***
Ramli berdiri dengan tatapan penuh amarah. Nampak jelas dari raut pemuda berkulit sawo matang dengan tinggi kira-kira 167 cm itu yang menatap tajam kearahku. "Maksudmu apa menolak lamaranku semalam?" tanyanya dengan menekankan suara pada tiap kata.
Bukan hal yang tabu di desa ini tentang pernikahan di usia muda. Para bujang akan merasa jumawa bila bisa menikah di usia remaja, keadaan itu akan membanggakan hati orang tua mereka. Namun tidak dengan pemikiranku yang masih jauh tentang hal itu. Rasa angkuh atas jiwa muda yang belum terpuaskan membuatku belum terpikirkan ke hal demikian.
Masih mempertanyakan rasa cintanya? Tidak, kuyakin rasa sukanya padaku begitu tulus dan menggebu, tetapi ini tentang nasib kami kedepannya yang belum kuat pijakannya. Bagaimana bisa kami membina sebuah bahtera? Bahkan kami masih ingusan dalam segala hal, juga tentang penghasilan.
"Aku belum mau," jawabanku memperkeruh raut wajahnya yang semakin merah padam.
"Kamu yang memaksaku melakukannya Ra!" Ramli mengeluarkan selembar janur kuning dari saku celana jeansnya. "Kania Meirawati, mulai saat ini kuikat kau dengan janur ini dan kupastikan tidak akan ada laki-laki yang mau menikahimu sebelum aku melepaskan ikatan janurku."
Sret! Ragaku terkesiap mengikuti simpulan janur yang dilakukannya. Tubuh ini terhuyung ke belakang karena kaget dengan kejadian yang baru saja terjadi.
Aku dilema. Antara memilih berumah tangga atau melanjutkan keinginanku merajut harapan, tetapi bagaimana kalau ikatan Ramli menjadi boomerang bagi kehidupanku kedepannya?
***
YOU ARE READING
Tukar Guling
RomanceAku tidak pernah menyangka, pahitnya kata yang terucap lidah ini beberapa tahun yang lalu selalu dikaitkan dengan keadaanku sekarang yang belum berrumah tangga. Aku tidak ingin berburuk sangka. Namun semua keadaan yang ada, terasa menjajah nalar ini...
