02. Two blood men

2.5K 304 78
                                    

Pagi hari, sekitar pukul enam lewat sepuluh menit

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Pagi hari, sekitar pukul enam lewat sepuluh menit. Ada dua laki-laki yang duduk bersama di depan meja makan. Mereka sibuk dengan aktivitasnya masing-masing. Menyantap makanan untuk sarapan dengan tenang dan hening.

Kemudian terbesit sebuah pertanyaan. "Dek, kamu masih sering datengin dia lewat mimpi?" tanya sang kakak pada adiknya.

Namanya Ega Rayhan Adzkan. Dia dua tahun lebih tua dari sang adik.

Yang diberi pertanyaan mengangguk sambil mengunyah makanan. "Hm, masih. Kenapa emang?"

Ega mengernyit heran. "Loh? Yang harusnya tanya kan kakak. Ngapain kamu bantu dia terus? Kalo ada apa-apa nanti gimana?"

Adik laki-laki Ega sontak berhenti menggerakkan tangan. Dia menatap jengah sang kakak. "Aku tetep gak papa." ujarnya dengan nada sombong lalu kembali menatap depan.

"Dia kasian, kak. Kalo gak aku bantu ya bisa mati." lanjutnya lalu kembali melanjutkan aktivitas yang tertunda.

Mendengar kalimat yang di lontarkan si bungsu, Ega mengernyit lalu memukul kepala sang adik.

"Apa, sih?"

"Gak sopan, Erga. Itu orang, loh. Dimati-matiin kayak hewan aja." sahut Ega kesal.

"Ya, suka-suka aku. Mulut-mulutku juga." jawab si Erga tak kalah serunya.

Namanya Erga Reyhan Adzkan. Dia dua tahun lebih muda dari kakaknya.

"Muncrat semua nasinya!" sungut Ega kesal sambil membersihkan bajunya yang kena cipratan nasi dari mulut Erga.

"Mentang-mentang sarapan, langsung ngegas." gumam Ega yang masih dapat didengar Erga.

Erga diam. Lalu menatap kakaknya yang masih sibuk membersihkan baju. "Apa? Bilang apa tadi?"

Ega tersenyum lebar. "Ganteng."

"Ohㅡ"

"Ega, bukan Erga." lanjutnya Ega sinis. "Pergi sana! Sebel gue liatnya. Baju kena nasi semua gini."

Jika dilihat, memang banyak nasi yang menempel di baju. Apalagi baju berwarna hitam. Tak lain dan tak bukan si Erga penyebabnya. Makan banyak sampai mulut penuh lalu teriak secara lantang? Bagus.

Ega berdiri dari duduknya. Dengan langkah pelan karena fokusnya membersihkan baju, Ega mulai menaiki tangga menuju kamarnya.

Erga memperhatikan sang kakak. Beberapa detik setelahnya dia tersadar akan sesuatu. "Kak, berhenti!" sergahnya cepat.

"Apa?!"

"Bisa santai, kan?"

"Buruan. Apaan?"

"Itu di depan kakak ada cewek. Pucet parah, sumpah. Kayak mayat."

"Emang setan! Dipikir kakak gak liat?" kini giliran Ega yang berteriak. Menguras emosi memang kalau berdialog dengan adiknya itu. Entahlah, tapi pagi kali ini serasa lebih menyebalkan.

The Invisible Where stories live. Discover now