"Bukan!" Kali ini Dian. Tadinya Gadis mau menjawab tapi Dian melarang dengan isyarat tangannya. "Emang dia siapanya Satria masalah gitu buat hidup lo? Tampang lo juga biasa aja, nggak secantik Raline Syah atau Pevita. Tapi ngiri banget kayaknya sama dia yang digandeng Satria tadi pagi. Baru juga gandengan kalian udah datang ke sini kayak debt colector nagih hutang. Apalagi kalo lihat mereka ciuman!"

"Dian ih! Jangan--" Gadis hendak menyela, tapi Andrea melarangnya.

Cassandra tersenyum remeh, "cuma mahasiswa yang bisanya cuma bikin puisi aja belagu! Palingan juga dia cuma dijadiin boneka yang kalo udah bosan bakalan di buang ke tempat sampah!"

"Oh, lo anak kedokteran?" Dian balas mengejek dengan ekspresinya pada teman Cassandra yang menenteng snellinya, mungkin mereka sedang coas di rumah sakit. "Palingan lo juga model mahasiswi yang lulus ditiap ujiannya karena mentraktir residennya dengan makan malam! Ah, salah. Kencan mungkin?" Dian mulai hilang kendali lalu Andrea mengusap bahunya. Gadis? Dia asyik memperhatikan sambil mengulum lolipopnya.

"Udah gini aja, katakan apa mau kalian. Ke sini mau apa?" Tanya Andrea. "Udah kenal kan, dia Gadis anak sastra. Terus apa?" Ucapan santai yang tak seperti Andrea biasanya. "Oh, mungkin ini bisa ngejelasin," Andrea mengeluarkan ponselnya, membuka kunci layar dan menuju galeri.

Meski bingung dan sudah emosi akibat kata-kata Dian, tiga wanita itu sedikit penasaran dalam diamnya. Mereka melihat pada apa yang Andrea lakukan.

"Ini sahabat gue. Gadis namanya, yang kata lo cuma jago bikin puisi. Nah, kalo yang ini ketua BEM, kalo nggak salah namanya Satria Rangga Prawira. Mereka menikah beberapa hari lalu."

Terkaget. Atau syok atas apa yang mereka lihat di layar ponsel Andrea. Cassandra dan dua temannya diam tak berkata.

"Kalo syarat menikah itu berlandaskan pada jurusan apa yang lo ambil, berarti kalian salah jurusan. Harusnya ngambil sastra aja, siapa tahu Satria bakal luluh sama puisi yang kalian bikin. Mungkin bagi dia pisau bedah terlalu mengerikan." Ucap Andrea yang diakhiri senyum menang. Cassandra dan kedua dayangnya pergi tanpa kata.

Seketika Dian dan Andrea melakukan tos sambil tertawa.

"Kan? Kejadian! Gimana kalo besok-besok makin banyak yang datang ke sini nanyain nama gue, An? Nasib gue punya suami ganteng. Apa bakalan kayak di drama? Telur, tepung atau saus bakal mereka lemparin ke gue?" Ada ketakutan di raut wajah istri ketua BEM itu.

"Ada kita Dis. Gue harap lo jangan diam andai sesuatu yang buruk sekecil apapun itu. Lo percaya kak Satria kan?" Dian meraup tubuh gemetar sahabatnya. Dia sedang mencemaskan sesuatu.

"Gue yang nggak percaya sama diri gue sendiri. Nyatanya gue emang nggak secantik Raline Syah atau Pevita. Mereka kecewa karena idola mereka cuma beristri seorang gue." Bagi seseorang yang pernah mengalami trauma psikis, pasti akan terus mencari keburukan dirinya dan tak percaya diri karena dunia pernah tak baik padanya.

"Bisa nggak kalo lo fokus sama hubungan lo sama kak Satria aja? Juga hargai diri lo. Lo Gadis, istri ketua BEM yang mereka puja. Itu artinya mereka kalah telak! Lawan rasa takut lo, Dis! Apa yang lo takutin belum tentu kejadiannya akan seperti itu." Andrea ikut memeluknya usai bicara panjang lebarnya.

"Ke BEM yuk!  Kita antar! Pasti Kak Satria udah rindu sama lo!"

Mulut Gadis mengerucut kesal dan menuruti Dian untuk berdiri. "Apalagi gue. Dia emang racun! Kali aja semua mahasiswi di sini udah pada keracunan sama wajah gantengnya dia."

***

Ada kejutan dari Satria buat istrinya malam ini. Setelah kejadian siang tadi, moodnya jelek. Bagi Satria itu adalah sesuatu yang buruk, karena besok mereka akan berangkat bulan madu. Jadi pria itu harus memperbaiki mood istrinya lebih dulu, yaitu dengan mengumpulkan semua kesayangan istrinya. Dari Mayang, Ibram, dan buah hati mereka. Bahkan ayah Mayang yang tua tapi selalu tampan itu pun turut hadir di rumah keluarganya. Macam reuni saja, semua mantan anak kos bapak Budiono berkumpul di sana plus suami mereka masing-masing.

Es Balok Unjuk Rasa ✔ TERBITWhere stories live. Discover now