f i v e

2.8K 464 106
                                    

Rhea mengacak rambutnya frustasi, Profesor Binns menyuruh semua murid membuat esai sepanjang satu setengah kaki mengenai perang para Raksasa. Salahkan Anthony Goldstein dan juga Terry Boot yang mengajak Rhea bercanda daripada menyelesaikan pekerjaan rumahnya.

Saat parkamen sudah terisi setengah, Rhea memandangi arloji dari sudut matanya, mengerang sesaat karena ini sudah waktunya makan malam, pantas saja sesuatu di perutnya meronta-ronta, dia lapar ternyata.

"Rhea! Kenapa kau masih disini?" Suara milik Roger terdengar dari pintu masuk, membuat Rhea menengadahkan kepalanya sedikit.

"Pekerjaan rumah."

"Oh. Tunda dulu. Ayo makan." Ajak Roger.

"Aku ingin seles--hei!" Rhea berkata keras, buku-buku, parkamen dan juga pena bulunya terangkat ke atas sebelum akhirnya tersusun rapi, tentu saja itu adalah ulah Roger.

Rhea dan Roger saling berpandangan dengan jarak yang cukup jauh. Mereka seperti sedang berdebat tapi kali ini melalui tatapan. Lama-kelamaan itu membuat Rhea kesal, akhirnya dengan setengah hati Rhea bangkit berdiri, berjalan mendekati Roger.

"Nanti kau bisa mencontek punyaku."

"Kenapa tidak dari tadi?" Tanya Rhea kesal, mereka sedang berjalan menuruni tangga yang begitu banyak untuk mencapai Aula Besar, "Kalau kau mengatakannya dari tadi kita tak akan saling menatap seperti orang bodoh."

"Kau marah-marah terus," Roger mencibir, "Datang bulan?"

"Oke, maafkan aku," Roger berujar cepat-cepat saat dia mendapat tatapan tajam yang keluar dari mata Rhea, "Jadi, ada apa dengan dirimu akhir-akhir ini?"

Alis Rhea terangkat satu, "Tidak ada."

"Kau pikir aku akan percaya?"

Rhea meringis pelan, "Aku ... menyukai Adrian Pucey."

"Adrian Pucey?" Tanya Roger, sementara Rhea menganggukkan kepalanya pelan, malu, "Astaga! Selama ini aku kira kau menyukai sesama jenis--ouch."

"Jaga mulutmu, sialan." Kata Rhea, tangannya masih menggantung di udara setelah memukul bahu Roger dengan keras.

Roger menampilkan deretan giginya, nyengir tak bersalah sementara tangannya mengusap-usap bahunya sendiri, "Adrian Pucey, ya? Sungguh kau menyukainya?"

"Iya, Roger."

"Jawab pertanyaan ku, ya," Roger menghela nafas sementara Rhea memberinya tatapan curiga, "Apa kau sering memikirkannya?"

"Iya."

"Pipimu terasa hangat saat di dekat atau bersentuhan dengannya?"

"Iya."

"Ada perasaan aneh saat melihat dia dengan cewek lain?"

"Hmm, iya."

"Kau menyukainya." Ujar Roger saat pintu Aula Besar sudah terlihat di depan.

Rhea mengerang, "Sudah ku bilang."

Mereka berdua sedang berjalan memasuki aula yang kini penuh dengan murid, bunyi garpu serta sendok yang bertabrakan dengan piring terdengar dimana-mana. Keduanya mencapai meja Ravenclaw, duduk bersebelahan dan mulai mengambil makanan di iringi dengan lirikan setengah meja Ravenclaw.

"Kalian darimana?" Jeremy bertanya, di tangannya ada piala berisikan jus labu.

"Ruang Rekreasi."

Roger mendekatkan kepalanya pada telinga Rhea, membisik, "Tapi apa dia memba--maksudku, punya perasaan padamu?"

"Kurasa iya," Rhea balas membisik, "Dia bilang waktu itu--itu--"

"Apa?" Kata Roger bingung, meluruskan pandangan hanya untuk melapisi roti dengan selai cokelat, saat Roger menolehkan kepalanya pada Rhea lagi, dia menemukan telinga Rhea yang sudah berubah merah.

Rhea menghela nafas, menatap pada Roger dan berkata dengan suara kecil, "Dia bilang waktu itu d-dia memikirkan ku juga."

"Bagus kalau begitu!" Ujar Roger bersemangat, mengulurkan roti yang telah ia lapisi dengan selai cokelat pada Rhea, "Sudah lama aku ingin melihat ini."

Rhea bergumam kecil, tangannya mengambil roti yang di ulurkan oleh Roger, menggigit dan mengunyahnya dengan pelan, "Aku kasihan melihatmu," Kata Roger lagi, tertawa, "Sendirian disaat aku dikelilingi banyak wanita."

"Fuck you, Davies."

"Dan Cartwright," Nada Roger terdengar serius, "Kau tahu kau harus memberitahu pada siapa jika dia menyakitimu."

•••••

Aula besar hampir kosong, Rhea juga sudah selesai makan. Sekarang bebannya hanya satu, pekerjaan rumah, oh ya, dia akan mencontek, jadi tak terlalu meresahkan. Rhea bernafas pelan sebelum beranjak berdiri, membayangkan kasur yang hangat dan bacaan sebelum tidur. Ahh mantap.

"Bisa bicara sebentar, Cartwright?"

Rhea berbalik dengan cepat, bayangan kasur dan juga bacaan perlahan memudar. Adrian Pucey berdiri di hadapannya sekarang, hanya meja panjang yang memisahkan mereka, "Tentu saja, a-ada apa?"

Rhea perhatikan, wajah Adrian kurang bersahabat saat ini, alisnya menukik, bibirnya ia rengutkan, matanya memandangi Rhea dengan tajam, "Tidak disini."

Dalam keheningan mereka berjalan, Adrian memimpin sementara Rhea mengekori dari belakang, melirik kanan-kiri dengan jantung yang berdegup kencang, dia menunduk menyembunyikan senyumnya.

Rhea mengaduh saat sesuatu menghantam kepalanya, atau dia yang menghantamkan dirinya sendiri, mengambil langkah mundur, Rhea menyadari bahwa itu punggung Adrian, "Sorry."

"Disini?" Rhea kembali berucap, matanya memandang ke sekeliling, mereka berada di lorong yang sepi dari siswa-siswi.

"Apa hubunganmu dengannya?"

Rhea mengerutkan kening, memandang lurus-lurus pada Adrian yang baru saja berbicara, "Maaf?"

Adrian memutar bola matanya, "Roger Davies."

"Oh, dia sahabatku. Kenapa?"

Kaki Adrian melangkah mendekati Rhea, tatapan tak percaya muncul dari mata keemasannya. Akhirnya, Adrian mencapai titik di mana dia tidak lebih dari satu langkah di hadapan Rhea, mengambil ujung jari-jarinya di tangan kanannya dan meletakkannya dengan ringan di tengkuk sang Ravenclaw.

Rhea membeku sesaat, hanya bergerak cukup untuk bernapas. Sebelum Rhea bahkan dapat sepenuhnya melihat pemandangan dihadapannya, Adrian telah melangkah lagi, mempersempit jarak, tubuh mereka menempel, dan wajah mereka hanya beberapa sentimeter.

Untuk beberapa saat, mereka hanya berdiri di sana, saling menerima. Mereka saling berhadapan dan Rhea bisa melihat samar-samar rona merah di pipi Adrian. Rhea bisa merasakan naik turunnya dada mereka berdua bersama-sama serta napas Adrian di bibirnya.

Sebelum salah satu dari mereka tahu apa yang terjadi, Adrian telah memeluk Rhea dan menggendongnya ke atas, dengan lembut menempelkan bibir mereka pada awalnya, lalu dengan kasar memasuki mulut Rhea dan mendominasi sepenuhnya. Sang Ravenclaw terkejut tapi bisa menanggapi dengan baik, dan secara naluriah melingkarkan kakinya di pinggang sang Slytherin, menjalin jari-jarinya dengan mulus ke rambut Adrian.

Adrian membanting punggung Rhea ke dinding dan memindahkan ciumannya dari mulut dan berbalik untuk menghisap dalam-dalam di leher milik sang gadis yang kini sudah mengerang pelan dan terengah-engah ke telinga sang pemuda.

Sang Slytherin tampak sangat puas saat dia menarik kepalanya dari leher ramping milik sang Ravenclaw. Adrian menyeringai saat mata keemasannya melihat pada bercak kecil kemerahan yang muncul di leher Rhea karena perbuatannya sendiri.

"Rasanya manis."

forelsket | adrian pucey [✓]Where stories live. Discover now