12. Pesta penobatan.

Mulai dari awal
                                    

"Sudah-sudah... Itu sudah cukup Leola. Kau pasti lelah, kembali lah kekediamanmu dan istirahatlah." ucap Alana saat Leola ingin melanjutkan pijatanya.

"Terimakasih putri. Segeralah putri istirahat." Leola membungkuk dan pergi setelah Alana tersenyum dan mengangguk.

Alana menguap panjang, menarik selimut dan menutupi sampai dadanya dan mulai memejamkan matanya. Tapi belum tertidur dengan nyaman Alana terbangun saat mendengar suara ribut dari luar kediamanya. Alana berjalan dengan sangat pelan tanpa menimbulkan suara. Mengintip dari sela pintu dan mengerjap saat melihat dua orang tengah berbincang. Alana penasaran dengan apa yang mereka bicarakan, Alana menempelkan telinganya dipintu dan menajamkan pendengaranya.

"Kita harus segera melenyapkan wanita tua Suzi."

"Kau benar, kita tunggu waktu yang tepat untuk membunuhnya."

"Tapi kita harus melenyapkanya dalam seminggu ini."

"Yah, bagaimana kau selesai penobatan Putri Mahkota?"

"Aah, baiklah."

Keduanya langsung pergi dan tanpa menyadari jika Alana mendengar obrolan mereka. Alana mengepal kedua tanganya, rahangnya menggeras dan matanya menahan amarah. Gadis itu berjalan ke arah ranjang dan duduk ditepi ranjang. Ia tak akan membiarkan seorang pun menyentuh ibunya, siapa yang berani menyentuh ibunya, orang harus berurusan denganya.

Alana jadi tak bisa tidur dan pikiranya selalu memikirkan keadaan ibunya itu. Sudah tiga hari ia tak melihat wanita paruh baya yang selalu terlihat kuat walau Alana tau kalau wanita itu rapuh. Alana mengambil kertas dan mencoret-coret kertas itu untuk melampiaskan amarahnya. Siapa yang berani membunuh ibunya itu? Alana harus mengagalkan rencana busuk yang selalu menghantui otaknya.

=====

Pagi tiba, cahaya matahari menembus masuk dari sela gorden jendela dan menggenai gadis cantik yang sedang tertidur nyenyak itu. Gadis itu mengeliat dan menguap, duduk diatas ranjang dan menyandarkan tubuhnya pada kepala ranjang. Tak lama Leola datamg bersama lima dayang yang baru Alana lihat. Gadis itu mengucek-kucek matanya, menyesuaikan cayaha dengan penglihatanya.

"Sudah pagi yah? Padahal aku baru saja tidur." ucap Alana seperti seorang anak kecil yang merengek.

"Mari putri, kita bersiap sebentar lagi acaranya akan dimulai." Leola.

"Yah-yah, bantu aku berdiri." Alana meraih tangan Leola yang terulur dan mulai bangkit dan berjalan lemas ke arah permandian.

Usai bersiap, Alana di rias oleh beberapa dayang. Alana duduk dikursi depan cermin menatap hiasan rambut yang banyak dan juga cantik tapi berat. Alana memakai hanbok warna hijau tua dengan benang emas yang menghiasi bagian pinggir hanbok dengan rok berwarnah pink.

Leola gadia itu juga terlihat cantik. Gadis itu memakai hanbok yang dibelikan oleh Alana. Leola membuka pintu saat mendengar suara ketukan pintu. Alana mengikuti arah pandangnya ke pintu. Leola tersenyum saat melihat Dijin yang berada didepan pintu. Mempersilahkan lelaki itu masuk. Dijin berjalan mendekat ke arah Alana. Alana merentangkan tanganya dan Dijin memeluk Alana. Mengurai pelukan dan pangeran kecil itu menatapnya.

"Kak."

"Iya?"

"Kau harus hati-hati."

"Kenapa? Ada masalah Dijin?"

"Itu~" ucapan Dijin terpotong oleh suara kasim yang mengatakan kedatangan Wang Ja, Putra Mahkota. Alana menatap sebal ke arah pria yang memakai hanbok biru tua itu. Pria itu tersenyum lebar dan puas atas penampilan dari adiknya ini.

"Ayo putri kita menuju aula pesta." ajak Leola menuntun Alana. Alana menoleh ke arah Dijin dan mengelus pucuk kepala pangeran itu, memberi ketenangan.

"Jangan khawatir pangeran ku, aku akan baik-baik saja, kakak duluan yah." Alana tersenyum dan kakinya mulai meninggalkan kediaman nya.

=====

Dibelakang sebuah pohon yang cukup besar dua orang menyeringai puas dan tertawa kecil. Mereka tersenyum mengerikan saat melihat punggung suruan mereka mulai menjauh. Sooa memainkan rambut panjangnya dan mendecih.

"Jalang itu sebentar lagi sengsara dan merasa bersalah seumur hidupnya." Sooa.

"Yah, ibu harap ia akan pergi meninggalkan Istana ini." Seona.

"Itu mudah ibu, kita lihat saja beberapa hari ini. Jalang itu akan pergi tanpa kita main tangan." Sooa.

"Yah, ayo kita pergi menghadiri acara konyol itu." Seona menggandeng tangan Sooa.

====

Rombongan keluarga Park dari Kerajaan Wilausan baru saja tiba didepan gerbang Istana. Ahnli keluar dari dalam tandu yang membawanya tadi. Gadis cantik itu menatap sekeliling dan memasang senyuman kecut dan tak minat. Begitu juga dengan Park Chuna. Pria itu baru saja turun dari kuda yang ia naiki tadi. Memberikan tali kuda Itu kepada seorang prajurit untuk menjaga sementara kuda kesayanganya itu. Park Chuna menggandeng tangan adiknya itu memasuki gerbang Istana. Ahnli tak protes ia justru nyaman dengan posisi seperti ini.

Sooa gadia itu menatap berbinar ke arah Chuna. Sudah ia duga jika pria itu akan datang. Mendekat dan berada disebelah pria tampan itu dan memasang senyuman manis. Ahnli yang orangnya memang pendendam menatap sinus kepada Sooa. Sooa gadis itu masa bodoh, ia melihat sekeliling Ahnli, tak ada dayang misterius itu. Tersenyum senang saat tak melihat dayang itu.

Ahnli yang menyadari dan melihat senyuman mengejek dari Sooa, sebal dan kesal ingin rasanya ia merobek bibir gadis itu dan menjambaknya. Tapi mata Ahnli melotot saat melihat gadis cantik yang berdiri disebelah Kaisar dan Ahnli rileks memukul pipinya. Bergumam kecil dan dapat didengar oleh Park Chuna.

"Kak Jina?" Putra Mahkota Park Chuna mengikuti arah pandang Ahnli dan pria itu sama juga melongo dan menggelengkan kepalanya saat melihat gadis cantik dengan balutan hanbok pink itu tersenyum manis menyapa para tamu kerajaan lainya.




Hay semuanya.

Sedekah votenya bund.
Makasih😍😘😉😙


Transmigrasi Alana and Yuo Jina (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang