e n a m

862 174 73
                                    

Seperti saat ini.

Kami berdua bergandengan tangan, di antara reruntuhan bangunan, dalam perang Hogwarts.

Bahkan di saat dadaku nyeri akibat terkena reruntuhan dengan ukuran cukup besar, kenangan-kenanganku bersamanya yang terputar.

Aku menoleh, menangkap Fred yang tergeletak dengan kepala penuh darah tengah menatapku dan tersenyum.

"Uhuk."

Dadaku nyeri lagi, memaksa sesuatu keluar dari mulutku saat terbatuk lemah.

Cairan kental berbau anyir keluar tanpa diminta.

Fred menatapku khawatir.

Tangan kanannya terulur ke arahku, mengelap sudut bibirku dengan punggung tangannya.

Kemudian beralih bertengger diatas pipi kiriku. Mengusap disana pelan.

"Uhuk."

Aku memejamkan mataku saat dadaku semakin nyeri ketika terbatuk, aku meringis pelan.

Ia masih mengusap pipiku.

Keningku berkerut menahan rasa sakit di sekujur tubuhku.

Tangan kiriku terangkat pelan dan memegang tangan kanan Fred yang masih di pipiku.

Air mataku tanpa sadar keluar tanpa diminta.

Tangan kanannya ia tarik.

Mengusap sudut mataku dengan jarinya.

Sebelum kembali ia taruh di pipi kiriku, diatas tanganku.

Tangannya mengusap pelan cincin yang ia sematkan seminggu yang lalu.

Air mataku semakin deras saat mengingat lagi lamarannya waktu itu.

Tangan kirinya ia tarik untuk memegang telinganya, wajahnya nampak kesakitan.

Genggaman tangan kanannya menggerat.

Aku panik disela tangisku yang semakin menjadi.

Saat hendak mendekatinya, aku mengerang pelan karena rasa sakit di tubuhku semakin menjadi saat berusaha aku gerakkan.

Belum sempat aku berhasil menggerakkan tubuh mendekatinya.

Genggaman tangannya terasa melemah.

Aku menatap wajahnya yang tenang dengan mata tertutup.

Tubuhnya tidak lagi bergerak kecil, pertanda ia sudah tak bernafas.

Air mataku turun semakin deras.

Tangan kananku mengeratkan genggaman kami yang tak lagi dibalas.

Tangannya tidak lagi bertenaga ketika aku menggerak-gerakkannya secara brutal.

"Arghh."

Aku mengerang saat dadaku kembali nyeri.

Tangan kiriku meremat bagian nyeri itu, genggaman tangan kananku semakin erat meski tangan Fred seolah minta dilepas.

Tiba-tiba telingaku berdenging diikuti pandanganku yang memburam.

Makin lama dengingan itu semakin keras menimbulkan rasa sakit.

Sakitnya mengalahkan nyeri di dadaku.

Di sela-sela itu sebuah harapan terlintas begitu saja.

Aku berharap bahwa cinta kami masih belanjut meski di alam lain.

Sedetik setelahnya, degingan itu menghilang.

Sunyi seketika.

Begitu juga pandanganku yang menjadi hitam sepenuhnya.

Harapanku terkabul.

Tanganku terasa digenggam dengan erat lagi.

Pandanganku tak lagi hitam.

Saat aku menoleh, aku menemukan Fred dengan tubuh tembus pandangnya tengah tersenyum ke arahku.

End.

Hold Your HandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang