Saujeno menghela napasnya lelah kala melihat gadis blasteran di hadapannya tengah memasang wajah cemberut. Ini sudah kali kelima dalam dua minggu ini. Entah apa yang harus dilakukannya sekarang, ia sudah terlampau bingung jika harus menghadapi pacarnya yang gede ambeknya ini.

"Ya Kakak gak tau juga, Shane. Kamu maunya apa emang? Kalau mau sesuatu, bilang yang jelas, biar Kakak bisa langsung turutin apa yang kamu mau."

Saujeno mencoba menahan gejolak emosi yang mulai muncul, berusaha menjaga nada bicaranya tetap lembut dan tenang.

"Aku udah bilang, tapi Kak Jeno gak respon apapun!" si gadis bule malah balik berseru galak, lagi-lagi sukses buat Saujeno mengerang bingung.

"Ya Kakak mana ngerti kode-kodemu, Shane. Yang jelas kalau kamu mau sesuatu, Kakak gak pernah keberatan nurutinnya kok."

Saujeno mencoba memasang senyumnya meskipun kekasihnya terus saja merajuk dengan alasan yang tidak jelas seperti anak kecil. Duh, asli, sebetulnya dia tengah menanggung malu karena mereka bertengkar di tempat umum. Pacarnya ini ngerti gak sih?

Sudah mana kalau kencan, maunya ke mall terus, gak pernah mau dibawa ke tempat selain mall, gak kayak Senandika yang fleksibel, dibawa kemana saja mau dan gak pernah bikin Saujeno terbebani sama semua kemauannya, gak pernah bikin Saujeno naik darah karena kelakuan kekanak-kanakannya.

Tunggu, kenapa Saujeno jadi mikirin Senandika lagi, padahal bulan lalu 'kan sudah putus.

"Gak usah, ah! Semua cowok sama aja, pada gak peka!"

Aduh, ini lah akibatnya PDKT gak lama dan cuma lewat sosial media. Mana pacarannya sama bocah kecil pula.

"Astaga, Shane..." Saujeno mengelus dadanya sabar, mencoba menahan amarahnya yang mendadak menggelegak dalam dirinya.

Tahan, Saujeno. Senandika bilang, perempuan memang harus ditangani dengan khusus.

Tuh, kok Senandika lagi?

"Kenapa?! Kok jadi Kakak yang marah?!"

"Ya jelas marah lah, orang kamunya ngomel gak jelas gini. Sekarang aku tanya deh, kamu maunya apa? Yang jelas kalo ngomong, Shane. Jadi cewek jangan gak jelas. Emangnya kamu kira aku dukun apa, jadi tau segala isi hatimu?! Mending aku kemarin tetap sama—"

"Oh, jadi Kakak beneran belok?! Kakak sebetulnya masih sayang sama si Dika-Dika itu, 'kan?! Kakak masih sayang sama mantan Kakak?! Kakak gak suka kan pacaran sama aku?!"

"Ah, terserahlah!" Saujeno memukul meja dengan muak. "Topik bahasanmu jadi merembet kemana-mana gini! Kakak udah bilang untuk gak singgung-singgung lagi soal dia, Shanon!"

"Lah?! Kakak duluan yang mulai?!"

"Cewek gak jelas! Udahlah, kapok gue pacaran sama cewek!"

Pada akhirnya, Saujeno bangkit dengan depresi dan frustasi dari kursi, meninggalkan Shanon begitu saja di restoran tempat mereka makan. Masa bodo jadi pusat perhatian, Saujeno lebih memilih untuk pulang dan mendinginkan kepalanya sebentar.

Ah sial, kenapa disaat kesal dan marah begini, wajah Senandika dan senyum manisnya yang menenangkan malah terbayang di benaknya?

Ah sial, kenapa disaat kesal dan marah begini, wajah Senandika dan senyum manisnya yang menenangkan malah terbayang di benaknya?

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Senandika - [nomin]Where stories live. Discover now