tak ada yang salah dari situasi ini. Mereka hanya teman. Tak lebih dari itu. Ia hanya butuh seseorang yang bisa mendengarkannya saat ini. Ia butuh seseorang yang bisa mengerti dirinya, dan ia harap Jiyong bisa mengerti dirinya.

---

Sandara tak tahu berapa lama ia menatap ponselnya yang mati. Ia bukan tak ingin menyalakan benda persegi yang menjadi salah satu alat komunikasinya saat ini. Hanya saja, Sandara tak ingin kecewa oleh kenyataan.

Ia tahu Minho tak akan mencarinya.

Terkejut?

Ya, setelah ia melihat siaran berita laknat mengenai kekasihnya beberapa waktu lalu. Ia yakin pria itu tak akan mencarinya. Bahkan pria itu mungkin sibuk dengan skandalnya bersama Bae Suzy. Melupakan dirinya yang semalam mabuk hanya karena menunggu pria tak waras yang bahkan melupakan janjinya.

Sandara sadar, tingkahnya saat ini begitu kekanakan. Ia tahu Minho memiliki alasan mengapa ia tak muncul di acara makan malam kemarin. Dan ia yakin, jika ia mengatakan alasannya mabuk semalam pada Jiyong, pria itu akan mengatakan bahwa Minho memiliki alasan yang logis mengenai mengapa dirinya tak bisa datang semalam.

Masalahnya, apakah ia kini peduli?

Hell NO!

Apa yang Minho lakukan semalam membuat hubungan mereka berantakan dan bahkan terancam kandas. Mereka bahkan bukan lagi terancam. Sudah dipastikan kini sang ayah tengah memilih kandidat yang cocok untuk menjadi suaminya.

Dengan tarikan nafas, Sandara meraih ponselnya dan mengalah. Ia menekan tombol power hingga ponselnya itu menyala. Beberapa pesan masuk setelah ponselnya menyala. Sebagian dari sang ayah yang menanyakan dimana keberadaannya. Selanjutnya dari Taeyeon yang meminta maaf karena tak bisa dijangkau semalam.

Minho?

Sandara menelan rasa pahit kekecewaan sekali lagi. Sudah dikatakan, pria itu terlalu sibuk dengan skandalnya hingga lupa pada dirinya. Mungkin ia harus memberi pria itu pesan singkat, mengatakan bahwa dirinya ingin mengakhiri hubungan mereka.

Masa bodo dengan penjelasan Minho semalam, ia tak membutuhkannya sekarang.

Sandara berkutat dengan ponselnya beberapa saat sebelum meninggalkan benda persegi panjang itu di meja nakas. Ia membutuhkan banyak energi untuk aktifitasnya hari ini. Dan ia masih belum ingin pergi dari sini. Ia masih membutuhkan tempat untuk bersembunyi.

Setidaknya, ia tak akan didatangi oleh Minho atau bodyguardnya. Disini ia aman, seperti yang Jiyong katakan. Dan ia bisa bebas melakukan apapun karena sang empu telah mengizinkan ia untuk menetap.

Dara meraih ponselnya lagi untuk memberi kabar pada sang ayah bahwa ia berada di tempat yang aman bersama orang yang aman. Dan mungkin nyaman.

Dan jika diijinkan ia mungkin akan menginap selama beberapa hari sebelum kembali bekerja. Ia juga masih memiliki perasaan, kehilangan Minho dari sisinya tentu membuatnya sakit hati dan butuh merenung. Bukan untuk memperbaiki hubungan mereka, tapi memperbaiki sikapnya selanjutnya jika ia bertemu Minho di suatu tempat setelah mereka berpisah.

Haaahhh!!!

Inikah rasanya bebas dari sebuah hubungan? Ia merasa hampa dan tak bergairah. Ia butuh sesuatu yang bisa membuatnya kembali bersemangat.

Makan! Ia butuh asupan makanan yang bergizi. Mungkin sedikit sayuran dan buah buahan bisa membuatnya sedikit bersemangat!

---
A/n:

Hai!

Harap maklum ya kalau masih absurd, inspirasi masih kacau wkwk

Kemaren dapet kabar lagi kalau aku masih positif jadi masih harus isolasi mandiri.. Doakan mingdep udah negatif yaa

Makin sini makin dikit lagi deh yang baca, kayanya semangatnya makin kendor.. Di hiatusin aja gitu ya? Biar pada nungguin..

Vote dan comment nya dong biar aku semangat hehe

The Choices of LifeWhere stories live. Discover now