27. Antara Bandung Dan Jakarta

Start from the beginning
                                    

“Apalagi kayak tadi. Kalau aja Abel nggak cepat turun, Kak Atlas pasti jatuh ke tanah,  kan? Abel nggak mau lihat kayak gitu. Kak Atlas nggak seharusnya lawan mereka. Kak Atlas bisa aja luka-luka. Nanti sakit.”

Atlantas diam, lalu tersenyum. Mengangkat wajah Abel yang kembali dipenuhi dengan air mata.

“Lihat gue,” bisik Atlantas pelan. “Berantem adalah hal yang wajar untuk cowok, Bel. Terlebih lagi buat cowok kayak gue. Berantem bukanlah hal yang aneh. Gue sama berantem tuh udah kayak satu paket. Jadi, lo nggak usah nangis. Gue nggak kenapa-kenapa. Lo bisa lihat sendiri, kan? Gue bahkan bisa ngomong sepanjang ini ke lo.”

Abel membiarkan wajahnya yang dirangkum oleh tangan besar Atlantas. Menyapu sisa-sisa air matanya yang membekas di pipi.

“Begitu kah?” tanya Abel lirih.

“Hm.”

Abel mengangkat tangannya. Menyentuh ujung pelipis Atlantas yang terlihat memar.

“Sakit?”

“Nggak.”

Tangan Abel turun hingga ke rahang Atlantas. Ada lebam di sana yang sudah berwarna biru keunguan.

“Pasti nyeri, kan?”

“Biasa aja.”

Lalu, tangan Abel beralih lagi ke sudut bibir Atlantas yang sobek.

“Kenapa bisa sobek kayak gini, sih? Jadi susah ngomong kan pasti.”

“Hm.”

“Dengan kondisi wajah yang udah kayak gini Kak Atlas masih terlihat santai. Yang benar saja.”

“Itu faktanya.”

“Tapi Abel masih nggak percaya.” Dia menjauhkan tangannya dari wajah Atlantas.

“Senyum dulu, baru Abel percaya kalau Kak Atlas itu baik-baik aja.”

Dalam hati Abel tersenyum penuh kebanggaan. Kapan lagi bisa seperti ini. Istilahnya sih mencari kesempatan dalam kesempitan.

Atlantas mengernyitkan dahi.

“Kenapa? Kak Atlas nggak mau se—”

Tubuh Abel menegang. Perutnya terasa sangat menggelitik seperti ada ribuan kupu-kupu yang berterbangan di dalamnya.

Atlantas tersenyum untuk pertama kalinya di depan Abel. Dengan senyuman tipis tanpa seringaian.

Wajah cowok tersebut tampak jauh berkali-kali lipat lebih tampan dari pada biasanya.

Napas Abel mulai tersendat-sendat. Dia tidak bisa menyembunyikannya lagi. Dia terpesona. Terpesona sejatuh-jatuhnya pada senyuman barusan.

“Udah, kan?” tanya Atlantas. Kembali menormalkan ekspresi. Walaupun hanya sebentar, tapi Abel sudah merasa bersyukur.

Atlantas langsung berdiri dan menarik lengan Abel agar ikut berdiri juga. Lalu menuntun cewek tersebut kembali ke dalam mobil.

Abel yang masih ngeblank tidak tidak memperdulikan tatapan Atlantas yang kini menatapnya geli. Bagaimana tidak, sedari tadi Abel hanya senyam-senyum sendiri.

“Kak Atlas nggak mau senyum lagi gitu?” tanya Abel tiba-tiba. Dia sudah duduk di dalam mobil, sedangkan Atlantas masih diluar—menumpu sebelah tangannya di pinggir pintu mobil.

“Kenapa? Suka lo?”

Tanpa ragu Abel mengangguk. “Suka banget! Ayo, senyum lagi ” Abel tersenyum lebar, seperti tidak sabar menunggu.

ATLANTAS || ENDWhere stories live. Discover now