Wajahmu kupahat ayu diruas buku-buku.
Lepas dari malam pertemuan,pagiku pasti rindu.
Merangkai paras juga buah bibirmu
Mengganti waktu yang ruah dari bincang anak manusia
Aku disana ikut tumpah tapi tidak benar-benar ada.
Mataku terpejam, erat mendekapmu yang lelap.
Sedang gelak tawa mengusik yang resah,
Membawaku kembali tapi semakin gundah terasa.
Kapan juga malam cepat tiba, tapi sang surya masih betah diatas kepala,
Dengan congkak ia membatasi rindu dan temu antara kamu juga aku.
Kupaksa berlari secapatnya, membelah rintik hujan yang baru saja tiba.
Menjajal sebesar apa nyalinya,tak cukup hentikan kakiku melangkah.
Lari saja semakin kencang, peduli apa hujan kian lancang.
Kalaupun kuyup sampai menggigil kesakitan, maka lelap adalah satu yang kunantikan.
Peduli apa dengan hujan, ia mampu menyita waktu
Tapi tidak dengan rinduku
Maka biar hujan datang semaunya
Aku bersedia basah karenanya, sebab setelah itu aku akan bersammu lebih lama
YOU ARE READING
festival perasaan
Poetryyang tersimpan dalam dada, yang kau ajak bicara yang kau diamkan yang kau rayakan entah dalam balutan sesal atau ruah dalam kegembiraan