Chapter Nine

44.6K 1.4K 86
                                    

07.40

Dua puluh menit lagi waktunya jam masuk kantor. Tapi aku masih stuck disini. Sial!

Jika Agil tidak meneleponku semalam dan memberitahu dia tidak bisa masuk hari ini, aku tak harus naik bus dari rumah menuju kantor karena tidak bisa menebeng mobilnya.

Walau sudah mempersiapkan diri dengan bangun pagi karena tahu akan memakan waktu lama di perjalanan dengan menggunakan bus, kesialan sepertinya tidak mau mengalah.

Bus yang kutumpangi tiba-tiba mengalami pecah ban. Masih untung posisi bus kala itu sedang berada di lajur paling kiri. Jadi, bisa menepi dan tidak menambah parah kemacetan yang ada. Penampakan si bus tua memang menyedihkan dari luar, jadi tak heran kalau perangkatnya sudah butuh peremajaan.

Tapi ini di jalan tol. Bagaimana aku menyambung perjalanan? Sedangkan bus dengan tujuan yang sama belum nampak sejak sepuluh menit lalu. Itu artinya aku terdampar di jalanan disertai teriknya matahari bersama penumpang lain yang bersungut-sungut, karena pasti terlambat juga sampai di tujuan. Taksi juga tidak ada yang kosong melintasi jalan tol yang padat di jam berangkat kerja seperti ini.

Great!

Merasakan bajuku yang sudah mulai basah karena mandi keringat dan bau asap polusi, otomatis meruntuhkan semangat perjuangan yang kubangun tadi pagi.

Ya Tuhan, tolonglah hamba-Mu ini.

~~

Dante

Aku tak sengaja memalingkan wajah dari laptop dipangkuanku ke luar jendela mobil saat dari radius beberapa meter terlihat sosok yang kukenal tak lebih dari 24 jam yang lalu.

Dhania Angelyn Hardinata.

Aku tak mungkin melupakan nama seseorang yang membuat masalah denganku begitu cepat.

Angel...

It suits her perfectly.

Walau kelakuannya sedikit bar-bar jika kuingat kejadian tubrukan-di-ruang-fotokopi kemarin.

Dari gerak-geriknya yang kebingungan, tumpukan penumpang yang tumpah ke jalan tol dan letak bus yang berhenti tak jauh dari tempatnya berdiri, tak perlu orang sejenius Albert Einstein untuk menarik benang merah dari pemandangan tersebut. Tanpa ragu aku menyuruh supirku mendekat ke arahnya untuk menawarkan tumpangan. Toh kami searah.

"Angel.." Kupanggil namanya setelah jendela kubuka setengah.

Dia tak menggubrisku. Kupanggil lagi sampai ia merespon. Ia menunduk untuk melihat kedalam jendela dan langsung mengenaliku. Sepertinya sedikit tak menduga bahwa kami bertemu disini dan mobilku berhenti di dekatnya.

"Masuklah."

Dia bimbang sesaaat, mungkin menimbang-nimbang untuk menerima tawaranku atau tidak.

"Jangan buang-buang waktu. Putuskan sekarang atau kau lebih memilih diberi sanksi karena terlambat sampai kantor."

Kata sanksi mungkin sudah seperti alarm untuknya. Karena tak lama kemudian, ia membuka pintu penumpang di bagian depan. Cepat-cepat kutahan.

"Duduk di sebelahku."

Dengan kikuk ia menurut. Ia duduk dibelakang bersamaku lalu memasang seatbelt. "Te-terima kasih, Mr. Dante. Maaf merepotkan."

Aku menoleh untuk mengamatinya. Bola matanya yang cokelat tua bersinar indah meski terlihat gugup. Saat mata kami bertemu, ia tersipu. Untuk sesaat, aku lupa bagaimana caranya bernapas. Masih ada wanita yang bisa merona malu di zaman sekarang? Sungguh menggemaskan.

Trapped by YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang