7. Afraid

260K 12.4K 168
                                    

Happy Reading, All ^3^

“Bunda kok belum pergi?”tanya Rendi heran dengan suara bindengnya, ketika melihat ibunya masih berada di rumah sepagi ini. Ia baru saja bangun tidur dan akan bersiap-siap mandi untuk berangkat sekolah.

Cherisha tersenyum. “Hari ini Rendi Bunda yang antar.”kata Cherisha membuat Rendi tersenyum lebar. Anak itu segera mandi sementara Cherisha membuatkan sarapan.

Hari ini berbeda dari biasanya. Setelah Cherisha melakukan pekerjaannya yaitu memasak sarapan di rumah sakit, ia izin pulang sebentar untuk mengantar Rendi ke sekolah. Beberapa hari ini Rendi terkena flu dan batuk yang cukup parah, membuat Cherisha sedikit tidak tenang meninggalkan anak itu. Rendi memang jarang sakit. Anak itu hanya sesekali sakit flu, dan biasanya sembuh dalam waktu seminggu. Tapi tetap saja Cherisha tidak ingin meninggalkan anaknya dalam keadaan sakit.

Setelah mandi dan berpakaian, Rendi langsung duduk di depan meja kecil di depan tv. Kontrakan mereka berukuran kecil, tapi nyaman. Dengan satu kamar, satu kamar mandi, dapur sempit dan ruang tv yang kecil, membuat segala aktivitas mereka terbatas di ruang tv itu. Mereka makan, nonton tv dan belajar disana. Dan walaupun Rendi cukup besar untuk tidur sendiri, tapi karena keterbatasan ruangan di kontrakan mereka, Rendi jadi tidur bersama ibunya.

Sambil menunggu ibunya, Rendi menonton berita pagi. Karena terlalu banyak ingin tahu, anak itu jadi suka nonton berita dan menanyakan hal-hal yang tidak dimengertinya pada ibunya. Untungnya Cherisha yang memang hanya lulusan SMA, cukup pintar dalam menjelaskan dengan bahasa yang lebih mudah dimengerti anak-anak.

Cherisha datang dengan membawa sepiring nasi goreng dengan telur mata sapi di atasnya. Mata berair Rendi berbinar-binar melihat nasi goreng, yang walaupun hidung mampetnya tidak bisa mencium aromanya, tapi Rendi yakin aroma nasi goreng itu begitu harum dan membuat air liur hampir menetes. Anak itu segera saja memakan nasi goreng itu dengan lahap.

Cherisha tersenyum menatap Rendi. Walaupun sesekali batuk dan bersin, anak itu tetap lahap makan. Cherisha mengelus sayang rambut tebal putranya itu. Rendi menatap ibunya lalu menyadari sesuatu, membuatnya mengernyit.

“Bunda tadi malam liat buku coklat itu lagi ya?”tanya Rendi serius.

“Eh?”Cherisha menatap Rendi bingung. Buku coklat? Maksudnya buku diary-nya?

“Setiap Bunda liat buku itu, Bunda melamun, trus pasti nangis deh. Mata Bunda sekarang bengkak.”kata Rendi cemas.

Cherisha terkejut karena menyadari jika putranya sering memperhatikannya saat ia membaca buku diary-nya. Buku diary itu berisi surat-surat yang ditulisnya, cerita-ceritanya sehari-hari tentang Rendi yang ingin sekali ia beritahu pada ayah anak itu. Sejak ia mengandung Rendi, sampai sekarang ini Rendi berumur 7 tahun, Cherisha menuliskan semua hal tentang anaknya. Ia berharap suatu saat nanti jika laki-laki yang merupakan ayah Rendi datang, ia bisa memberikannya pada laki-laki itu agar laki-laki itu tahu semua hal mengenai putra mereka.

Walaupun keluarganya pindah rumah, ia berharap jika laki-laki itu mencarinya dan menemukannya. Tapi bahkan setelah 8 tahun ini ia menuliskan kisah Rendi di 12 buku diary miliknya, laki-laki itu tidak pernah muncul. Ayah Rendi yang ia tidak ingat wajah dan namanya, tidak pernah menemukan mereka. Cherisha sebenarnya sudah berpikir yang jelek, berpikir jika laki-laki itu memang tidak pernah menginginkan mereka, makanya kehadirannya pun tidak akan pernah ada. Tapi jika ia mengingat bagaimana pertama kali Rendi menanyakan mengenai ayah padanya, ia tidak bisa berhenti berharap.

“Bunda, tadi Bu Gulu ngajalin Lendi tentang kelualga.”kata Rendi yang berumur 4 tahun dengan cadel.

“Oh ya? Bu Guru ngajarinnya gimana?”tanya Cherisha cemas, takut Rendi menanyakan pertanyaan yang tidak diinginkannya.

“Kata Bu Gulu, kelualga itu ada Ayah, Ibu, Kakak, Adik, Kakek, Nenek, Tante, Om. Lendi punya Bunda, Ungku, Nenek, Tante Cipa, Tante Tania, Tante Capa, Om Ian, Om Peli, Kak Dila sama Dek Adam.”Rendi menghitung keluarga yang ia miliki dengan jari-jari kecilnya, menyebut paman dan bibi Cherisha, kakak sepupu Cherisha (Syifa dan Shafa), suami Syifa dan Shafa (Feri dan Ian), sahabat Cherisha (Tania), dan anak-anak Syifa-Feri (Dila dan Adam). “Tapi kok Lendi nggak ada Ayah, Bun? Teman-teman Lendi punya semua.”

Remember UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang