“Oh tidak sayang, dia adalah tunangan Giovanni”

“Maafkan aku, Damien tidak pernah menceritakannya padaku” ujarku menyesal sambil menatap Nana, tak lama kemudian Nana membuka sebuah pintu berwarna putih dengan ukiran rumit dipermukaannya. Tepat ketika Nana dan aku memasuki kamar, hal pertama yang aku suka dari kamar itu adalah langit-langitnya yang berhiaskan bintang-bintang kecil yang berkilauan, aku seakan terpesona dibuatnya.

“Dulu ini adalah kamar putriku, namanya Anna dia meninggal saat dia berumur 16 tahun, Leukimia” jelas Nana, aku bisa melihat tatapan sedih dimatanya, jelas sekali bahwa dia sangat kehilangan putrinya, dia pasti sangat menyayanginya.

 “Aku turut berduka…”

“Tidak apa, itu sudah lama, aku yakin dia lebih bahagia disana”

“Kau adalah wanita yang luar biasa” aku meraih tangannya lalu meremasnya lembut memberinya kekuatan, dia tersenyum lalu dengan tangannya yang bebas dia menepuk tanganku dengan lembut.

“Terima kasih sayang” katanya sambil mengusap air matanya yang menetes di pipinya, kami tertawa lirih.

“Baiklah, beristirahatlah lalu kita akan makan malam bersama” Nana berujar lalu berjalan keluar dari kamarnya dan menutup pintu kamar itu.

                Setelah pintu tertutup aku langsung membuka jendela dan membiarkan udara segar dari luar masuk kedalam kamarku, aku tersenyum sejenak melihat pemandangan kota Roma dari tempatku saat ini, aku masuk dan membongkar barang-barangku, setelah itu masuk kedalam kamar mandi dan mandi dengan air hangat, sesudahnya aku langsung berbaring di tempat tidur berseprai putih bersih, tanpa sadar aku langsung jatuh tertidur.

***

                Sebuah belaian lembut menjalar di punggungku, membuatku terbangun dari tidurku, tepat ketika aku membuka mata aku melihat Damien telah duduk di pinggir ranjangku sambil memandangku. Dia telah berganti pakaian, rambutnya basah, dan dia terlihat lebih segar.

“Hai” sapanya lembut kepadaku, aku hanya tersenyum lalu memejamkan mataku lagi, aku merasakan dia tersenyum padaku dan aku kembali membuka mataku.

“Apa?!” gerutuku padanya.

“Sudah saatnya makan malam, dan Camile sudah merengek ingin bertemu denganmu” Damien berujar sambil membelai rambutku.

“Baiklah beri aku waktu, aku akan berganti pakaian” aku bangkit dari ranjang dengan malas-malasan dan berjalan ke arah lemari, aku berbalik menatap Damien saat dia tidak kunjung pergi dari kamarku.

“Aku butuh sidikit privasi disini, jika kau tidak keberatan!” sindirku sambil menatapnya tajam.

“Aku keberatan, lakukan saja Gwen, aku tidak akan pergi kemanapun” dia tetap bersikeras berada di kamar, bahkan sekarang di berbaring mering sambil menatapku, aku melihat kilatan nakal di matanya, juga senyuman menggoda itu, aku mendengus sebal lalu berjalan masuk  kedalam kamar mandi sebelum aku kehilangan kendali atas diriku sendiri.

                Kami disambut oleh pekikan seorang wanita seumuran denganku, kurasa itu adalah wanita bernama Camile, wanita yang cantik dengan pesona khas wanita Roma, dia menghambur memelukku sambil mengucapkan selamat datang.

“Kau pasti Gwen, aku Camile, kita akan jadi saudari yang hebat” kata Camile bersemangat lalu menggandengku menuju meja makan yang telah tersedia berbagai macam makanan yang terlihat menggiurkan.

“Kau yang memasak semua ini?” tanyaku sambil menatap Camile dengan kagum, dia hanya mengangkat bahunya dan tersenyum seolah memasak makanan adalah hal termudah didunia.

“Aku bisa mengajarkannya padamu, tapi kurasa kau tidak akan membutuhkannya ketika Damian bisa dengan mudah membayar pelayan untuk me…”

“Camile!” Damien menyela dan melemparkan tatapan tajam pada Camile yang membuatku begidik ngeri melihatnya, Camile hanya mengangkat bahunya lalu tersenyum kecut pada Damien, aku melirik kearah Damien tapi dia hanya meremas tanganku dari bawah meja makan.

“Aku akan senang kalau kau mengajarkanku bagaimana cara memasak”    

Sisa-sisa malam itu kami lewati dengan canda dan tawa, aku melihat semua orang yang ada disekitarku, aku merasakannya kembali perasaan hangat dihatiku, didadaku, ini seperti aku merasakan kembali apa yang pernah aku rasakan tapi telah aku lupakan, mungkin aku tidak mengenal orang-orang disekitarku sebelumnya, tapi perasaan ini bukanlah perasaan yang asing, ini seperti aku telah menemukan rumah, dan kembali kerumah, aku mendapatkan sebuah keluarga disini, yang mau menerimaku walaupun mereka tidak pernah mengenalku sebelumnya, yang menyayangiku seolah aku memang bagian dari keluarga itu sendiri, meskipun aku tahu keadaan ini tidak akan berlangsung selamanya. Aku tidak akan pernah melupakannya, dan jika suatu saat nanti aku melupakan semua ingatan ini seperti aku kehilangan ingatanku sebelumnya, aku akan selalu percaya bahwa ingatan ini akan selalu aku simpan dihatiku sampai aku mati.

***

“Damien, kau tidak perlu melakukan ini” kataku padanya saat dia memberitahuku bahwa namaku terlah terdata sebagai mahasiswi baru di University of Art.

“Tentu saja aku harus, kau harus melanjutkan pendidikanmu Gwen, kau akan sangat menyukai sekolah itu, aku tahu kau sangat menyukai lukisan, sekolah itu benar-benar tepat untuk….”

“Darimana kau mendapatkan uang Damien, sekolah itu luarbiasa mahal” ujarku lembut sambil membelai wajahnya.

“Aku mendapat pekerjaan bagus,jadi tolong jangan khawatir soal uangnya Gwen, aku akan mendapatkan uangnya” bujuk Damien sambil menggenggam kedua telapak tanganku lalu mengecupnya dengan lembut.

“Tolong jangan memaksakannya hanya kerenaku” aku berbisik lembut padanya dengan air mata yang menggenang dikelopak mataku, dia tersenyum lembut lalu menarikku kedalam pelukannya membawa kepalaku untuk bersandar di dadanya yang hangat dan nyaman.

“Jangan khawatirkan tentang apapun, jadi tetaplah disisiku, selamanya”

***

She's MineKde žijí příběhy. Začni objevovat