t w o

1.3K 435 35
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ntah bagaimana bisa, sofa yang sempit itu berubah menjadi sangat nyaman

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ntah bagaimana bisa, sofa yang sempit itu berubah menjadi sangat nyaman. Hongjoong menambahkan banyak bantal dan selimut agar Yeosang bisa tidur dengan baik. Alhasil, sofa jadi tempat favoritnya selama beberapa waktu. Hongjoong bilang, Yeosang bisa tinggal selama apapun ia mau. Tapi bagi Yeosang, kalimat itu semakin menumpukkan serangkaian kecurigaan.

"Yeosang, kau bisa bantu aku?" Tanya Hongjoong sambil menunjuk kompor yang masi menyala. Sementara ia sedang berada di sudut ruangan sambil membetulkan radio. "Matikan kompornya."

Yeosang pun bangkit dari duduknya dan berjalan menuju kompor yang dimaksud. Hongjoong membuat bubur yang sangat harum. Bukan untuk mereka, tapi untuk Jongho yang sedang sakit. Teman Hongjoong yang paling muda di antara lainnya.

"Hyung, apa radioku sudah selesai dibetulkan?"

Yeosang menoleh ke asal suara.

"Sebentar ya," jawab Hongjoong.

Seketika Yeosang langsung paham bahwa itu adalah Yunho. Seseorang yang punya selera unik dan hobi sekali mengoleksi benda-benda lama. Contohnya seperti radio tadi. Dia bilang, dia suka dengan aroma benda yang telah melewati banyak waktu. Yeosang tak mengerti, tapi ia tak ambil pusing. Beberapa hari lalu radio itu dijatuhkan oleh Mingi—dia memang sedikit ceroboh dan perusak. Dia menghancurkan banyak hal.

"Ini." Hongjoong tersenyum sambil memberikan radio itu kepada Yunho.

Bagaimanapun, Yeosang tak bisa cepat akrab pada semua yang ada di sini—selain Hongjoong. Tentu hal itu wajar untuk orang baru sepertinya. Tapi, kecanggungan itu semakin terasa masuk akal jika dilihat dari sudut pandang yang berbeda. Rasanya memang Yeosang tidak mungkin bisa akrab dengan mereka. Tapi setidaknya Yeosang berusaha untuk tau nama mereka semua.

"Kemarin ada seorang pria tua yang menyuruhmu membetulkan kipas anginnya. Apa dia sudah membayarmu?" Tanya Seonghwa. Seseorang pemuda dengan perawakan yang lembut dan bijaksana. "Dia terus memintamu membetulkan barangnya tanpa pernah membayar."

Hongjoong menggeleng. "Dia malah hampir meludahiku. Katanya aku tidak punya rasa iba dengan meminta uang dari orang tua sepertinya—hanya karena aku membetulkan kipas anginnya."

Yeosang yang diam-diam mendengar mendecih. Apa-apaan itu? Sudah tua tapi masih bodoh. Siapapun tau Hongjoong bekerja memperbaiki barang untuk dibayar. Dia melakukannya untuk hidup, bukan untuk berbuat baik.

───●◎●───

Malam menjelang dengan begitu cepat. Hari-hari terasa lebih hangat dari sebelumnya. Mungkin karena kini Yeosang punya seseorang untuk jadi tempatnya pulang. Yeosang selalu tersenyum tiap kali ia akan memasuki pintu. Malam itupun, ia datang melalui pintu tersebut. Menemukan Hongjoong yang sedang berwajah kesal.

"Wooyoung! San! Berhenti menganggu!" Ujarnya yang risih bukan main karena pekerjaannya sebagai tukang reparasi sedikit terkendala.

Yeosang menggeleng-gelengkan kepalanya. Wooyoung dan San memang seperti itu. Tiada hari tanpa menganggu orang lain. Sepertinya mereka adalah perusuh di kehidupan sebelumnya. Kepribadian dan usia yang serupa membuat mereka sangat kompak menjahili orang lain. Yeosang masih mempertanyakan alasan mengapa keduanya tercipta—jika hanya sebagai penganggu.

Yeosang menghempaskan bokongnya ke sofa sambil menghela napas. "Kenapa kau tidak usir saja mereka kalau memang menganggu."

"Siapa kau berani mengatakan itu?" ujar San.

Hongjoong mengumbar senyum yang sama. Senyum yang menurut Yeosang sangat memuakkan. "Mana bisa. Walaupun menyebalkan, rumah ini akan sepi jika mereka tak ada."

Mulut Yeosang rasanya ingin berkicau lebih jauh mengenai itu. Tapi ia menahannya dengan sangat baik. Tiap kali Yeosang ingin mengudarakan serangkaian kalimat fakta, batinnya lebih dulu memberikan justifikasi—bahwa ada hal yang seharusnya tak ia katakan.

"Ngomong-ngomong kau dari mana?" Tanya Hongjoong tiba-tiba. Meski begitu, ia punya konteks yang jelas—dan Yeosang bisa merasakan hal tersebut.

Pemuda Kang itu mendengus dan berjalan memasuki kamar mandi. Baginya, ia tak perlu menjawab pertanyaan tersebut karena ia pikir Hongjoong sudah tau jawabannya. Suara air yang mengalir dari balik pintu kamar mandi menenggelamkan suara televisi ruang tengah yang masih menyala. Tatapan Hongjoong seketika berubah menjadi kelam. Terkesan lindap dan bergemuruh layaknya dunia luar.

Mata itu menyorot pada tayangan televisi. Meski suaranya sangat samar, Hongjoong masih bisa mendengarnya.

"Dia tak perlu kipas angin lagi," ujar Seonghwa sambil melihat ke arah yang sama.

TBC

way back home [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang