28. Rahasia Bima

5.4K 1K 365
                                    

=======================

Dan engkau pun tak pernah terbuka

Untuk menghalau segala prasangka

=======================

"Gue ke toilet dulu. Titip hp." Bima menyerahkan ponselnya kepada Army ketika mereka tengah makanan di restoran seafood di bilangan Tebet. 

Selagi Bima pergi, Army menyantap hidangan dengan santai. Namun, dering di atas meja menganggunya. Ada satu panggilan masuk di ponsel Bima. 

Awalnya Army tidak peduli, tapi kelihatannya si penelpon ini keras kepala oleh sebab ponselya tak juga senyap dari tadi.

Mata Army melirik, satu nama yang cukup membuat jantungnya terasa dicubit. Rin. Dengan ragu, Army mengusap layar ponsel Bima. 

"Bim? Kamu lagi di mana? Kok akhir-akhir ini nggak balas pesan aku?" Suara lembut seorang perempuan di seberang sana mendarat di telinga Army. 

Army menelan ludah yang mendadak pahit. "E--Ehm. Sorry, Bima lagi ke toilet."

"Ohh gitu. Kalau boleh tahu, saya bicara dengan siapa, ya?" 

"Gu--Gue... Army." 

"Ohh... Kamu temannya Bima, kan? Tolong bilangin Bima, ya. Segera hubungin aku kalau udah kelar urusannya."

"Oke."

"Makasih, ya." 

Telepon ditutup. Army mengesah berat, menepuk-nepuk dadanya, menegarkan hati dan menenangkan pikiran yang mulai kemana-mana. 

Bima datang. Army berusaha memasang ekspresi wajah yang biasa saja. 

"Itu udangnya nggak mau lo abisin?" Bima mencomot udang asam pedas yang tersisa di piring Army. 

"Bim..." Bibir Army serasa berat dan pedih. 

"Ya?" Lelaki berkaus putih itu menatap Army. 

"Ta--Tadi Rin nelepon. Terus gue angkat. Sorry, gue nggak sopan," kata Army dengan tenggorokan yang mendadak sempit. 

Bima tertegun, namun dengan cepat ia menetralkan ekspresinya. "Dia bilang apa, My?"

"Katanya, lo suruh ngehubungin dia kalau udah selesai." 

Bima mengangguk. "Ya udah nanti aja."

Ada pergolakan di hati Army, tetapi ia juga tak bisa terus-terusan marah dan menghindari Bima. Dia harus menghadapinya. "Boleh tanya sesuatu?" tanya Army berhati-hati.

Bima mengangguk lagi. 

"Rin... sering minta bantuan lo? Emang dia kenapa?" 

"Ya, tapi sekarang gue berusaha untuk nggak menuruti segala permintaannya dia."

"Dia... mantan lo?"

"Ya, sewaktu SMA." 

"Terus, kalian kenapa putus?" 

Kali ini, gantian Bima yang mendesah berat, "Gue nggak mau bahas dia, My. Gue nggak mau ngerusak momen kita sekarang. Kalau udah tepat waktunya, gue kasih tahu semuanya, kok. Nggak apa-apa, kan?"

Mau tak mau Army mengangguk. Menelan kembali pertanyaan yang meresahkan hatinya sendiri. 

Menyadari sikap Army berubah menjadi tak banyak bicara, Bima memegang legan Army. "Jangan cemberut dong. Lo percaya, kan, sama gue?"

ARMY (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang