"Kau sudah menghubungi manager-mu?" Tanya Lalice yang berhasil memecah suasana lengang.

"Hmm... Belum." Jawab Rosé singkat.

"Hubungilah sekarang."

"Aku tidak membawa ponsel."

Langkah kaki Lalice langsung berhenti begitu mendengar ucapan Rosé. Kedua mata bundarnya menatap solois tersebut dengan penuh selidik. Tidak lama kemudian Lalice tersenyum samar.

"Kau sepertinya benar-benar ingin bebas hari ini." Lalice mengeluarkan ponsel miliknya dari saku belakang celana, lalu memberikannya kepada Rosé.

"Gunakan ponselku."

Rosé menerima ponsel tersebut,  segera memasukkan nomor ponselnya dan langsung menghubunginya. Tidak ada jawaban pada panggilan pertama, membuat Rosé berdecak kesal. Dia terus menghubungi nomor tersebut hingga adanya jawaban.

"Yeoboseyo. Eonnie, ini aku." Ucap Rosé setelah mendengar suara Hyeri dari seberang telepon sana.

"Apa kau bisa menjemputku, eonnie? Ne, aku masih berada di area kampus. Arasseo, aku akan menunggumu di depan gerbang. Ne... Annyeong." Setelah tidak ada lagi yang dibicarakan, Rosé langsung mematikan panggilan tersebut.

Sebelum gadis blonde tersebut mengembalikan ponsel tersebut kepada pemiliknya, secepat mungkin dia mengetikkan sesuatu disana. Lalu tersenyum lebar, merasa puas dengan apa yang telah dia lakukan.

"Igeo." Lalice menoleh, mengambil ponselnya kembali dari tangan Rosé. Dia langsung menyimpan ponsel tersebut tanpa perlu memeriksanya.

Lokasi kampus Lalice dengan agensi tempat Rosé bekerja berada di satu kawasan yang sama. Hanya berjarak beberapa blok. Menurut perkiraan Lalice, mungkin Hyeri akan datang dalam hitungan menit. Sekitar sepuluh atau lima belas menit lagi.

"Kau boleh pergi sekarang." Ucap Rosé setelah mereka sampai di gerbang kampus.

Gerbang tersebut cukup ramai dipadati oleh pengunjung yang baru saja keluar dari kampus. Saatnya mereka pulang setelah menyaksikan pertunjukkan kembang api.

Lalice tidak bergeming sedikit pun, dia tetap berdiri disebelah Rosé. Mengabaikan ucapan gadis blonde tersebut.

"Ya! Apa kau tidak--"

"Aku tidak akan pergi sebelum manager-mu datang." Potong Lalice cepat.

"K-kau mencemaskanku?"

"Ani, aku hanya tidak ingin menjadi saksi mata jika nanti kau diculik atau diserang oleh seseorang ketika kau sendirian. Berurusan dengan media adalah hal yang paling merepotkan diatas muka bumi ini." Jawab Lalice tanpa menolehkan kepalanya sedikit pun ke arah Rosé.

Rosé menghela napas kecewa, merasa menyesal karena telah menanyakan hal itu kepada Lalice. Jawaban yang diberikan oleh gadis berponi itu selalu tidak sesuai dengan harapannya.

Percakapan mereka berhenti sampai disana. Membiarkan suasana hening menyelimuti mereka berdua.

Lalice melirik tangan kanannya, disana terpasang gelang manik-manik berwarna kuning miliknya dan juga plester luka yang dipakaikan oleh Rosé. Ketika melihat plester tersebut Lalice langsung teringat mengenai kejadian kemarin.

Kejadian itu masih terekam dengan jelas di kepala Lalice. Termasuk setiap kalimat yang keluar dari mulut Rosé.

Lalice menolehkan kepalanya menatap Rosé, hendak menanyakan tentang hal tersebut secara langsung.

Tiin!... Tiin!...

Mendadak sebuah mobil van mewah berhenti tepat didepan mereka. Perlahan-lahan kaca mobil van tersebut turun, memperlihatkan Hyeri yang sedang duduk dibangku kemudi.

Memory (DISCONTINUED)Where stories live. Discover now