12. Denial

242 51 20
                                    

      Sunan menatap gadis mungil di sebelahnya yang tengah fokus menatap menu makanan di counter pemesanan. Kening gadis itu mengernyit sedikit, seolah sedang berpikir. Sedangkan ia masih mengamati, tengah menebak apa yang kira-kira ada di otak gadis itu saat ini. Rasanya untuk kali ini saja, Sunan ingin diberi kekuatan bisa membaca pikirkan.

Ni cewek aneh banget.

      Gimana enggak aneh? Gadis mungil bernama Irisha Wulan yang berdiri di sampingnya ini merupakan gadis yang kelewat iseng dan selalu mengusiknya. Udah pecicilan, cerewet, nyebelin, kalau ngomong suka pedas tak terkontrol. Bikin Sunan jadi mau ngulek cabe-cabean yang satu itu.

Terus tiba-tiba aja cewek nyebelin ini ngajak ke Mall depan sekolah. Sekarang lagi di tempat makan cepat saji, katanya dia lapar.

Aneh banget 'kan?

"He Jamal, lo mau apa?" Pertanyaan Wulan membuat pemuda itu tersentak. Tersadar dari lamunan.

"Hm? Gua enggak makan," sahutnya belagak tenang. Walau sebenarnya agak panik sebab ketahuan melamun sambil menatap gadis itu. Bisa-bisa Wulan besar kepala dan mengejeknya nanti.

"Lah? Masa enggak makan, sih? Nanti kalo lo pingsan gimana? Gue mana bisa gotong elo?"

Sunan mau pulang aja.

Pemuda itu berdecak sebal. "Ya udah samain lu aja," sahutnya sewot.

Wulan mendelik, tapi jadi menyebutkan pesanan yang sama pada seorang laki-laki di depannya.

Setelah memesan, Wulan melangkah mencari meja kosong. Diikuti Sunan di belakangnya.

"Lu beneran kesambet, ya?" tanya Sunan masih bingung. Mengambil duduk di hadapan Wulan.

"Apa, sih?" tanya Wulan balik, tak mengerti. "Lo bingung banget, ya diajak jalan sama gue?"

Jalan.

JALAN, KATANYA.

Sunan spontan mendelik, tak bisa langsung menjawab sebab seperti hilang kata.

NI CEWEK OTAKNYA KESLEDING APA YA.

"He, Curut. Lu abis disleding siapa?" tanya Sunan sembari menunjuk kening Wulan dengan jari telunjuk. "Jalan apaan ini mah elu nyuruh gua jadi pengikut doang!" sahutnya sewot mendorong kening Wulan pelan.

Wulan berdecak. Menabok tangan Sunan di depannya. "Lagian lo tuh lebay banget. B aja! Gue lagi gabut aja ini," katanya ngeles. Tak mau mengaku kalau dia sebenarnya mendengar percakapannya dengan Hanan.

"Abis ini kita ke Timezone. Gue lagi butuh hiburan."

Sunan menganga.

"Lu ...," kata pemuda itu memajukan diri, menatap Wulan lebih dekat. Kini ia memicingkan mata, "siapa?" tanyanya kemudian.

Kini Wulan yang melongo.

Sunan berdecak pelan kini, menegakkan tubuh. "Ya udah terserah. Gua ngikut," katanya menyahuti kalimat Wulan yang berkata ingin ke Timezone.

Gadis itu jadi menipiskan bibir. "Tapi lo harus ikut main. Kita battle."

Sunan jadi mengangkat alis, sedikit tertarik. "Kalo gua menang?"

"Kalo lo menang, gue bakalan menuhin satu permintaan lo."

Sunan tersenyum sumringah kini, langsung merasa bersemangat. "Bener?"

Wulan berdecih pelan melihat itu, tapi jujur, dia juga ikut senang. Menandakan usahanya sedikit berhasil.

"Iya!" sahutnya agak sewot. "Tapi kalo gue yang menang ya berarti lo yang harus ngabulin satu permintaan gue."

Tiga Pagi Where stories live. Discover now