“Mau beli sesuatu?” tanya Atlantas terlebih dahulu.

Abel hanya menggeleng pelan. Atlantas yang malam ini berhasil membuat jantungnya jumpalitan. Benar-benar sebuah kemajuan besar karena Atlantas mau membuka obrolan terlebih dahulu. Abel rasa dia akan sangat bucin pada cowok tampan di sampingnya ini.

“Kak Atlas blasteran, kah?”

“Canada-Indonesia.”

Abel sedikit memajukan tubuhnya. Menatap bola mata Atlantas yang berwarna biru. Sangat indah. Dia makin terpesona.

“Abel jadi pengen punya bola mata kayak Kak Atlas, deh.”

“Milik lo udah bagus. Sesuai sama muka lo.”

“Emangnya muka Abel kayak gimana?” tanya Abel cepat.

“Cantik.”

Abel langsung tertawa. “Abel memang cantik. Jadi, sesuai aja kan sama Kak Atlas yang tampan ini?”

“Iya.”

Walaupun sudah berpacaran, tapi sikap Atlantas masihlah kaku. Abel tidak mempermasalahkannya. Dia menyukai Atlantas yang seperti ini.

“Abel harap ini bukan mimpi belaka,” ucap cewek tersebut pelan. Menatap lurus ke depan. “Dan perasaan ini akan tetap abadi,” sambungnya lagi. “Abel mau sama Kak Atlas terus. Kini, nanti, ataupun kehidupan berikutnya.”

Atlantas tidak tau harus bersikap seperti apa lagi. Harapan Abel terdengar sangat tulus di telinganya. Dia bersyukur bisa membuat hubungan bersama Abel seperti saat ini.

“Dan gue berharap semoga suatu saat nanti kita bisa ajak anak kecil ke sini. Bersama-sama. Layaknya keluarga kecil harmonis,” bisik Atlantas pelan di samping telinga Abel.

Hembusan napas Atlantas sangat jelas terasa di telinga Abel. Dia tidak mau menoleh ke arah cowok tersebut, namun wajahnya tampak sangat senang malam ini. Sudah tampak jika dia setuju dengan ucapan cowok tersebut.

Kebahagiaan inilah yang Abel tunggu.

Kebahagiaan sederhana yang tidak bisa di cari di manapun dan ditukar dengan apapun.

Abel membalas tatapan Atlantas secara tiba-tiba dengan seulas senyuman.

“Kita nikah dulu, ya. Tapi nanti, habis Abel lulus kuliah dan Kak Atlas udah kerja,” balas Abel membuat Atlantas membeku dengan wajah yang memerah.

“Mau, kan?” tanya Abel memecah keheningan di atasnya mereka.

“Iya, mau,” sahut cowok cepat, tidak ragu.

Abel malah terkikik pelan. “Kak Atlas bikin gemas,” batinnya.

Sedangkan Atlantas hanya bisa terpaku pada senyuman, tawa, dan raut wajah Abel yang berubah-ubah di setiap waktu.

Mereka tida tahu saja jika keduanya sama-sama memiliki perasaan yang kuat. Hanya butuh waktu saja untuk mengungkapkan sisa rahasia yang belum terungkap.

Dan sepertinya semesta malam ini mulai berkerja sama untuk menyatukan dua hati tersebut untuk terus saling terkait.

Tapi, sampai kapan?

“Kita jalanin bareng-bareng ya Kak Atlas. Abel sayang Kak Atlas pokoknya. Kalau Kak Atlas gimana?” tanya Abel sambil menatap kedua mata Atlantas yang tenyata juga di balas cowok tersebut.

Sebuah usapan lembut hinggap di pipi kirinya. Atlantas mengelus pipi Abel penuh rasa sayang

“Bukan hanya sayang, Arabella. Aku cinta kamu.”

ATLANTAS || ENDWhere stories live. Discover now