*Kenalan (1)

9.9K 855 17
                                    

Aning langsung di boyong ke Surabaya dari Kota kelahiran dan tempatnya tinggal selama ini, Malang.

Aning menyandang status Nyonya Purwandi Satya sekarang. Ia duduk di kursi penumpang depan sedangkan ke tiga anak sambungnya di bagian tengah.

Aning bingung harus ngobrol apa. Si sulung asyik main game dengan ponselnya, yang kedua memakai headset senyum-senyum menonton ponselnya sedangkan si bungsu duduk bersidekap menatap luar jendela.

"Mereka memang begitu." Suara pria disebelahnya mengagetkan. Aning menoleh pada pria yang mengemudikan mobil Pajero sport yang mereka naiki saat ini.

Aning juga sebenarnya bingung mau ngobrol apa, padahal pria ini sekarang suaminya.

"Aning."

"Ya- Mas?" Tanya Aning bingung mau menjawab.

"Sebenarnya saya tidak enak tapi, ini benar-benar mendesak. Rekan saya sakit usus buntu, dan jadwal penerbangannya dialihkan ke saya. Penerbangannya malam ini. Ehm, saya, ehm..." Purwandi tampak bingung mencari kalimat yang pas.

Tentu saja, ia baru menikah beberapa jam lalu, dan sekarang pamit ke istri buat pergi selama tiga Minggu. Mau dikomunikasikan bagaimana ini?

"Mas Sukanto sudah bilang kok Mas pekerjaan mas seperti apa, dan kenapa mas pada akhirnya memutuskan menikah lagi. Insyaallah, aku nggak apa-apa. Aku akan kenalan dengan mereka, mudah-mudahan kami bisa akur." Ucap Aning.

Purwandi melirik Aning sambil tetap fokus pada setir kemudinya. Jawaban Aning di luar dugaannya. Gadis itu begitu tenang dan tampak bisa mengatasi ketidakhadiran dirinya sebagai suami di hari pertama pernikahan mereka.

Jika bisa, Purwandi ingin mengajak Aning, sekalian berbulan madu, tapi situasi tak memungkinkan.

Pertama Aning tidak punya paspor sekarang, dan kedua ia membutuhkan Aning mengawasi ketiga buah hatinya.

"Maaf."

"Kenapa harus minta maaf Mas? Kan sudah tugas Aning menjaga dan mengawasi anak-anak ada atau tidak adanya mas?" Jawab Aning sok bijak sambil tersenyum menunjukkan gigi gingsu juga lesung pipi di wajah manisnya.

Tangan kiri Purwandi refleks terangkat sedikit ingin menyentuh kepala Aning tapi ia urungkan niatnya. Rasanya ia masih belum pantas menyentuh Aning, meskipun tadi bibirnya sudah merasakan kelembutan kulit kening Aning.

Sementara itu pandangan Aning sudah ke arah depan.

Gila memang ini. Bisa-bisanya dia menjawab sok dewasa, seolah ia bisa meng-handle ketiga anak sambungnya yang astaga... Namanya saja ia masih belum hafal.

Aning... Aning... Hadehhhhh...

---

"Selamat datang ng non eh nyonya." Sapa pekerja rumah Purwandi.

"Ah iya mbak." Ucap Aning bingung. Si mbak yang bukain pintu tampak berusia tiga puluhan, Aning merasa ia harus berucap santun bukan seperti pada teman sebaya.

"Bik Lastri bawa barang Nyonya ke kamar saya dan bantu semua yang dia perlukan. Ohya saya berangkat kerja malam ini, tolong siapkan semua kebutu--"

"Maaf Mas." Aning memotong ucapan suaminya membuat pria tampan itu menoleh padanya.

"Biar aku yang siapin semua keperluan Mas ya. Mbak Lastri boleh kerjain yang lain." Ucap Aning.

Lastri melirik sedikit kurang senang, entah perasaan Aning saja tapi ia berusaha berpikir positif.

"Kalau begitu saya permisi." Ucap Lastri.

Wandi (Purwandi) mengajak Aning menuju ke kamar mereka.

Hot Daddy, Twinkle Mommy (End)Where stories live. Discover now