12. My other half, Jeffrey

1.1K 195 12
                                    

The incident at that time, a few months ago.

"Arga, besok kamu ada acara? Besok hari jadi kita."

Arga menggeleng. Dia sibuk mainin ponselnya. "Gak ada, sayang. Mau keluar?"

"Iya. Mumpung kita gak jadi panitia di kampus, kita keluar aja gimana? Kemana gitu. Aku ngikut kamu."

Setelah meletakkan benda persegi yang dari tadi ia gunakan buat main, Arga menarik pelan kepalanya Hanna biar nyender di pundaknya. "As your wish, bae."

Hanna sumringah. Dia menghadap ke Arga. "Beneran?" serunya. Dia excited banget.

"Iya. Besok waktu kita. Kamu mau kemana aja aku turutin."

"Sip! Aku pengen beli jajan banyak, deh."

Arga terkekeh pelan. "Iya, sayang. Ya udah, aku pulang dulu, ya? Udah sore ini. Belum mandi juga akunya."

Hanna mengangguk antusias. "Iya. Hati-hati. Besok bajunya samaan, ya?"

Arga menyetujui. Dia berdiri sambil narik tangan ceweknya supaya berdiri juga. Dia nyelipin rambutnya Hanna ke belakang telinga. Setelahnya, Arga menangkup kedua pipi Hanna. Dipencet-pencet itu pipi sampai bibirnya Hanna manyun gitu. "Iya, princess. Nanti foto aja kamu pake apa, biar aku nyari juga baju yang sama. Kan, baju kita hampir semua couple."

Hanna loncat-loncat kecil. Dia beneran seneng banget. Sifat manjanya selalu keluar kalau di depan Arga. "Iya, siap! Siap pokoknya."

Arga kembali mengeluarkan kekehan pelan khasnya. Suara berat yang nenangin banget buat Hanna. Ini suara yang jadi favoritnya Hanna selama bertahun-tahun. Dia gak pernah bosen mendengar suara ini.

"Ih, sekarang main nyosor, ya?"

"He'em. Aku seneng banget akhirnya kita bisa main bareng." Hanna meluk Arga. Cowok itu bales meluk gak kalah eratnya. Tapi, tanpa sepengetahuan Hanna, Arga senyum canggung di balik punggung. Agaknya dia gak sebegitu gembiranya kayak pacarnya ini. Dia sedikit ngerasa gak tenang.

***

"Kak, kak Jeffrey." Hanna menggedor pintu kamar kakaknya secara brutal. Dia lagi butuh bantuan. "Heh, T-rex. Bangun!"

Gak ada sahutan sama sekali. Hanna jadi geram. Dia langsung aja buka kamar kakaknya yang beruntungnya lagi gak dikunci. Begitu terbuka, benar aja kalau Jeffrey lagi tiduran di kasur sambil dengerin lagu. Pantes aja dia gak denger. Tapi, yang jelas Hanna tahu kalau kakaknya itu gak tidur.

Hanna matiin lagu di hpnya. Dan sontak aja kakak laki-lakinya itu langsung membuka mata. "Kenapa, sih? Kok dimatiin?"

Hanna merengut kesal. Dia meloncat ke kasur lalu memeluk kakaknya dari samping. Kaki kanan dia tumpangin ke perut Jeffrey. Sedangkan Jeffrey cuman diam. Dia udah biasa diginiin.

"Apa? Minta dibeliin kuota atau apa?"

Hanna merem sambil ngedusel di dadanya Jeffrey. "Enggak. Aku cuman mau kakak ngasih penilaian ke aku."

Jeffrey mengubah posisi miring jadi menghadap si bungsu. Mereka berdua tetep pelukan. Hanna makin erat meluk kakaknya. Dia itu sayang banget sama Jeffrey, kakaknya ini baik, manjain dia, walaupun hampir tiap hari bikin Hanna teriak mulu. Dia gak pernah kasar sama adiknya. Dia selalu maju paling depan kalau ada yang berani nyakitin adiknya.

The Invisible Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang