Gibran berdecak lalu mendekati Noval yang sedang menenggak minumannya, merangkul pundaknya, "Napa lu, Val? Ditanya malah diem bae lu"

Noval diam sejenak, "Dia, nemuin gue"

o - o

Panti Asuhan Baktiku, tempat yang membuat seorang Ardan mampu menghabiskan waktu berharganya. Bangunan bergaya kuno namun terasa sangat mewah. Kokoh dan berwarna putih tulang.

"Om kenapa kesini?" tanya Nana.

Ardan sudah mulai ikhlas dipanggil om oleh Nana, "Ngasih makan anak orang" ucapnya melenggang masuk ke dalam.

Belum sempat sampai didepan pintu panti tersebut, ia disambut oleh anak kecil yang terlihat sedang sakit flu, hidungnya merah berair. Anak itu memeluk kaki Ardan.

Nana terkejut, ia pikir Ardan akan menendang atau menyingkirkan anak tersebut. Di luar dugaan, Ardan justru tersenyum, lalu menyetarakan tubuhnya dengan tubuh anak kecil tersebut.

Mengelus surai anak didepannya dengan lembut, ia berkata "Jidan sakit?" anak bernama Jidan tersebut mengangguk kecil.

Ardan mengambil sapu tangan dari saku celananya, mengelap ingus anak tersebut dengan teliti, lalu memberikan sapu tangan tersebut kepada anak itu.

"Pakai, kalo keluar lagi, di lap lagi" ucapnya tersenyum hangat.

Sungguh Nana tidak habis pikir, pria yang terlihat dingin seperti Ardan bisa selembut ini kepada seorang anak kecil yang ehm- sedikit jorok?

"Bang Ardan, dia siapa?" tanya Jidan sambil menunjuk ke arah Nana.

Ardan melirik, "Oh, ini temen abang" ucapnya masih sambil tersenyum.

Nana mendekat, "Halo, aku Nana" ucapnya tersenyum manis. Matanya menyipit saat ia tersenyum. Membuat Ardan betah melihat senyumnya itu.

"Aku Jidan kak, hehe" ucap Jidan sambil tertawa.

Ardan bangkit, "Kamu kalo mau keliling panti, sama Jidan aja, aku mau ke dalem" ia langsung pergi tanpa menunggu jawaban dari Nana.

Nana cemberut, "Cih, kirain kesini mau ngapain, ternyata cuma ditinggal" cibirnya.

"Ayo kak, Jidan ajak keliling, pantinya luas lohh. Padahal dulu panti ini kecil banget." Jidan mulai menceritakan seluk beluk panti ini.

Jidan, 9 tahun. Ia sudah berada di panti asuhan ini sejak kecil. Tadinya ia hanya dititipkan disini, namun orang tuanya pergi entah kemana dan tak kembali lagi sampai sekarang.

"Panti asuhan ini direnovasi jadi gede sama Bang Ardan, dia baikkk banget. Kami semua sayang sama dia." - Jidan.

Nana terkejut, panti ini begitu besar, bahkan lebih besar dari rumahnya.

'Ini bukan panti, pasti ini sekolah tapi merangkap jadi panti asuhan' pikir Nana.

"Penghuninya juga banyak, Bang Ardan selalu bawa anak-anak jalanan yang yatim piatu buat tinggal di sini, di sini kita juga belajar. Tapi kalo mau belajar di sekolahan biasa juga bisa, tergantung sama kitanya aja" lanjut Jidan.

MY PERFECT CEOWhere stories live. Discover now