Kakak Tiri Terbaik Dalam Hidupnya

1.9K 394 4
                                    

 "Sayang, kamu ok?" Chatura bertanya lagi. Marsha hanya menyipitkan mata tapi tidak menjawab –tidak peduli. Dia diam berusaha untuk meredam suasana hatinya yang kacau balau. Berusaha keras menahan diri untuk tidak langsung memukuli Chatura sampai mati.

Pria di sisinya ini ... adalah seseorang yang di kehidupan lalu Marsha berikan segalanya.

Segalanya, heh?

Marsha ingin menertawakan dirinya sendiri.

Ya, memang segalanya, termasuk hidupnya ... dan hidup seluruh anggota keluarganya.

Mengingat orang tua dan kakak-kakaknya yang terbunuh karena Marsha, wanita itu meringis getir. Dia bisa melihat kembali saat Brian –kakak tirinya- disiksa dengan kejam di depan matanya tanpa berniat untuk melawan.

Brian bisa saja selamat asal dia bersedia meninggalkan Marsha. Tapi Marsha adalah satu-satunya keluarganya yang tersisa dan Brian tentu saja tidak mau merelakannya. Adiknya hanya dibodohi ... dia tidak pernah bermaksud untuk melemparkan seluruh keluarganya ke dalam neraka.

Marsha ditipu, dan tidak ada seorang pun yang berpikir untuk menyelamatkannya.

Brian mati di depan Marsha, tubuhnya dipenuhi luka dan bengkak. Namun dia tetap tersenyum menenangkan, seolah mengisyaratkan agar Marsha tidak menyalahkan diri setelah kematiannya.

Begitu dosen menutup mata kuliah, Marsha langsung berdiri. Merasa tangan semakin gatal untuk menghajar Chatura, Marsha memutuskan untuk segera pergi. Dia tidak mau membuang waktu yang berharga untuk bajingan ini.

Masih terlalu cepat.

Chatura menjebak untuk memanfaatkannya, heh?

Biarkan si berengsek itu tenggelam dalam fatamorgana rencananya sendiri. Marsha akan membuat Chatura menyesal 1000 kali.

"Sha!" Chatura memanggil, tapi Marsha hanya melambaikan tangannya cuek lalu bergegas pergi meninggalkan kelas. Dia ingin segera bertemu keluarganya, memastikan kalau mereka masih benar-benar hidup.

Seperti dugaan Marsha, begitu dia sampai di tempat parkir, dia melihat Brian baru saja keluar dari mobil dan hendak pergi untuk menjemputnya. Sama persis dengan kejadian di kehidupan lalunya. Dulu, Marsha ingin pulang karena meninggalkan tugas penelitiannya di rumah. Kali ini Marsha pulang dengan alasan berbeda.

Melihat Brian yang berdiri tegap. Tubuh tinggi tegapnya terlihat mempesona. Kemeja hitam yang dipakainya membuat Brian terlihat semakin tampan dan dewasa. Visual wajahnya sedikit mirip dengan sang Papa. Berbeda dengan kakak keduanya –Andre- yang memiliki mata serupa sang Mama, Brian jauh lebih maskulin dan sikapnya juga dewasa.

Pria ini ... di masa lalu, saat Marsha dan Brian diculik oleh saingan sang Papa, berusaha keras menenangkan Marsha, berkata kalau Papa pasti akan datang menyelamatkan mereka. Brian menyerahkan cokelat terakhirnya untuk Marsha, padahal dia sendiri kelaparan karena tidak makan siang dan makan malam.

Saat itu, sang Mama belum benar-benar bisa menerima Brian dalam kehidupan keluarga mereka. Tapi Brian yang baru berusia 8 tahun tetap bersikap rendah hati dan sangat baik. Sampai akhirnya ... Mama bisa melihat kebaikan dan ketulusannya, Anggun mulai menerima Brian bahkan memperlakukannya lebih baik dibanding saat memperlakukan Andre yang banyak ulah dan tingkah.

Brian adalah figur kakak dewasa yang diimpikan semua adik kecil.

Pria ini ... sebelum mati, setiap tulangnya dipatahkan, wajah tampannya bengkak dan berdarah-darah. Tapi dia tidak marah pada Marsha. Dia bekerjasama dengan Bykov untuk menyelamatkan Marsha, dan terbunuh agar Chatura tidak memotong bagian anggota tubuh Marsha yang lain.

Melihat Brian yang sekarang baik-baik saja, air mata Marsha jatuh meleleh. Dia menangis terisak, sebelum akhirnya berlari dan melemparkan diri ke pelukan kakaknya.

"Kakak."

Brian terkejut mendapat serangan pelukan mendadak dari 'adik kecil'nya. Dia sebenarnya sudah mempersiapkan diri untuk mendapat respons terburuk. Dia mengira Marsha akan mengamuk setelah mengetahui tentang perjodohannya. Dia tidak menyangka akan diberikan sambutan hangat.

"Marsha, ada apa?" tanya Brian saat menyadari ada sesuatu yang tidak beres dengan adiknya. Tubuh Marsha bergetar, pundak Brian yang dijadikan tempat persembunyian wajah Marsha mulai basah. Brian sangat cemas saat tahu adik perempuannya menangis. "ada apa? Bilang sama Kakak."

Tapi Marsha bergeming. Dia masih tidak percaya akan bertemu kembali dengan kakak sulungnya.

Brian kian khawatir. Marsha adalah perhiasan paling berharga di keluarga mereka. Satu-satunya anak perempuan di tengah 3 saudara laki-laki yang ganas. Walau Marlon lahir sebagai kembarannya, Marlon tidak pernah bertingkah manis dan lucu, bahkan tidak ada lucu-lucunya.

Semua orang memperlakukan Marsha seperti wanita itu adalah biji mata mereka. Tidak ada yang berani menyakiti Marsha, kalau tidak mau berurusan dengan betapa posesifnya para Adrian.

"Ada apa? Bilang sama Kakak. Siapa yang sudah jahatin kamu? Kakak nggak akan tahu kalau kamu diam, kan?" Brian berbisik setengah membujuk. Dia cemas karena Marsha jarang menangis, sekarang sekalinya menangis terdengar sangat menyakitkan dan menderita. Membuat hati Brian ikut sakit saat mendengarnya.

"Kangen." Marsha balas berbisik serak. Walau jawaban Marsha membuat Brian bahagia karena dirindukan oleh adiknya, Brian tentu saja tidak percaya. Tapi karena Marsha tidak mau bicara, dia tidak akan memaksa. Dia akan menunggu sampai Marsha sendiri siap mengatakan setiap keluhan di hatinya.

Dalam hati Brian bersumpah akan menghajar siapa pun yang berani menyakiti adiknya.

"Ayo kita pulang. Sebenernya ... ada seseorang yang ingin kami kenalkan dengan kamu." Brian sebenarnya merasa tidak nyaman karena sudah melakukan hal ini pada adiknya. Marsha sudah dewasa, dia berhak untuk memilih pasangan hidupnya sendiri.

Tapi bukan hanya dijodohkan, keluarganya menutup mata tentang Marsha yang sebenarnya sudah memiliki seorang kekasih.

Baik Brian, Andre, atau Marlon tidak ada yang mau menjadi 'perantara' hari ini. Karena siapa pun yang menjemput Marsha sekarang, memiliki potensi untuk dibenci Marsha karena bersikap 'kejam dan tidak toleran'. Tiga orang itu melakukan suit bersama, dan Brian sebagai yang tertua yang dikalahkan.

Brian pergi menjemput Marsha dengan wajah murung, diam-diam dia merasa cemas dan gugup. Semoga Marsha tidak marah padanya terlalu lama.

Mendengar kalimat Brian, Marsha tertegun.

Siapa yang akan dikenalkan padanya ... apakah Marsha tidak tahu?

Tentu saja dia sangat-sangat tahu.

Di masa lalu, Marsha menunjukkan wajah jelek dan murka. Brian harus memaksa agar Marsha ikut pulang bersamanya. Tapi di masa ini, saat tahu akan dikenalkan pada Bykov, Marsha sangat bersemangat walau tidak terlalu tampak di ekspresi wajahnya.

Dia hanya diam dan mengangguk, lalu masuk ke dalam mobil sambil berkata dengan lembut, "Ayo pulang."

Brian tertegun. Dia tidak tahu apa yang terjadi? Tapi dia dengan semangat menyusul Marsha masuk ke dalam mobilnya, lalu mereka pergi.

***

Bittersweet RevengeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang