Taehyung kacau. Pikirannya kusut. Andai saja senja itu dilewatinya dengan biasa-biasa saja tanpa kehadiran Dantae ataupun konspirasi iblis yang dibesutnya, juga tanpa insiden Jungkook mencium Isabelle yang memuakkan itu, mungkin Taehyung akan tetap bertahan pada kewarasannya dan tidak akan menjadi segegabah ini.

Menyeret dan menghempas tubuh Isabelle pada sofa begitu kasar, membuat gadis itu tak berdaya dan ketakutan di bawah tindihannya, betapa semua yang terjadi hari ini membuat logika Taehyung meredup hingga rasa kalut mengambil alih dirinya dengan mudah. Isabelle yang telah menghilang seminggu tanpa menghubunginya sedikit pun justru membuat semua amarahnya semakin intens.

Masih dengan lututnya yang mengekang bagian bawah tubuh Isabelle, Taehyung mulai melonggarkan dan melepas dasi yang tadi masih menggantung pada lehernya.

"Bagaimana kabarmu seminggu ini, hm, istriku? Si Berengsek Jeon itu sepertinya menanganimu dengan cukup baik, ya? Kau jadi lupa jalan pulang dan tidak ingat suamimu sama sekali, Isabelle," Taehyung berujar dingin. Penghidunya kembali melekat pada lekuk leher Isabelle, sementara satu tangannya bergerak acak membuka kancing kemeja Isabelle satu per satu.

"Taehyung, hentikan. Kau menakutiku kalau begini."

"Oh, begitu? Tapi kalau si tengik itu yang melakukannya, kau suka?"

Seketika sebuah tamparan keras Isabelle beri tepat di pipi kiri Taehyung. Sudah cukup Taehyung membiarkan pikiran beracunnya itu menyebar. Dia memang salah, tapi bukan berarti Taehyung boleh merendahkannya terus-terusan seperti ini.

Isabelle melepaskan diri begitu mudah ketika Taehyung masih tercenung memegangi pipinya yang memerah. Tak peduli bagaimana tubuh bagian atasnya hanya tertutup asal-asalan, Isabelle beranjak menjauh, meraih beberapa barang yang sempat berceceran dari tasnya akibat Taehyung menyeretnya seperti tadi, lalu berbalik menghadap Taehyung yang masih bergeming pada sofa.

"Aku membencimu."

Taehyung hanya tersenyum ambigu mendengar ungkapan hati istrinya itu. Anehnya, sekelumit perasaan lega bercokol di hatinya.

"Baguslah kalau akhirnya kau membenciku," balas Taehyung. Ia lalu turut berdiri, berjalan melewati Isabelle dengan langkah pelan dan ringan. Sebelum benar-benar berlalu, Taehyung berhenti sejemang lantas berujar, "Aku tidur di ruang kerja saja malam ini. Kau bisa menempati kamar kita dengan tenang. Tidak perlu menatap wajah suami yang kau benci ini sering-sering."

Taehyung pun menyambung langkahnya menaiki tangga, meninggalkan Isabelle yang masih stagnan begitu saja.

***

Prada combat boots hitam itu baru saja melangkah masuk ke sebuah pub sunyi dan kecil di salah satu sudut Seoul yang sibuk. Si pemakai melirik sekilas pada jam analog yang terpatri di atas kabinet penyimpan minuman, lalu dengan rendah hati memutar papan pesan yang tergantung pada kaca pintu. Tulisan yang dapat dibaca dari luar kaca berganti menjadi "closed". Pikir Jungkook, Seokjin, si pemilik pub, pasti lupa memutarnya.

"Hyung?" panggil Jungkook, barangkali si pemilik mendengar dan masih mau menerima tamu, meski Jungkook tak yakin karena semua *stool telah diangkat naik dengan posisi terbalik di atas meja.

(*kursi bar yang berkaki tinggi)

"Wah, tumben sekali kau kemari saat hari kerja," Seokjin muncul tiba-tiba dari sebalik meja bar dengan earphone yang masih melekat di telinga, "Aku sedang membersihkan bagian bawah counter," jelasnya karena mendapati wajah Jungkook yang sedikit kaget.

The Scar We Choose ✔Where stories live. Discover now