BAB VI : SIMULASI

2.2K 124 8
                                    

Markas Dakara, Pejaten Timur, 15.00 WIB

"Dakara terbagi atas 3 divisi. Divisi Pertama adalah Divisi Pemukul, seperti namanya tugasnya adalah untuk 'memukul' musuh. Yang kedua adalah Divisi Pengumpul Data Intelijen, anggotanya seperti saya. Pasif, tak terlihat, low profile dan biasanya ditempatkan di suatu tempat dalam jangka waktu yang lama. Yang ketiga adalah Divisi Penerawang atau saya biasa menyebut mereka Para Peramal. Mereka memperkirakan apa saja kejadian yang bakal terjadi dalam setiap operasi menggunakan metode ilmiah dan non-ilmiah," ujar Sarwadi di hadapan Mahesa dan Bayu yang duduk di depan sebuah meja di mana sejumlah besar model senjata api tersusun di atasnya. Saya sendiri tidak tahu kalian akan ditempatkan di mana, tapi ada baiknya kalian mempersiapkan diri untuk ditempatkan sebagai pemukul. Jika kalian benar ditempatkan sebagai pemukul maka pistol Kamandaka saja tidak akan cukup untuk mengamankan nyawa kalian. Kalian perlu senjata yang lebih berat," Sarwadi beranjak ke meja senjata dan mengangkat sebuah senapan laras panjang berkaliber dengan tulisan SS G4 di samping kanan senjata itu.

"Senapan Serbu Generasi 4. Kapasitasnya 120 peluru dalam satu magasin. Mampu menembakkan 30 peluru sekali pelatuknya tertekan. Cocok untuk pertempuran yang banyak adu tembaknya. Punya sistem pendingin jika kamar pelurunya terlalu panas. Senapan bagus yang sudah banyak berjasa menyelamatkan banyak nyawa prajurit TNI," Sarwadi masih saja mengoceh soal senjata.

Mahesa menyikut saudaranya dan berbisik, "Kenapa orang ini jadi kayak salesman senjata ya?"

"Hus!" Bayu balas menyikut Mahesa, memintanya untuk diam saja mendengarkan Sarwadi mengoceh. Meski sebenarnya lumayan setuju dengan pendapat Mahesa, tapi ia paham benar kenapa Kapten Sarwadi jadi amat bersemangat menjelaskan soal senjata. Tentara yang baik harus paham seluk beluk senjata yang akan mereka gunakan, itu sebabnya tentara yang ahli senjata jadi terdengar seperti salesman senjata jika sudah diminta menjelaskan tentang sebuah senjata.

"Mari kita ujicoba! Bayu dan Mahesa, kalian harus saling adu tembak satu sama lain dalam ruang simulasi! Yang kalah ditentukan dari banyaknya tembakan di bagian vital atau jika salah satu dari kalian menyerah. Masing-masing pegang satu!" Sarwadi melemparkan senapan laras panjang itu kepada Mahesa lalu kepada Bayu.

"Aduh! Berat banget!" celetuk Mahesa. Bahu kirinya kini sakit karena harus menyangga senapan itu.

"Dicoba dulu!" seru Sarwadi, masih dengan suaranya yang menggelegar.

Mahesa dan Bayu pun memasuki areal ruang latih yang dibatasi garis-garis merah bersinar. Luas areal yang dibatasi garis itu kira-kira seluas tiga kali luas lapangan basket.

"Aktifkan simulasi! Medan halang rintang perkotaan!" kata Sarwadi di hadapan sebuah panel kontrol.

Kondisi di sekitar Mahesa dan Bayu pun berubah. Dari lantai yang mereka pijak mulai bermunculan pilar-pilar bangunan, dan pada akhirnya bangunan-bangunan yang tampaknya berlantai 20. Tentu saja ini cuma ilusi yang diciptakan oleh simulator, tapi simulator ini memang bertujuan untuk memberikan simulasi pertempuran yang sesungguhnya.

"Bayu, jalan ke checkpoint merah, ke arah timur. Mahesa tetap diam di checkpoint biru. Saat saya bilang 'MULAI' kalian harus saling balas tembakan sampai salah satu keluar jadi pemenang."

Mahesa masih berusaha menemukan posisi nyaman untuk memegang senjata di tangannya itu. Meski sudah diajari cara memegang yang benar, tapi bobot senjata itu terlalu berat untuk tangan palsunya. Bahunya jadi sakit dan konsentrasinya terpecah. Mahesa bahkan tidak sadar bahwa Sarwadi sudah meneriakkan kata 'MULAI' beberapa detik yang lalu. Ia baru sadar dirinya harus lari menghindar ketika sebuah peluru simulasi mengenai betisnya.

"UPS!" Mahesa langsung berguling menghindar lalu secara sembarangan menembaki posisi di mana arah tembakan lawannya berasal. Peluru simulasi memang tidak terasa sakit saat kena, tapi Mahesa tidak mau kalah begitu saja.

Sang Awatara III : TriwikramaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang