[9]

555 85 17
                                    

Yin memijat dahinya pelan. Ah, ini terlalu tiba-tiba jika benar May lah sosok dibalik Waruru. Kalau dipikir-pikir selama ini ia bisa menyambung secara otomatis, itu artinya ia pernah menyambung hotspot May sebelumnya. Ia tidak ingat kapan ponselnya pernah menyambung, tetapi itu menjadi hal yang wajar karena mereka berdua sudah pernah menjadi rekan setim sebelumnya.

"Eum, May."

"Ya Phi?," tanya May.

"Phi, makasih bantal lehernya," suara parau itu hadir di tengah-tengah perbincangan Yin dan May.

Mereka menoleh ke arah si pemilik suara. War dengan pipi bengkaknya khas bangun tidur menyodorkan bantal ke samping Yin.

"Oh sama-sama."

Entah Yin harus merasa gemas atau jengkel kaerena War kembali menghambat rasa keingintahuannya akan sosok dibalik Waruru. Namun, di satu sisi, War terlihat lucu dengan pipi bengkaknya. Tak sadar sudut bibirnya terangkat sedikit.

"P'Yin? Tadi mau nanya apa?"

"Sudah sampai, yuk turun semua, ucap Pak Tommy sedikit mengeraskan suaranya.

"Gajadi May."

Satu per satu turun dari mobil. Kecuali Yin yang termenung menatap punggung May yang semakin menjauh dari pandangannya.

"Yin?"

"YIN!"

"Hah? Ya Pak?"

"Turun, mobilnya mau diparkirkan sama supir."

Yin buru-buru mengemasi barang bawaannya. Tak lupa memasang bantal sapinya ke leher. Disepanjang jalan menuju meja resepsionis, Pak Tommy yang menangkap raut lesu Yin berinisiatif menepuk-nepuk pundak Yin.

"Tidak apa-apa, kalian sudah berusaha dengan maksimal hari ini."

"Terima kasih Pak."

◍ ◍ ◍

War tengah bergelung di bawah selimut hotel sembari menutupi wajahnya dengan bantal. Tubuhnya pegal-pegal selepas tidur di mobil. Setelah ini ia harus menyortir foto-foto yang jumlahnya tak bisa dibilang sedikit. Ya beginilah nasib menjadi juru dokumentasi, tetapi pihak sekolah sudah mempercayakan tugas ini kepadanya sehingga mau tak mau ia harus menjalaninya. Lagipula ia juga dapat bonus —foto-foto Yin Anan—melimpah.

Win yang baru selesai mandi melangkah ke arah War. Ia duduk ditepi kasur dan menepuk lutut War.

"Mandi dulu sana biar segeran. Udah kusut banget itu muka lo."

War hanya bergeming dan tak segera beranjak dari posisi tidurnya.

"Gue mau turun buat beli es krim, nitip ga lo?"

"Mau es krim apa aja yang penting rasa cokelat."

"Oke, gue pergi dulu." Win meninggalkan War sendiri.

Sementara Yin di kamarnya masih duduk termenung memikirkan May dan Waruru. Sekelibat War turut melintas di pikirannya. Buru-buru Yin menggelengkan kepalanya. Ah tidak mungkin, kita baru-baru ini kenal satu sama lain, pikirnya.

Yin meraih dompet serta ponselnya di atas nakas.

"Saya mau ke lobby ya Pak," pamitnya.

Yin berjalan ke arah kafe minimalis dengan dominasi warna cokelat muda yang berjarak 5 meter dari hotel. Tak lupa dengan lukisan abstrak yang terpajang di dinding menambah kesan estetik. Cocok untuk dirinya yang saat ini ingin menenangkan pikiran. Selepas membayar segelas ice cappuccino dan sepiring cheesecake ia memilih kursi di dekat jendela yang mengarah ke taman samping kafe tersebut.

Waruru [YinWar]Where stories live. Discover now