Chapter 1 - Awal Pertemuan di Balik Amnesia

3.7K 467 67
                                    

Saat itu matahari baru saja tenggelam dan awan merah muncul di antara semesta luas keabuan. Lalice pulang seusai dari minimarket membeli susu untuk kedua anaknya yang sekarang berusia tiga tahun. Berjalan kaki dengan membaca pesan dari Mingyu yang memberitahu dirinya jika anak-anaknya menangis tanpa henti. Mungkin laki-laki itu kewalan mengurusi Hyujin dan Ryujin yang memang tidak bisa jauh barang semenit pun darinya.

Lalice kini memacu langkah lebih cepat untuk segera sampai di rumahnya. Kasihan memikirkan nasib Mingyu yang berada di rumah sendirian. Sembari bergumam cemas ia memasukkan ponsel ke tas selempang kecil miliknya. Sampai-sampai tidak menyadari ada seorang pria bersandar pada badan mobil yang tengah mengamati dirinya terburu-buru.

"Selamat malam..," ucap pria itu yang langsung membuat langkah Lalice terhenti.

Lalice menatap gerbang rumahnya dengan mata melebar. Di sisi kiri gerbang itu, ada satu sosok pria tidak asing yang telah membuangnya satu tahun lalu. Miris sekali. Apakah pria itu telah mendapatkan ingatannya kembali setelah kekecewaan yang dia berikan?

"Ada perlu apa kau ke sini?"

"Aku perlu bicara denganmu."

Lalice menghembuskan napas singkat dan menggeleng, mengatakan penolakannya mentah-mentah secara gamblang. Di dalam rumah sudah terdengar tangisan Hyujin dan Ryujin yang membuatnya panik.

"Aku tidak punya waktu."

Dengan tergesa Lalice berjalan melewati pria tampan yang sayangnya bernama Jungkook tersebut. Suami tercintanya yang sekarang ia benci. Karena Amnesia yang dideritanya itu membuat sosok Jungkook berbeda. Dirinya maklum kalau Jungkook tidak ingat siapa dirinya dan kedua anak kembarnya, tapi mengusir dan menolak untuk mencoba menerima fakta bahwa ia istrinya membuat Lalice benar-benar muak. Haruskah ia tetap salahkan penyakit bernama Amnesia itu?

"Aku bilang, aku butuh bicara denganmu," tegas Jungkook setelah berhasil menangkap pergelangan tangan Lalice.

"Aku juga sudah bilang, aku tidak punya waktu!"

Lalice menepis kasar tangan Jungkook lalu memasuki rumahnya cepat-cepat. Melihat Mingyu yang tengah menggendong Ryujin sementara tangannya sibuk membujuk Hyujin untuk tidak menangis lagi.

"Hei, Hyujin... Ibu di sini, Sayang. Sudah. Sudah. Jangan menangis lagi, ya..."

Lalice segera menaruh kentung plastik berisi susu yang dibelinya tadi dan mengangkat putra tampannya itu ke dalam gendongannya. Memeluk serta menepuk-nepuk ringan punggung kecil Hyujin dengan memberinya kalimat-kalimat penenang.

"Sepertinya aku bukan calon yang cocok untuk menjadi Ayah mereka."

Lalice menghela napas jengah ketika menatap Mingyu. Tangisan Ryujin sudah berhenti dan sekarang gadis kecil itu tertidur di gendongan Mingyu. Sementara Hyujin masih sesegukan meski tangisan kerasnya telah berhenti.

"Aku tidak memintamu untuk menjadi Ayah mereka, Mingyu."

Laki-laki berperawakan tinggi besar dengan kulit sawo matang itu tersenyum manis hingga lesung pipinya terlihat jelas. Mingyu mengangguk setuju lalu berbalik membuka kamar Hyujin dan Ryujin.

"Memang kau tidak memintaku. Tapi aku sedang berusaha untuk menjadi sosok pria yang akan membuat Hyujin dan Ryujin bahagia sebelum kau mau menerimaku," ucapnya sambil berlalu masuk.

Lalice mengikuti langkah Mingyu dan melihat laki-laki itu menidurkan Ryujin ke box bayi besar yang sengaja ia pisahkan dengan milik Hyujin. Kedua anaknya memang tidak berada di ruang kamar yang sama dengan dirinya karena merasa kesulitan untuk menjaganya ketika tidur. Dan kebetulan box bayi mereka cukup besar sehingga sampai sekarang pun masih bisa digunakan.

CANDUKde žijí příběhy. Začni objevovat