Bab 13 - Mahar Istimewa

18.6K 1.7K 322
                                    

Sebelum hari pernikahan, biasanya makin banyak godaan untuk bertengkar. Akan tetapi, niat tulus karena Allah-lah yang mungkin mampu mengatasi itu semua.

 Akan tetapi, niat tulus karena Allah-lah yang mungkin mampu mengatasi itu semua

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Silakan duduk. Mau minum apa?" Fathiya masih tak juga berhenti tersenyum. Suasana hatinya kini jauh lebih baik. Lintang sungguh-sungguh menepati janji. Meski andaikata Lintang gagal membawa mahar, tapi setidaknya dia berani datang dan bukannya kabur tanpa alasan.

Itu sudah lebih dari cukup.

Lintang kini duduk di hadapannya. Mewujudkan sesuatu yang sebelumnya terasa tak mungkin terjadi.

"Nanti saja!" Tanti tiba-tiba memberi kode agar Fathiya duduk. "Mereka belum tentu membawa emasnya. Bisa saja ini cuma usaha untuk mengulur waktu."

Senyum Fathiya menguap. Dia tak pernah menyangka ibunya bisa tega bicara blak-blakan seperti itu. Akan tetapi, itu juga yang barusan dia pikirkan. Ataukah jangan-jangan Lintang diam-diam meminjam bank meski tidak diizinkan?

Lintang membuka tas punggungnya dengan tenang. Lengkungan bibirnya tak terusik barang sedikit. Jemarinya menyodorkan dua kalung, dua cincin, dan tiga gelang emas. Kemudian, pria itu kembali mengangsurkan beberapa kepingan emas dan beberapa lembar kertas.

"Semua perhiasan ini totalnya lima puluh gram. Lalu dua keping emas sepuluh gram, dan dua keping emas dua puluh lima gram. Ibu bisa cek keasliannya di app CertyEye dengan men-scan barcode-nya." Pria itu mengangsurkan gawainya yang terlihat tidak begitu mulus dan tengah membuka sebuah aplikasi khusus.

"Ah, tapi ini pasti dari uang pinjaman, kan? Saya nggak pengin Fathiya menikah dengan menanggung utang begini besar!" Tanti masih bersedekap angkuh.

Lintang menggeleng. "Untuk perhiasan memang saya sudah punya sejak lama. Saya beberapa kali membelikan Ibu perhiasan dan sekarang justru Ibu menginginkan ini semua untuk dijadikan sebagai mas kawin jika ingin melamar seseorang. Lalu tambahannya, saya beli kemarin di PT Antam di Pulogadung."

Selintas pria itu menoleh ke arah Fathiya. "Maaf aku nggak sempet membalas pesan-pesanmu. Setelah menelepon waktu itu, ponselku lowbat. Aku terlalu terburu-buru berangkat dan lupa membawanya. Aku sudah di sana sejak Subuh dan baru mendapatkan emasnya selepas Ashar."

"Antrinya lama juga, ya! Dan ini jadi 120 gram, lho!" Fajar terlihat kagum sembari mengecek keaslian emas dengan CertyEye.

Lintang tersenyum penuh arti ke arah Fathiya. "Alhamdulillah masih kebagian empat puluh lima gram. Sayang, emasnya sudah habis. Dibatasi kuota pembelian hariannya."

"Lho?" Fajar mengerutkan kening. "Lalu limanya lagi dapat dari mana?"

Lintang tak bisa menyembunyikan lekuk bulan sabit di bibirnya. "Itulah kekuasaan Allah. Saat hendak pulang, tiba-tiba saya disapa seorang teman lama Ayah Rahimahullah yang tampaknya juga baru saja membeli emas."

Fathiya mendengarkan penuh minat.

"Ternyata dia hendak membeli emas untuk membayarkan utang dua puluh lima gram emas pada Ibu lima tahun yang lalu."

Fathiya x Labuhan Hati Antara Kau dan DiaWhere stories live. Discover now