Kemesraan Ini (2)

32.2K 1.5K 20
                                    

Aku melirik ke arah jalanan. Menatap jalanan yang cukup padat mengingat sekarang adalah jam pulang kantor. Lalu tatapan mataku menatap taman kecil di pinggir jalan. Ada banyak pasangan muda mudi disana mulai dari yang pacaran sampai yang telah menikah. Lalu mataku melirik sekilas pada Wira yang sibuk menyetir mobil tanpa memandangku sama sekali. Aku menghela nafas mencoba bersabar. Lalu berdeham beberapa kali, mulai membuka percakapan sekaligus menjalankan misi terlintas.

Akan ku sindir dia habis-habisan!

"Masa tadi aku lihat Kak Icha sama Kak Fadlan so sweet banget saling tatap gitu," ujarku sambil meliriknya berulang kali.

"Bukannya emang selalu gitu ya?" Ucapnya datar yang sukses membuatku dongkol setengah mati. Tapi yang namanya Aisha tak kehabisan cara! Masih ada cara lain eh kalimat lain deng!

"Terus tadi ada pasien udah kakek-nenek yang jalannya saling pegangan tangan. Romantis banget deh, Wir." Lanjutku masih belum kehabisan ide.

Aku meliriknya lagi dan ekspresinya masih sama. Datar!

"Kamu ngapain lihat orang mesra-mesraan gitu?" Tanyanya yang membuatku tergagap.

Aku meliriknya lagi tapi ekspresinya masih belum berubah. Makin membuatku jengkel setengah mati ditambah pertanyaannya yang menyudutkanku. Aku mendengus sebelum menjawab pertanyaannya itu.

"Kan gak sengaja sih liatnya," jawabku dengan canggung. Takut sekali kalau ketahuan berbohong tapi Wira malah diam--tak menanggapi dan ini lebih membuatku kesal lagi. Kalau saja aku berani jadi janda, sudah ku mutilasi dia!

Sadar kalau tak satu pun kalimatku yang sukses menyindir kelakuannya, aku diam. Mulai memikirkan ide apa lagi untuk membuat lelaki ini sadar tanpa aku harus menyebutkannya secara gamblang.

"Tadi aku juga lihat Kak Caca sama Kak Fadli mesra banget. Peluk-pelukkan gitu," ungkapku kembali berbohong.

Dalam hati aku meminta ampun kepada Allah dan maaf kepada kakak-kakakku itu karena menjadikan mereka sebagai objek pembohonganku di depan Wira. Tapi nyatanya tak ada raut penyesalan diwajahku, yang ada hanyalah aku yang menahan tawa ku sendiri. Mengingat tipikal Kak Caca yang galak dan jutek mampus itu, aku yakin sekali ia tak sudi mesra-mesraan dengan Kak Fadli di depan umum. Hahahaha.

"Masa?" Tanya Wira yang ku rasa mulai termakan omonganku. Aku menoleh padanya yang masih memandang lurus jalanan. "Tadi aku kan meeting dan temu client bareng Fadli," lanjutnya datar yang membuatku mengutuk diri.

Bagaimana aku bisa lupa kalau perusahaan keluarga Wira kini bergabung dengan Adhiyaksa Group. Ck!

Bodoh kau Aisha!

"Tadi waktu nganter Fasya ke rumah sakit," tambahku yang kembali berbohong. Entah sudah berapa gunung dosaku ya Allah!

"Terus tadi kok Caca gak ada?"

Aku makin tergagap. Niat mau menyudutkannya yang tak pernah memperlakukanku dengan mesra malah aku yang tersudutkan. Alih-alih menjawab, ku pilih diam sambil menatap jalanan di sebelah kiriku.

Cepatlah berpikir Aisha!

"Keluar sebentar. Biasa ibu-ibu hamil," terangku yang berbohong lagi.

Kali ini baru ada respon dari Wira walau hanya dengan anggukan kepala. Aku mencibirnya dalam hati. Kesal karena rencana yang ku anggap licik malah melicikiku. How pity you are, Aisha!

"Kapan kita jalan-jalan lagi?" Tanyaku bermenit-menit kemudian untuk memecah keheningan.

Ia menoleh padaku tapi hanya sekilas. Ck! Rasanya ingin ku patahkan lehernya yang seolah kaku itu. Tak bisa kah dia memandangku lebih lama sedikit?

Keluarga AdhiyaksaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang