BAB VII : TIM B

1.7K 130 10
                                    

Markas Dakara, 18.30 WIB

Syailendra memasuki ruang rapat di mana ia mendapati semua anggota tim B : Markus, Riyadi, Janggala, dan satu tambahan anggota baru Ali, sudah siap sedia di ruangan tersebut. Semuanya, kecuali Janggala, mengenakan setelan kemeja hitam polos dengan logo Dakara di bagian lengan kirinya, khusus untuk Janggala ia hanya mengenakan kaus abu-abu. Syailendra membiarkan Janggala. Janggala tidak berbuat ulah sampai sejauh ini saja dia sudah bersyukur.

"Yak selamat sore, Saudara-Saudara sekalian. Kali ini kita akan membicarakan soal misi kita," Syailendra menekan beberapa tombol di layar holografik yang terpampang di hadapannya dan sebuah peta Indonesia tampil di layar yang tertanam di meja tempat keempat orang dari Tim B itu duduk.

Syailendra kemudian memperbesar tampilan suatu pulau. Pulau Flores dan memperbesar peta Flores sehingga mengarah ke satu kota di pesisir utaranya : Larantuka.

"Sebentar lagi Paskah. Benar kan Markus, Riyadi?" tanya Syailendra.

Kedua orang itu mengangguk, mengiyakan. Syailendra kemudian mengalihkan pandangannya pada Janggala dan Ali. "Bagi anda berdua, perlukah saya beritahu soal Paskah?"

"Perayaan yang diadakan dua hari pasca hari raya Jumat Agung alias Wafatnya Yesus Kristus dan selalu jatuh di hari Minggu kan?" jawab Ali.

"Oh, bagus kalau anda sudah tahu. Nah, khusus untuk Paskah di Larantuka, setiap tahunnya ada festival khusus," Syailendra menekan titik merah yang menunjukkan lokasi pusat kota Larantuka dan sejumlah foto dari dinas pariwisata Indonesia melayang ke sepenjuru ruangan, mendekat ke arah Markus dan tiga orang lainnya.

"Semana Santa," kata Markus.

"Ya, tampaknya anda sudah familiar dengan tempat ini, Saudara Markus?"

"Ibu saya lahir di sana, beliau selalu cerita soal Semana Santa. Tapi kami berdua," Markus menunjuk dirinya dan Riyadi, "belum pernah ke sana."

"Larantuka itu kota kecil. Untuk apa kita ke sana?" tanya Janggala, "Bukankah target Laskar Pralaya selalu masif?"

"Kecil iya, tapi jangan dipikir kota ini tidak punya posisi tawar bagi Laskar Pralaya," kata Syailendra sembari mendorong sebuah layar holografik ke layar utama. Keempat orang lainnya langsung bisa melihat detail layar itu di panel meja mereka masing-masing. Layar itu berisikan daftar detail turis asing yang keluar masuk Larantuka saban tahunnya.

"Tahun lalu Larantuka dikunjungi 100.000 turis asing pada saat Semana Santa dan di transmisi yang tim pengumpul data sadap beberapa bulan yang lalu, Larantuka mungkin saja akan menjadi target potensial. Kalian tahu kan apa yang terjadi kalau sampai terjadi insiden di Larantuka?"

"Kalau ada turis asing sampai celaka di Indonesia, reputasi Indonesia akan jadi jelek di mata internasional," kata Riyadi.

"Investor akan pergi, laju turis berkurang, beberapa negara yang tak suka pada Indonesia akan memberlakukan boikot pada produk-produk ekspor, barang impor dibatasi, pendapatan negara dari ekspor dan pariwisata potensial menjadi nol," sambung Markus.

"Negara yang pendapatannya nol takkan berdaya menghadapi kudeta. Jika kudeta sukses, hanya Tuhan yang tahu siapa yang akan Laskar Pralaya angkat untuk menggantikan presiden sialan kita itu. Kalau lebih bagus, Alhamdullilah. Kalau lebih jelek, Naudzubillah," sambung Janggala.

"Dua orang anggota Laskar Pralaya sudah terpergok mondar-mandir di sekitar Larantuka sejak sebulan ini. Cari tahu apa tujuan mereka dan hentikan mereka. Asumsikan akan ada petarung tangguh macam Dursala, atau raksasa denawa, atau ... semoga saja ini tidak terjadi ... naga."

"Sebentar Pak?" Ali mengangkat tangannya, "Saya sudah dengar soal para manusia awatara atau raksasa atau denawa. Tapi apa maksud Bapak dengan ... naga?"

Sang Awatara III : TriwikramaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang