*****

Juna masih sibuk menikmati bakso pesanannya, sementara Diandra sedari tadi hanya memperhatikan lebam-lebam cowok itu dengan sorot khawatir.

"Gue nggak pa-pa kalo itu yang lo takutin. Cowok emang gini, kok," ujar Juna tiba-tiba membuat Diandra membuang muka, salah tingkah.

"Lo kenapa bisa adu jotos gitu?" Tanya Diandra akhirnya.

Juna bungkam. Ia sendiri tidak tahu kenapa ia begitu marah ketika Varo, mantan Luna, membicarakan Luna di bengkel dekat sekolah cowok itu. Apalagi Varo membicarakan sesuatu yang tidak sepantasnya. Cara bicaranya seolah menganggap Luna barang. Mainan. Entah. Juna sendiri tidak paham, apakah ia marah karena ia dibilang brengsek dan belagu dengan membuang Luna begitu saja, atau karena Varo melecehkan nama Luna di depannya terang-terangan.

Tiba-tiba, Diandra mengusap lengan kiri Juna.

"Kalo nggak mau cerita, nggak pa-pa, kok."

Otot-otot yang tadinya menegang kini rileks mendapat sentuhan tulus dari cewek itu. 

"Lain kali jangan kebawa emosi, ya, Jun. Gue khawatir. Banget," tambahnya.

Juna mengangguk pasti.

"Jun, kayanya backingannya Luna agak beda sama gue," ujar Diandra takut-takut. Suaranya merendah.

"Sheila sama Kania maksudnya?"

Diandra mengangguk membenarkan. "Lo jangan salah paham dulu. Luna, sih, biasa aja. Tapi Kania sama Sheila yang kelasnya deket sama gue, agak gimana gitu, Jun," lanjutnya. Berharap Juna tidak salah paham pada Luna.

"Mereka, kan, sahabatnya Luna. Jangan diurusin yang gitu-gitu. Resiko pacaran sama gue emang gede," tanggap Juna disertai cengiran lebar.

Diandra mencebikkan bibirnya. Namun, tak urung ia tetap ikut tersenyum melihat cowok itu tampak baik-baik saja. Tidak seperti tadi.

"Thanks, ya, Di," tawa Juna mereda tiba-tiba diganti oleh suara bariton yang terdengar serius.

"Buat?"

"Buat membuat gue merasa beruntung sekarang,"

Diandra menjulurkan lidah sembari menggumamkan kata 'gombal' tanpa suara.

"Thanks, ya, Jun," tanggapnya.

"Buat?"

Diandra memutar bola matanya jengah. Haruskah mereka beradegan se-nggak-banget ini di tengah hingar-bingar kantin siang itu?

"Buat menjadikan gue sebagai cewek yang membuat lo merasa beruntung."

*****

"Kampret, kan. Ulangan."

Luna duduk di sebelah Adrian yang kini sibuk memandangi lapangan basket yang dipenuhi siswa-siswi. Termasuk Juna dan Diandra.

"Kenapa lo?"

Luna berdecak kesal.

"Tadi ulangan Kimia," keluhnya.

"Lo failed?"

Luna memutar bola matanya menanggapi pertanyaan retorik Adrian. Ia menyipit menatap di kejauhan. Juna dan Diandra memang tidak tampak bersama-sama, namun mereka bermain di lapangan yang sama. Kenyataan itu saja sudah menohok Luna habis-habisan.

"Duh, teduh-teduh gini kok gue gerah, ya?" Adrian menarik-narik kerah bajunya. Berakting kepanasan.

"Bacot lo, Yan," cibir Luna menyadari Adrian meledeknya cemburu.

The Ex [Completed]Where stories live. Discover now