6. Their Past

234K 12.5K 345
                                    

Ini flashback ya. Happy reading all^^

“Aku boleh coba mainin drum itu Om?”tanya Randi pada pemilik toko alat-alat musik dekat sekolahnya. Matanya tak lepas dari drum Tama yang terpajang di tengah-tengah toko itu. Sejak kecil Randi memang sangat suka main alat musik pukul itu. Mulai dari awalnya cuma pukul-pukul tak jelas menggunakan tam-tam, sampai berhasil memainkan dengan sempurna Drum Yamaha yang dibelikan ayahnya 6 tahun lalu.

“Ini udah ada yang mesan lho, Ran. Hati-hati ya pakenya.”kata Om Danang, pemilik toko.

“Udah ada yang mesen?”tanya Randi kecewa. Ia ingin sekali punya drum ini, tapi uang tabungannya tidak cukup. Randi memang berasal dari keluarga berada, tapi orangtuanya tidak pernah membelikannya sesuatu yang tidak ia butuhkan. Apalagi kalau drum Yamaha miliknya masih bagus dan terawat.

“Ya udah dicoba aja dulu drum-nya. Nggak papa nggak punya, yang penting pernah nyoba main kan?”kata Om Danang, menepuk bahu Randi yang memakai seragam SMA itu.

Randi tersenyum lalu ia duduk di kursi drum itu. Ia memukul-mukul pelan drum, matanya berbinar mendengar suara jernih yang terdengar. Kemudian Randi mulai memainkannya dengan cepat. Ia terlihat begitu menikmati memainkan drum itu. Suara pukulan drum membentuk sebuah nada yang terdengar energik dan menyenangkan. Memancing pengunjung lain di toko musik itu untuk menonton Randi.

Lalu seorang gadis berseragam putih merah menerobos kerumunan orang itu dan memandang Randi dengan wajah berbinar-binar.

.....

Semua orang yang menonton bertepuk tangan keras ketika Randi selesai memainkan drum Tama. Remaja bertubuh tinggi itu terkejut mendengarnya, karena sebelumnya ia begitu menikmati bermain drum sampai-sampai ia tidak menyadari jika sudah banyak yang menontonnya.

Dengan malu-malu Randi bangkit dari duduknya dan sedikit membungkukkan tubuhnya, mengucapkan terima kasih. Seolah-olah ia sudah melakukan konser musik besar dengan banyak penonton. Lalu sedikit demi sedikit kerumunan itu habis, dan hanya meninggalkan gadis kecil imut berambut kepang dua dan berseragam putih merah.

 “Keren bangeeeetttttt~”ucap gadis kecil itu dengan mata berbinar-binar memandang Randi. Gadis kecil itu cantik dan sangat imut, membuat Randi sempat tidak berkedip memandangnya.

“Err... thank you.”ucap Randi sedikit tersipu. Lalu ia menampar pipinya dalam pikirannya. ‘What?! Gue tersipu?! Gila banget dia kan bocah!’pikirnya horor.

“Kak! Mainin lagi dong!”pinta si gadis kecil dengan menarik-narik tangan Randi.

Randi yang merasa risih melihat mata berbinar-binar si gadis kecil langsung saja menarik tangannya.“Aku bukan cewek! Jadi jangan panggil ‘kakak’!”

“Abang deh.”

“Emang abang tukang bakso?!”

“Trus Cherisha panggil apa doongg?”ucap gadis kecil itu dengan bibir mengerucut.

‘Oo... jadi si imut ini namanya Cherisha.’pikir Randi. Kemudian ia kembali menampar pipinya dalam pikirannya. ‘Kok gue kayak pedophil sih?!’

“Nggak usah panggil apa-apa!”kata Randi lalu pergi menemui pemilik Toko Musik, meninggalkan si gadis kecil yang cemberut.

.....

Setelah mengobrol-ngobrol sebentar dengan Om Danang, Randi pun memutuskan untuk pulang. Sepertinya memang harapannya untuk mendapatkan drum itu sudah musnah. Harga drum Tama di toko musik milik Om Danang memang tidak semahal di toko musik lain, dan Randi sudah menabung lama agar bisa mendapatkan drum itu. Tapi tetap saja uang tabungannya masih belum cukup.

Remember UsWhere stories live. Discover now