Pengorbanan Suami-Ku

24.8K 1.4K 194
                                    

Terkadang wanita hanya memandang dari sisinya tanpa pernah melihat sisi lelakinya.
---Icha---

♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥

"Operasi lagi?" Ia bertanya senewen. Tangannya terlipat di depan dada. Mulutnya mencebik. Sikap yang tak pernah berubah sejak mereka menikah. Wanita itu selalu memasang wajah kesal tiap ia pulang pagi atau ia tiba-tiba menghilang di tempat tidur di tengah malam. "Kayak yang dokter cuma kakak deh." Masih senewen dan berkomentar dengan kesal. Tapi Fadlan hanya menanggapinya dengan senyum sambil merangkul pinggangnya usai wanita itu menyiumi tangannya.

"Aku kan udah bilang. Gak usah ditungguin. Besok kan kamu ke kampus." Fadlan menanggapi dengan santai alih-alih emosi. Icha hanya mengeluarkan nafas kesal. Hal yang membuat Fadlan hanya mengelus kepalanya lalu berjalan ke kamar mandi.

"Heran!" Ia mengadu entah pada siapa. "Dia punya rumah sakit. Sekaligus direktur. Ikut pula jadi dokter dan operasi sana sini. Apa coba yang dicarinya? Dokter direkrut banyak banget. Tapi masih aja kerja. Padahal ngatur rumah sakit aja udah capek!" Ia menggerutu sambil menyiapkan baju tidur suaminya. Lalu menghempas tubuh ke kasur. Masih dengan wajah kesal sambil memeluk guling.

Fadlan yang mendengar ocehan itu dibawah shower hanya tersenyum tipis. Walau dalam hati meminta maaf. Ia sadar betul jika Icha uring-uringan dengan kesibukannya beberapa bulan ini. Seolah-olah ia tak punya waktu lagi untuk keluarganya sendiri. Seolah-olah ia menomorduakan keluarganya. Tapi bukan itu yang dia cari. Terkadang ia hanya diam, membiarkan istrinya belajar sendiri untuk memahaminya. Seperti saat ini.

"Aku kan kerja buat kamu. Buat nafkahin kamu." Ucapnya saat memakai baju tidur. Rambut basahnya mengibas halus wajah Icha. Ia tahu jika istrinya itu belum tidur. "Juga buat Farrel, Ferril, Farras sama Adel." Kali ini ia berbisik di telinga wanita itu dan memeluknya dari belakang. "Jangan cemberut dong, sayang."

Icha mendengus keras. Matanya terbuka namun segera berbalik memunggungi lelaki itu. "Aku tuh gak masalah ya, kakak mau ikut operasi atau enggak. Tapi tahu waktulah. Sesekali aja. Dokter disana kan banyak!" Semburnya usai membalik tubuh.

Fadlan menatapnya dengan senyum. Meluruskan kerutan didahinya lalu mengecup dahi wanita itu. Alih-alih membalas ucapannya, ia malah berbisik mengajak tidur. Hal yang membuat Icha kesal seketika. Namun ia pendam karena terbungkam pesona dan rasa nyaman bersandar didada suaminya. Ah, pesona lelaki itu memang tidak berubah walau termakan usia.

♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥

"Emangnya jadi dokter sesibuk itu ya, Rin?"

Rasa sebalnya masih membuncah hingga pagi. Usai kabur dari kampus,  ia memang memilih untuk tak pulang ke rumah. Tapi malah bertandang ke rumah Airin yang seringkali dijadikan tempat curhat. Sebab Aisha yang biasanya dijadikan tempat curahan sama sibuknya dengan suaminya. Adik iparnya yang satu itu mulai ikut-ikutan suaminya yang super sibuk. Sementara ia agak segan jika harus bercerita pada Sara. Wanita itu pasti hanya menanggapi dengan senyum dan menutup dengan kata-kata bijak. Feri memang beruntung sekali sebab istrinya itu tak pernah komplain pada pekerjaannya. Sementara ia malas bercerita pada Caca karena Caca bukan tipe yang bisa mengimbangi ceritanya. Wanita itu terlalu acuh bahkan parahnya tak peduli.

"Yah namanya juga dokter, kak." Airin menjawab sekadarnya. Tangannya lihai melipat baju. Ia benar-benar menjadi istri seutuhnya kini.

"Tapi dokter di rumah sakit kan banyak. Gak cuma kakakmu aja."

Icha jengkel. Jus yang diberikan Airin sampai habis. Energi wanita itu terkuras hanya karena emosi pada Fadlan tapi tak mampu menyalurkannya. Terkadang, ia mengomel pada lelaki itu. Namun beberapa jam kemudian, ia akan sadar apa yang salah. Lalu belajar menelaah siapa yang terlalu kekanakan. Tapi...akhir-akhir ini....ia tak mampu mengendalikan emosinya sendiri. 

Keluarga AdhiyaksaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang