15 | Pain so much pain

1.5K 211 3
                                    

"life is
ours,
we life it
our way."

| Metallica |
...

"Lo tahu garam?"

"Kenapa?" tanya Oni dengan suara parau. Dia menoleh, mendapati Leon tengah memandang lurus ke depan.

Mereka sedang berada di atap sekolah. Biasanya Oni selalu menghindari berduaan dengan laki-laki di tempat sepi, tapi entah kenapa, dengan Leon dia merasa begitu aman dan nyaman.

"Sekarang coba lo bayangin gimana seumpama lo nelan garam sebungkus?"

Dahi cewek itu berkerut, bingung atas pertanyaan Leon. Walau begitu, dia tetap menjawab, "Nggak enak, tenggorokan pasti sakit."

Leon mengangguk. "Bener banget."

"Terus maksudnya apa?" Oni tahu Leon sering melontarkan pertanyaan melantur, tetapi saat ini suasana hatinya sedang kacau, dia sama sekali tak ingin mendengar banyolan receh cowok itu.

Namun ketika Leon menyentuh pipinya dan menatapnya begitu dalam, Oni sadar kali ini Leon tengah berbicara serius kepadanya. "Tapi lo nggak akan terlalu menderita kalau garam itu dibagi pada orang lain."

Oni masih bergeming menunggu Leon melanjutkan kalimatnya.

"Seperti halnya masalah. Terlalu banyak dipendam sendiri bakal bikin lo tambah menderita. Beda kalo lo cerita ke orang yang bener-bener lo percaya. Meskipun nggak akan mengubah kenyataan, seenggaknya itu bisa bikin lo lega karena udah ngeluarin semua hal yang mengganjal di hati lo."

Oni tak menyangka Leon akan mengatakan kalimat seperti itu. Kalimat yang memengaruhi perasaannya sedemikian rupa.

"Kalo lo butuh teman, lo bisa cerita ke gue. Gue janji setelah lo beres ngeluarin unek-unek, gue bakal melupakan apa yang lo bilang."

Oni bingung harus menanggapinya bagaimana. Semenjak kepercayaannya diremukan oleh Flora, Oni tak lagi memercayai siapa pun. Tetapi kini, melihat Leon di hadapannya, dia sangat ingin menceritakan semuanya pada cowok itu.

Bibir Oni mulai terbuka hingga kalimat pertamanya untuk memulai cerita meluncur begitu saja bersama bisikan angin yang seakan mengekspansi di antara mereka. "Teman aku namanya Flora. Kemarin dia ngirim WA."

Leon memperhatikannya. Sementara Oni mengambil handphone di saku rok-nya. Kemudian dia menunjukan pesan yang dikirim Flora. Leon mengambil handphone Oni dan membacanya.

Dasar pengecut! Lo milih pindah sekolah buat bisa menghancurkan keluarga gue diam-diam, kan? Lo salah! Kali ini gue nggak akan ngebiarin hidup lo aman! Bokapnya Adel pengacara, kalo nyokap lo masih pengin ngungkit masalah ini, gue gak akan diam aja buat nuntut lo balik. Gue nyesel pernah temenan sama pelacur kayak lo.

"Kamu percaya ucapan Adel tadi?"

Leon mengangkat wajahnya dan mengembalikan benda elektronik tersebut kepada pemiliknya. "Gue baru percaya kalo denger langsung dari lo."

Oni tersenyum pahit. Ada gurat kepedihan yang menyebabkan air matanya lolos setitik. Dia mengalihkan wajahnya ke arah lain, tak berani memandang Leon karena malu.

"Adel benar, Mama kerja di prostitusi. Aku bahkan nggak tahu siapa laki-laki yang jadi ayahku."

Cowok itu agak syok mendengarnya. Rahangnya mengeras, tak menyangka kalimat tersebut bisa sampai ke telinganya.

"Kata Tante, 17 tahun lalu Mama hamil di luar nikah. Dia sempat minta pertanggung jawaban, tapi laki-laki itu pergi dan ninggalin Mama tanpa kabar. Mama ngerasa hidupnya hancur, dia berhenti sekolah dan setelah aku lahir, hidup kami banyak bergantung pada Tante Dara.

Incomplete | 1 ✓Where stories live. Discover now