Protective

793 89 10
                                    

Taeyeon tak bisa menyingkirkan senyumnya akibat ulah kekasihnya ini. Diam-diam, Sooyoung ikut tersenyum di buat mereka. Dia menyukai bagaimana kedua sahabatnya itu akan berinteraksi sebagai sepasang kekasih. Terlebih lagi, ini adalah waktu yang cukup lama untuk bisa melihat Tiffany kembali mencintai seseorang tanpa merasakan takut akan hal apapun yang mungkin menghalangi mereka.

"Apa dia selalu seperti ini ketika mabuk?"Tanya pelan Taeyeon sembari terkekeh. Sooyoung hanya tertawa pelan,

"Biasanya lebih parah. Tetapi, kali ini pertama kali dia mengakui sangat mencintai seseorang dalam fase mabuknya."

"Itu berarti dia benar-benar mencintaimu, Taeyeon."

Gadis itu hanya bisa terdiam. Merasakan kedua pipinya yang menghangat. Dia menoleh untuk menemukan wajah tenang Tiffany yang kini terpejam di bahunya. Taeyeon lalu tersenyum sebelum akhirnya mengecup kening gadis itu. Menahannya agar sedikit lebih lama,

___


Tiffany membuka matanya karena cahaya matahari itu yang kini menyengat paparan wajahnya. Kepalanya sedikit sakit. Dia sempat mengerang karna itu, sebelum akhirnya mengedarkan pandangannya untuk menyadari. Bahwa kini dia berada dalam kamarnya sendiri. Ini aneh, padahal terakhir kalo hal yang di ingatnya. Adalah dia, yang sedang menghabiskan makan malam dengan kekasih juga sahabatnya.

Dia menoleh untuk menemukan telfon genggamnya yang ada di meja lampu tidurnya. Meraihnya untuk langsung menghubungi kekasihnya. Namun, ia justru di alihkan untuk pesan suara. Tiffany memutuskan untuk bangkit dari kasur ini terlebih dahulu. Menuruni anak tangga bertujuan untuk menanyakan soal kekasihnya pada ibunya.

Awalnya matanya memang agak sayu. Namun, ia telah mencoba untuk mengembalikan pandangannya untuk lebih jelas.

Dan...

Ia benar-benar di buat terkejut akan pemandangan yang tak jatuh dari penghujung anak tangga di bawah. Dari tempatnya berdiri,ia bisa melihat bagaimana Ayahnya kini tengah bermain catur dengan tatapan serius bersama seorang gadis berambut hitam yang sedari tadi dia coba untuk hubungi.

Benar saja, semakin jelas ia bisa melihat kekasihnya, Taeyeon. Bermain catur sembari bergurau dengan tawa dan canda bersama ayahnya sendiri.

"Aigoo. Kau benar-benar anak yang cerdas! bagaimana kau bisa menggunakan strategi ini!? Hahaha!"tawa ayahnya bahkan bisa menggema di ruangan yang besar ini.

"Ah... aku mempelajarinya dari mendiang kakek-ku, Tuan Hwang."

"Ya, sudah kubilang kau harus memanggilku dan istriku appa dan eomma, kan?"

"Ah... Maaf aku lupa. Tentu saja, Appa."

"Nah, begitu terdengar jauh lebih baik."

Dan bagi Tiffany, jika semua hal yang kini di lihat dan di dengarnya adalah sebuah hadiah. Kalau begitu, ini adalah hadian terbaik yang menghampirinya lebih dulu sebelum hari perayaan apapun. Sangat berharga, bahkan jika di bandingkan dengan berlian seribu karatpun.

Ia masih hanya mematung sembari terdiam memperhatikan kedua orang itu, tidak sampai...

"Nah... pancakenya sudah matang! dan ini dua kopi hangat. Satu untuk suamiku yang tercinta dan satu untuk kekasih anakku yang pasti masih mengorok di tempat tidurnya"

"Mom! Aku tidak mengorok!"Serunya agak keras, membuat ketiga orang itu yang tidak menyadari kehadirannya menoleh ke arah tangga.

"Oh, lihatlah anak gadisku yang baru bangun siang bolong."Kata ayahnya mengejek. Putrinya hanya memutar kedua bola matanya sebelum akhirnya berlari ke arah ayahnya

You, Again.Where stories live. Discover now