34. Meniti Ke Akhir Cerita

Mulai dari awal
                                    

“Eh?”

“Diam sebentar, gue mau tidur.”

Abel mengangguk. “Yaudah, nanti Abel bangunin kalau udah sore banget.”

“Iya.”

Abel menunduk. Menatap wajah damai Atlantas seraya mengusap-usap pelan rambut cowok tersebut.

“Rambut Kak Atlas lebat juga ternyata, wangi pula. Abel jadi suka.”

“Hm.”

“Curang, ya. Tampilan badboy kayak Kak Atlantas gini malah dapat rupa yang menawan. Nggak kayak badboy di luaran sana yang wajahnya kayak sangkakala terakhir.”

Atlantas membalikan kepalanya hingga menghadap perut Abel, lalu tersenyum tipis. Dia tidak ingin cewek tersebut melihatnya.

“Jangan deket-deket Kak Atlas, geli.”

Bukannya menurut, Atlantas semakin mendekatkan wajahnya ke depan perut datar Abel. Membuat Abel benar-benar merasa malu.

“Gue berkhayal jika suatu saat nanti kita punya anak yang banyak. Lo sama gue menua bersama sambil merhatiin perkembangan mereka. Gue kerja, lo masak di rumah,” ucap Atlantas tiba-tiba, namun sangat pelan. Abel bahkan harus sedikit lebih menundukkan badannya agar bisa mendengar ucapan cowok tersebut.

Wajah Abel memerah. Sangat merah.

Astagfirullah halu, tapi aminin aja dulu.

“Kalau weekend gue bakalan ajak lo jalan-jalan keluar. Biar lo nggak suntuk di rumah karena ngurus anak-anak.”

Demi plankton yang nggak bisa-bisa dapatin resep dari Tuan Krab, Abel memberi nilai A+ pada halunya Kak Atlas.

“Tapi, gue ajak jalan-jalan sebentar aja. Yang penting sudah ajak lo keluar rumah,” sambung Atlantas membuat Abel tersenyum geli

“Emangnya mau ke mana?” tanya Abel menahan jeritannya. Dia tidak menyangka Atlantas bisa berucap seperti tadi.

“Ke mana aja, gue nurut apa kata lo.”

Blush

Demi Tuhan, Abel tidak bisa menahan senyumannya.

“Tapi, gue nggak mau ke tempat ramai. Gue nggak suka.”

“Kenapa gitu?”

“70% kemungkinan laki-laki lain bakalan lihat lo. Gue nggak suka.”

“Astaga, Kak Atlas.”

Abel menutup wajahnya menggunakan kedua tangan. Dia benar-benar malu.

“Gue mau kayak Sean. Yang egoisnya udah nggak ingat daratan. Gue pengen lo cuman buat gue, Bella. Tapi, gue masih sadar. Gue nggak mau se-egois itu. Gue memang nggak bisa romantis kayak cowok lain. Gue juga nembak lo dadakan banget. Tapi, bukan berarti lo bisa lirik-lirik cowok lain. Gue nggak suka. Gue cemburu. Gue mau mukul orang kalau cemburu.”

Ya Allah, Abel jadi mau cepat-cepat nikah sama Kak Atlas.

Atlantas terdiam sejenak. “Gue mau cerita sesuatu, tapi gue ragu.”

Atlantas merubah posisinya. Sehingga wajah mereka jadi sejajar.

Abel meneguk saliva pelan. Buyar sudah haluannya tadi.

“Ra—ragu kenapa?”

“Gue juga nggak tau.”

Abel jadi semakin penasaran. “Memangnya Kak Atlas mau cerita apa?”

ATLANTAS || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang